Vote sebelum membaca😘😘
.
.
Bekerja di perusahaan Edmund tidak semudah yang Sophia pikir, dia harus mengeluarkan tenaga ekstra apalagi jika Catherine dan Caroline menyuruhnya melakukan sesuatu.
Sophia baru tiba di apartemen pukul empat sore. Karena lelah, dia tertidur sampai jam enam malam. Untung saja Edmund mengatakan kalau dia akan makan malam di luar, jadi Sophia hanya perlu memasak untuk dirinya saja.
Berendam menjadi hal wajib yang harus Sophia lakukan setelah hari yang melelahkan. Dalam air busa, Sophia mencoba menghilangkan pikiran-pikiran negatif, tentang Edmund, tentang Gunner dan tentang pekerjaannya yang menyebalkan.
Selesai berendam, dia baru sadar bahwa dirinya tidak membawa pakaian ganti ke kamar mandi. Sophia melilitkan handuk pada tubuhnya kemudian keluar dari kamar mandi dan berjalan menuju walk in closet.
Sophia tersentak keget saat membalikkan badan. Dia melihat Edmund yang sedang membuka bajunya dan memakai celana pendek.
"K-kau sudah pulang?"
Edmund mengangguk, dia memasukan baju kotor ke dalam keranjang. Sophia diam, menunggu Edmund keluar agar dia bisa memakai pakaian.
"Aku membeli ini untukmu," ucap Edmund menyimpan papper bag pink di jajaran sepatu milik Sophia.
"Terima kasih."
Edmund mengangguk kemudian melangkah keluar dari kamar.
Tangan Sophia meraba dada, merasakan detak jantung yang lebih cepat. Dia menghela napas untuk menetralkan detak jantungnya lalu memakai piama bergambar hello kitty.
Merasa penasaran dengan apa yang suaminya beli, Sophia mengambil papper bag itu. Dia duduk di atas ranjang lalu membuka kotak yang ada di dalamnya. Pipi Sophia memerah begitu mengetahui kalau isinya adalah bikini seksi. Bukan hanya satu, tetapi Edmund membelinya sebanyak tiga pasang.
Sophia kembali menutup kotak itu dan memasukkannya lagi ke dalam papper bag. Dia meletakkannya di dekat nakas dan memutuskan untuk mencari Edmund. Sophia ingat suaminya keluar kamar menggunakan celana pendek saja, dia ingin tahu apa yang akan dilakukannya.
Suara orang berenang membuat Sophia melangkah menuju balkon, dia menggeser pintu kaca itu dan melihat Edmund yang sedang berenang. Kaki Sophia melangkah mendekat ke pinggir kolam.
"Kenapa kau berenang malam-malam?"
Edmund yang baru saja keluar dari air mengusap wajahnya lalu menatap Sophia. "Memang apa salahnya?"
"Kau bisa kedinginan, Ed," ucap Sophia dengan lembut.
"Dingin? Coba masukan kakimu ke dalam air."
Sophia melakukan apa yang Edmund perintahkan, dia duduk di pinggir kolam dan memasukan kakinya ke dalam air. Ekspresi wajah Sophia terlihat terkejut saat merasakan air itu.
"Ini hangat," ucapnya sambil menggoyangkan kaki. "Bagaimana bisa?"
"Teknologi sudah canggih, Sophie." Edmund kembali menyelam, dia bergerak cepat dalam air hingga membuat Sophia kagum. Apalagi perempuan itu tidak dapat berenang.
Kepala Edmund menyembul dari dalam air. "Kau ingin masuk?"
Sophia menggeleng. "Aku tidak bisa berenang."
"Aku yang akan mengajarimu." Ucapan Edmund membuat Sophia tersenyum samar.
"Tapi aku baru saja mandi, Ed."
"Baiklah, aku tidak memaksa." Edmund kembali masuk ke dalam air sebelum Sophia menjawab.
Perempuan itu merasa kesal, Edmund terus berenang dan hanya muncul ke permukaan sesekali. Setiap Sophia membuka mulutnya untuk bicara, Edmund lebih dulu masuk ke dalam air.
Merasa bosan, Sophia memutuskan untuk masuk ke dalam. Namun, saat dia mencoba berdiri, kakinya yang basah tergelincir dan membuatnya menjerit sebelum masuk ke dalam air.
Melihat istrinya jatuh, Edmund segera berenang ke arah Sophia. Tangan perempuan itu otomatis memeluk leher Edmund kemudian merapatkan tubuh pada suaminya karena takut tenggelam.
"It's okay, Sophie. Aku di sini," ucapnya menenangkan. Dia mengusap punggung Sophia membuat perempuan itu menatap matanya.
"Aku takut."
"Tidak ada yang perlu kau takutkan, Sophie."
Perempuan itu menggeleng, dia malah memeluk Edmund dan menyembunyikan kepala di ceruk leher suaminya. Edmund mencari cara agar Sophia tidak takut dengan kedalaman air, dia mulai bergerak dengan Sophia yang masih ada di pelukannya.
"Ini tidak menakutkan, Sophie. Lihat."
Edmund membawa istrinya menyelam, bergerak beberapa detik dalam air sebelum kembali ke permukaan. Pria itu tertawa saat melihat istrinya menyemburkan air dari mulutnya. Edmund mengusap wajah Sophia, membantu menghilangkan air.
"Apa yang kau lakukan?!" Teriak Sophia dengan nada tidak suka.
"Aku ingin memberitahumu kalau ini menyenangkan."
Sophia menggeleng. "Ini tidak menyenangkan sama sekali."
"Ayolah, Sophie. Aku membelikanmu bikini agar kau tahu bagaimana menyenangkannya berenang. Lagi pula berenang bagus untuk ibu hamil."
