Vote sebelum membaca😘😘
.
.
"Itu pekerjaan yang ringan, Mom. Sophie hanya melayani pembeli."
Rose menyipitkan mata. "Sebenarnya apa alasanmu ingin bekerja, Sayang? Uang yang Edmund berikan pasti cukup memenuhi kebutuhanmu."
Kepala Sophia menggeleng. "Bukan karena itu, Sophie tidak terbiasa hanya diam di apartemen."
"Kalau begitu akan Mommy masukan kau ke kelas melukis atau menjahit, bagaimana?" tawar Rose kemudian meminum minumannya.
"Sophie tidak ingin hal seperti itu. Lagi pula bekerja bukanlah hal yang buruk," ucap Sophia dengan bibir mengerucut, membuat Rose gemas dan mencubit pipi menantunya.
"Memang bukan hal yang buruk, tapi kau akan kelelahan."
"Sophie baik-baik saja."
"Sophie," ucap Rose penuh penekanan.
Wajah Sophia murung seketika. Dia berjalan menuju sofa sambil membawa buah-buah yang sudah dikupas Rose kemudian memakannya raut sedih. Tanpa sengaja, matanya menjatuhkan satu bulir air mata, tetapi dia menghapusnya dengan cepat.
Rose yang melihat itu merasa bersalah. Dia berjalan mendekati Sophia dan duduk di sampingnya. Tangan Rose yang mengusap bahu Sophia, menyadarkan perempuan itu dari lamunan.
"Apa kau benar-benar ingin bekerja?"
Sophia mengangguk.
"Kalau begitu bekerjalah di salah satu perusahaan teman Mommy. Dia memiliki lowongan pekerjaan di bagian mendesain kemasan kue."
Mata Sophia berbinar seketika. "Kemasan kue?"
Rose mengangguk. "Jam kerjanya dari pukul 8 sampai pukul 2 siang, jadi Edmund tidak akan tahu."
Seketika Sophia tersenyum, dia berhambur memeluk Rose. "Terima kasih, Mommy."
"Tapi Mommy tidak akan bisa menyembunyikan ini selamanya. Ada saatnya kau harus menuruti perkataan Edmund. Kau mengerti, 'kan?" Rose mengelus rambut panjang Sophia.
Perempuan itu mengangguk. "Aku mengerti, Mommy."
Hari itu keduanya menghabiskan waktu dengan bersenang-senang. Rose sengaja tidak bekerja untuk menemani Sophia seharian. Mereka menonton film bersama sambil memakan banyak makanan ringan.
Saat sore hari, Rose mengajak Sophia berjalan-jalan di taman yang ada di dekat apartemen kemudian memasak makan malam bersama-sama. Rose tidak lagi mendesak menantunya untuk mengatakan alasan kenapa dia begitu ingin bekerja. Dia tidak tahu pemikiran Shopia yang ingin mengumpulkan uang dan kelak uang itu akan dipakai saat menantunya bercerai dengan anaknya.
Shopia benar-benar mengikuti saran Aurin. Memang hubungnnya dengan Edmun sudah lebih baik, tetapi ada yang mengganggu pikirannya. Pria itu belum mengakuinya sebagai seorang istri di depan publik. Media sosial masih mempertanyakan istri pewaris D'allesandro Group. Dalam artikel-artikel itu sosok istri Edmund masih menjadi misteri. Sebagian artikel terus berpendapat kalau Sara yang menjadi istrinya.
Sophia yakin media akan terkejut saat mereka tahu kalau dia adalah istri Edmund yang sebenarnya.
"Apa yang kau lamunkan, Sophie?" Rose mengelus kepala Sophia dan menyerahkan cangkir berisi teh hangat.
"Terima kasih, Mom." Sophia menyeruput teh hangat itu.
"Apa ada sesuatu yang mengganggumu?"
Sophia menggeleng. "Tidak, aku hanya sedikit mengantuk saja."
"Astaga! Kau mengantuk? Kalau begitu pergilah tidur," ucap Rose kembali berjalan ke arah dapur, meninggalkan Sophia yang menatapnya dari ruang TV.
"Tapi aku ingin mencicipi cookies buatan Mommy."
"Kau bisa mencicipinya besok, Sophie. Sekarang pergilah tidur, kau bisa terlambat bekerja jika terlambat bangun."
Sophia tersenyum. Dia menghabiskan tehnya dan membawa cangkir kosong itu ke tempat cuci piring.
