Chereads / Oh Baby (Romance) / Chapter 20 - Bab 20

Chapter 20 - Bab 20

Vote sebelum membaca😘😘

.

.

Sophia mengerjapkan mata begitu sinar matahari masuk ke celah-celah gorden. Suara debur ombak terdengar jelas membuat kelopak matanya semakin terangkat. Dia melihat jam kemudian kembali menyelimuti dirinya hingga batas leher dan memejamkan mata.

Semalam dia tidak bisa tidur, Sophia hanya diam sendirian sementara Edmund pergi ke Moscow karena tuntutan pekerjaan. Wanita mana yang tidak kesal ditinggalkan suaminya ketika keduanya selesai berciuman. Edmund tidak ingin Sophia kelelahan, dia memaksa istrinya untuk menginap satu hari di hotel.

Sebelum pergi, Edmund memeluknya erat dan memberikan ciuman pada perutnya. Edmund benar-benar mengkhawatirkan keadaan Sophia, apalagi akhir-akhir ini istrinya sering kali merasa mual.

Awalnya Edmund berniat menyuruh Rose untuk menemani Sophia, tetapi larangan istrinya membuatnya mengurungkan niatnya. Sophia meyakinkan bahwa dirinya akan baik-baik saja. Lagi pula Sophia bukanlah anak kecil yang akan menangis jika tidur sendirian.

Sophia memejamkan mata kembali. Dia membalikkan badan agar sinar matahari tidak mengenai matanya. Pelukan Edmund sebelum pergi masih dapat Sophia rasakan. Dia tersenyum kecil saat hubungan mereka mulai berkembang baik.

Suara ketukan pada pintu membuat mata Sophia terbuka. Dengan langkah malas, dia turun dari ranjang dan membuka pintu kamar.

"Selamat pagi, Señora. Tuan Edmund menyuruh saya untuk menjemput Anda," ucap seorang pria paruh baya dengan sopan.

"Sepagi ini?" Sophia memastikan.

"Maaf jika saya datang terlalu pagi, Nyonya. Jika anda keberatan, saya bisa datang lagi nanti."

"Tidak apa-apa, aku akan mandi terlebih dahulu. Kau bisa menunggu di bawah, Nich." Sophia sambil menutup pintu.

Dia mengambil ponsel yang berdering dan mendapati beberapa pesan dari Edmund.

06.36 A.M

Edmund : Selamat pagi, Sophie.

Edmund : Apa kau masih merasa mual?

06.50 A.M

Edmund : Aku menyuruh Nicholas menjemputmu lebih pagi. Rasanya tidak tenang meninggalkanmu sendirian di kota lain.

07.00 A.M

Edmund : Ada rapat yang harus aku lakukan nanti, jadi sekarang aku harus tidur.

07.15 A.M

Me : Aku baik-baik saja :-)

Me : Baiklah, selamat tidur untukmu, Ed. Aku harus mandi.

Sophia tersenyum dan menyimpan ponsel di atas kasur. Dia bersenandung kecil saat memasuki kamar mandi, Sophia merasa senang mendapat perhatian dari suaminya.

Sementara di lobi hotel, Nicholas sedang menunggu Sophia sambil membaca pesan masuk dari Sergío. Majikannya itu menyuruh Nicholas menyusul Edmund ke Moscow, maka dari itu dia menjemput Sophia lebih awal. Terlepas dari perintah Sergío, Nicholas juga mendapat perintah dari Edmund untuk menjemput Sophia. Pria itu terdengar sangat khawatir saat menelponnya.

Edmund tidak akan menyuruh sembarang orang untuk menjemput Sophia. Pria itu kini lebih berhati-hati apalagi dengan sesuatu yang bersangkutan dengan calon anaknya.

Beberapa saat kemudian Sophia yang sudah rapi menghampiri Nicholas di lobi.

"Maaf membuatmu menunggu, Nich."

"Tidak apa, Nyonya," ucap Nicholas mengambil alih tas besar yang dipegang Sophia. "Tuan muda menyuruh saya memastikan Anda sarapan, Nyonya."

Sophia menggeleng. "Aku akan sarapan di apartemen." Sophia berjalan terlebih dahulu dan diikuti Nicholas dari belakang.

"Saran saya lebih baik Anda sarapan di perjalanan saja, Nyonya. Perjalanan dari sini ke apartemen membutuhkan waktu yang lama." Nicholas memasukkan tas ke dalam bagasi lalu membukakan pintu untuk Sophia.

"Baiklah, kita berhenti untuk sarapan," ucap Sophia ketika Nicholas menyalakan mesin mobil.

"Sí, Señora."