"Tapi aku takut, Ed."
"Tidak apa, aku akan mengajarimu."
"Sekarang?" Sophia memastikan.
Pria itu mengangguk. "Tentu saja sekarang."
Terdengar suara helaan napas dari mulut Sophia. Tangan Edmund perlahan terlepas dari pinggangnya.
"Sekarang sudah malam."
"Lalu apa salahnya? Malam adalah waktu terbaik untuk menyegarkan pikiran setelah melalui hari yang panjang." Edmund menyisipkan rambut Sophia yang menutupi matanya.
Istrinya terdiam, dia juga memikirkan hal yang sama tadi sore. Sophia mengangguk menerima tawaran Edmund. Dia melakukan apa yang Edmund perintahkan, seperti berposisi horizontal, menggerakan kaki dengan benar, dan gerakan tangan. Dengan diselingi canda tawa, Sophia menikmati pelajaran berenangnya.
Setelah satu jam berlalu, Sophia mulai kelelahan. Tiba-tiba saja kakinya kram dan membuatnya hampir tenggelam. Untung saja Edmund menangkap Sophia dengan sigap dan mendudukan istrinya di pinggir kolam sementara dirinya memijat kaki Sophia dari dalam air.
"Apa sudah merasa baikan?"
Sophia mengangguk, dia sulit bicara ketika matanya memandang mata yang membuatnya terpesona. Mata biru safir yang menenggelamkan setiap kali melihatnya.
"Apakah pelajaran berenangnya sudah selesai?" Sophia memecah keheningan.
Edmund tidak menjawab, dia malah memeluk pinggang Sophia hingga kedua kaki istrinya melingkar di pinggang. Kepala Edmund harus sedikit mengadah untuk menatap Sophia. Dia masih berada dalam air sentara istrinya duduk di pinggir kolam.
"Apa kau ingin mengakhirinya sekarang?"
Sophia terkekeh. Dia hanya mengangguk tanpa bicara lalu matanya kembali menatap mata Edmund, mereka saling berpandangan satu sama lain. Saling memuja tanpa disadari oleh hati mereka masing-masing.
"Bolehkah aku bertanya, Ed?"
"Tentu saja." Edmund mempererat pelukannya pada pinggang Sophia.
"Siapa Sara?"
Edmund terdiam sesaat, dia menghela napas sebelum menjawab, "Dia tunanganku."
Sophia mengepalkan tangan, mencoba memendam perasaan aneh pada dirinya untuk Edmund.
"Lalu ke mana dia pergi?"
Tidak ada jawaban dari bibir Edmund, pria itu perlahan melepaskan pelukan pada pinggang Sophia. Membuat istrinya sadar bahwa dirinya tidak pantas menanyakan hal ini.
Sophia melepaskan tangan Edmund dari pinggangnya. Dia berdiri lalu mengambil handuk yang ada di meja dan melangkah masuk ke dalam. Melihat istrinya pergi tanpa sepatah kata membuat Edmund keluar dari kolam dan menyusul Sophia dengan cepat tanpa memedulikan air yang menetes dari tubuhnya.
"Sophie, tunggu sebentar." Edmund menahan istrinya kemudian membalikkan tubuh Sophia. "Ada apa? Kenapa kau menangis?"
Tangan Edmund terangkat hendak menghapus air mata itu, tetapi Sophia menepisnya pelan.
"Ini bukan air mata, ini air kolam," ucapnya diakhiri deheman. "Aku mengantuk, Ed."
Sophia mencoba melepaskan kedua tangan Edmund dari pundaknya, tetapi tidak berhasil karena tangan pria itu lebih kuat.
"Katakan apa yang salah, kenapa kau menangis?"
Sophia memejamkan mata sesaat. "Semuanya salah, ini semua salah."
"Apa maksudmu?" Edmund mengguncang pelan tubuh Sophia.
"Saat aku melahirkan, kita akan berpisah. Lalu bagaimana dengan bayi yang kukandung? Apa dia akan bersamamu? Apa aku harus pergi meninggalkan anakku sendiri?" Sophia tidak bisa melanjutkan ucapannya, dia menangis dengan tangan menutupi wajah.
"Sophia, hei."
"Aku tidak ingin menjauh dari bayiku, aku ingin membesarkannya, Ed," ucap Sophia di sela tangisnya.
"Sophia, dengarkan aku." Edmund membawa istrinya ke dalam pelukan. "Kita bisa membembesarkannya bersama-sama." Dia merasakan tubuh Sophia yang basah.
"Tapi, tapi kita akan bercerai."
Edmund terkekeh, dia menangkup wajah Sophia. Memaksa istrinya untuk menatap.
"Itu keinginanmu, bukan keinginanku. Kita bisa menjadi keluarga yang utuh untuk anak kita."
Isakan Sophia berhenti.
"Lalu Sara?"
"Sara? Kenapa dengannya? Dia tidak lebih dari masa laluku," ucap Edmund mengusap wajah Sophia yang basah.
"Kau mencintainya, bukan mencintaiku. Jika dia kembali kau pasti akan memilihnya."
Edmund menghela napas. Dia memejamkan mata sesaat sebelum menatap kembali istrinya. "Dengar, Sophie. Aku tidak bisa menjanjikan sebuah perasaan, tapi aku bisa menjanjikan sebuah kesetiaan." Edmund mengelus pipi Sophia.
Senyuman manis mulai tercipta di wajah Sophia. Begitu pun dengan Edmund, pria itu ikut tersenyum. Saat wajah Edmund mulai mendekat, mata Sophia terpejam dengan sendirinya, membiarkan Edmund kembali merasakan bibirnya.
Malam itu, Edmund dan Sophia secara sadar menghabiskan malam yang panjang.
---
Ig : @alzena2108