"Apa tidak apa-apa jika Sophie meninggalkan Mommy?" Sophia yang sedang mencuci cangkir, menoleh ke arah Rose yang sibuk memasukan chocochips.
"Mommy bukan akan kecil, Sophie. Pergilah tidur."
Sophia mengeringkan tangan dan berjalan ke arah Rose. Dia memeluk wanita itu sesaat. "Selamat malam, Mommy," ucap Sophia.
"Selamat malam, Sophie." Rose memberikan senyuman hangat pada Sophia sebelum perempuan itu berbalik.
"Tunggu, Sophie!"
Sophia yang sedang berjalan menaiki tangga itu berhenti dan menatap Rose.
"Mommy akan tidur di kamar bawah. Jika kau membutuhkan Mommy, panggil saja."
Sophia mengangguk. "Aku mengerti, Mommy," ucapnya kembali menaiki tangga.
Sophia merebahkan diri di atas ranjang. Dia melihat sisi tempat tidur yang kosong. Tangannya menyentuh bantal yang ada di samping, terasa begitu dingin.
"Selamat malam, Edmund," ucap Sophia kemudian memejamkan matanya.
***
Sudah tiga hari sejak kepergian Edmund, Sophia mulai bekerja dua hari lalu di sebuah perusahaan kecil yang direkomendasikan ibu mertuanya. Sophia beradaptasi dengan baik, orang-orang di sana sangat ramah dan menerimanya dengan baik.
Selama tiga hari ini pula Rose selalu menginap di apartemennya. Saat pagi hari dia pergi bekerja dan kembali lagi saat makan malam.
Sophia pergi bekerja diantar oleh Benjamin, sopir pribadinya. Rose melarangnya untuk menaiki angkutan umum, dia memaksa Sophia memakai fasilitas yang disediakan oleh Edmund. Mendengar nama edmund membuat Shopia teringat bahwa pria itu tidak menghubunginya sama sekali. Dia ingin sekali mengirim pesan atau meneleponnya, tetapi dia takut mengganggu Edmund dan membuat pria itu semakin stres.
Hati Sophia terasa gelisah, dia mulai mengakui bahwa dirinya merindukan sosok Edmund. Pria yang selalu memeluknya ketika merasa mual. Edmund selalu berhasil menghilangkan rasa itu ketika Sophia mulai mencium aroma parfum suaminya. Aroma maskulin yang sangat menenangkan.
Pekerjaan Sophia tidaklah berat, dia hanya duduk dan memainkan komputer. Perusahaan tempat Sophia bekerja bergerak dalam bidang jasa mendesain kemasan makanan.
Sesampainya di apartemen, Sophia merebahkan tubuh di tempat tidur dan berniat tidur siang. Namun, suara dering ponsel membuat Sophia bangun. Matanya yang awalnya mengantuk langsung berbinar seketika saat melihat nama seseorang yang meneleponnya.
"Hallo?"
Sophia menarik napasnya dalam. "Iya?"
"Bagaimana keadaanmu, Sophie?"
"Aku baik-baik saja. Bagaimana dengamu?"
"Aku juga baik-baik saja, tapi sepertinya aku butuh mandi busa saat pulang nanti."
Sophia terkekeh. "Aku akan menyiapkannya untukmu." Sophia terdiam sesaat. "Kapan kau pulang, Ed?"
"Secepatnya, jika pekerjaan di sini sudah selesai."
Sophia terdiam, dia kecewa karena Edmund tidak tahu pasti kapan dirinya pulang.
"Apa kau masih merasa mual?"
Sophia mengangguk. "Sedikit," ucapnya dengan suara kecil.
"Jangan terlalu kelelahan."
"Aku mengerti."
"Baiklah, aku harus kembali bekerja, Sophie."
"Tunggu, Ed." Sophia menahan Edmund saat pria itu akan memutuskan sambungan.
"Ada apa?"
"Aku ... merindukanmu," ucap Sophia dengan nada suara rendah, tetapi Edmund dapat mendengar dengan jelas.
"Katakan dengan jelas supaya aku punya alasan untuk pulang cepat." Edmund berkata dengan penuh penekanan.
"Aku merindukamu, Edmund. Cepatlah pulang," ucap Sophia dengan jelas.
Di sisi lain, Edmund tersenyum samar mendengar kalimat yang Sophia ucapkan.
"Aku juga merindukanmu."
---
Ig : @alzena2108