Setelah melaju beberapa menit, mobil yang ditumpangi Sophia berhenti di salah satu restoran. Nicholas tidak henti-hentinya mengingatkan Sophia untuk sarapan hingga akhirnya perempuan itu menyuruhny menepikan mobil.

Nicholas menunggu di dalam mobil, dia memotret Sophia yang sedang makan kemudian mengirimkannya pada Edmund secara diam-diam, sebagai bukti bahwa dia telah melakukan tugasnya.

"Apa anda ingin ke suatu tempat yang lain, Nyonya?" Nicholas bertanya saat Sophia masuk ke dalam mobil.

Sophia menggelengkan kepala. "Tidak, kita langsung pulang saja."

Sophia dan Nicholas sudah saling mengenal sejak di pesta pernikahan. Nicholas sudah mengabdikan hidupnya pada keluarga D'allesandro sejak muda. Sama seperti ayah dan kakeknya, Nicholas juga sangat dipercayai oleh keluarga D'allesandro.

Mobil yang dikendarai Nicholas berhenti di depan apartemen. Dia membawakan barang-barang Sophia dan mengantarkannya sampai ke dalam apartemen.

"Terima kasih, Nich," ucap Sophia saat Nicholas meletakan tas besar itu di meja.

"Sama-sama, Nyonya. Saya permisi dulu."

Nicholas keluar dari apartemen, meninggalkan Sophia seorang diri di sana. Kaki Sophia melangkah menuju lantai dua, dia memasuki kamarnya dan merebahkan diri di sana. Akhir-akhir ini tubuhnya sering kali terasa pegal. Sophia yakin hal ini karena dia tidak banyak bergerak. Berbeda saat dia masih bekerja, badannya terasa sangat segar dan sehat.

Sophia mengambil laptop dan duduk sambil bersandar di kepala ranjang. Dia mulai menjelajahi internet untuk mencari kelas memasak dan kelas ibu hamil yang ada di sekitar lingkungannya.

Saat Sophia akan mendaftarkan diri, ponselnya bergetar, menandakam pesan masuk. Senyuman tercipta pada wajah cantiknya, dia mengira pesan tersebut dari Edmund.

Desahan keluar dari mulut Sophia saat mengetahui siapa pengirimnya.

10.02 A.M

Aurin : Temanku bilang dia punya lowongan pekerjaan di toko asesoris. Jika kau mau, aku akan memintanya memberikan pekerjaan itu padamu.

Sophia mengetikkan balasan dengan cepat. Dia berkata kalau Edmund melarangnya bekerja, jadi dia akan menyibukkan diri dengan kelas memasak dan kelas ibu hamil.

Tidak lama setelah Sophia mengirim pesan, ponselnya kembali berbunyi. Bukan bunyi pesan masuk, melainkan bunyi panggilan masuk.

"Hallo, Aurin. Ada apa?"

"Apa kau yakin tidak akan menerima pekerjaan ini?"

Sophia mengangguk. "Ya, sudah kubilang aku akan ikut kelas memasak."

"Pikirkan baik-baik," ucap Aurin penuh penekanan.

Sophia berdecak. "Aku yakin, Edmund tidak mengizinkanku bekerja."

"Lalu bagaimana kau akan hidup setelah kau berpisah dengan suamimu?"

Sophia terdiam. "Apa maksudmu?"

"Bukankah kau bilang kalian akan bercerai ketika bayi yang kau kandung itu lahir. Lalu setelah itu bagaimana? Mantan suamimu tidak akan membiayai hidupmu sepaniang sisa hidupnya 'kan?"

Sophia terdiam seketika, dia berusaha mengatur napasnya saat rasa mual tiba-tiba datang kembali. Mendengar ucapan Aurin membuat kepala Sophia terasa sakit, dia memijit kepalanya dengan pelan. Jantung Sophia berdetak lebih kencang, bukan karena bahagia, melainkan takut jika hal itu benar-benar terjadi.

"Apa kau mendengarku, Sophia?"

"Ya, maaf. Aku mendengarmu," ucap Sophia mengusap wajahnya kasar.

"Bagaimana? Apa kau akan menerima pekerjaan itu?"

"Aku akan menghubungimu lagi nanti, Aurin."

Sophia melempar ponsel ke atas kasur. Dia berlari ke kamar mandi dan kembali mengeluarkan sarapan yang ia makan. Sophia membasuh wajah dan menatap pantulan dirinya sendiri dalam cermin.

Air mata Sophia jatuh begitu saja ketika mengingat ucapan Aurin. Apalagi ketika membayangkan hal itu terjadi. Perut Sophia kembali bergejolak, dia memuntahkan cairan bening itu dengan air mata yang berjatuhan.

***

Love,

ig : @Alzena2108