Chereads / I am No King / Chapter 161 - Arc 5 Ch 10,5 - Agen Lapangan

Chapter 161 - Arc 5 Ch 10,5 - Agen Lapangan

"Sesuai informasi. Delapan truk dengan logo kerajaan sedang menuju ke sini."

"Bagus! Semuanya bersiap!"

Aku tidak bisa menahan senyum. Akhirnya! Akhirnya semua hutangku akan lunas setelah ini! Bukan hanya aku. Semua orang di sini tersenyum. Mereka pasti berpikiran sama denganku.

Akhirnya truk yang kami nanti datang. Dan, truk-truk itu pun berhenti, mengecek ban yang bocor karena paku yang kami sebar.

"Sekarang! Serang!"

"OOHHH!!!!"

Dengan pistol dan pisau, semua orang muncul bersamaan dari kegelapan, menyerbu truk yang berhenti dan menepi.

"Apa?"

Aku membidik dan menembak kaki petugas. Hahaha, akhirnya wajib militer yang diberlakukan oleh kerajaan ini berguna juga dalam hidupku.

Sementara beberapa orang melumpuhkan penjaga yang keluar, sisanya menahan pintu dan masuk ke kursi pengemudi. Dalam waktu singkat, kami berhasil melumpuhkan semua truk logistik dan mengikat petugas dan sopir.

Kami mengganti ban truk dan pergi meninggalkan petugas dan sopir di tengah antah berantah. Beberapa orang menaiki truk, sisanya mengambil kendaraan pribadi yang disembunyikan agak jauh dari jalan.

"Bos, informan itu sudah ada di tempat yang disepakati."

"Untunglah."

Aku menghentikan truk dan menepi. Di seberang, semua kendaraan pribadi yang mengikuti keluar jalan dan berhenti. Ketika keluar dari truk dan melihat jajaran kendaraan yang terparkir, aku baru menyadari kalau jumlah kami sangat banyak. Ah, itu tidak penting. Yang penting adalah uangnya.

Aku berjalan ke depan, ke satu orang yang berdiri di samping mobil SUV.

"Tampaknya kalian sudah berhasil. Boleh rekanku mengecek isi truk?"

"Silakan."

Satu orang keluar dari mobil. Dia membawa sebuah komputer dan berjalan ke belakang truk. Entah apa yang dia lakukan, truk ini yang terkunci dengan kata sandi bisa terbuka.

"Bagaimana?"

"Sesuai! 6 Truk berisi makanan, minuman, dan barang elektronik. Sisa 2 truk berisi senjata dan perlengkapan militer yang kita butuhkan."

"Bagus!" Laki-laki di depan mengalihkan pembicaraan padaku. "Sesuai perjanjian, kami akan mengambil truk yang berisi senjata dan perlengkapan militer. Seluruh uang yang kujanjikan sudah ada di dalam mobil ini. Silakan diperiksa."

Aku mengangguk dan membuka semua pintu. di dalam mobil, terdapat puluhan koper. Aku menghitung jumlah koper dan lalu menghitung jumlah orang yang datang. Sama!

Aku keluar mobil dan mengangguk. Ketika melihatku mengangguk, semua orang langsung bersorak.

"YEAH!"

Mereka semua berbahagia. Bukan hanya mereka. Aku pun juga demikian. Akhirnya, dengan begini, semua hutangku akan lunas.

Sebenarnya, aku sedikit khawatir kalau informan ini berbohong dan hanya ingin menjebak kami. Kalau informan ini bekerja sama dengan pasar gelap, tidak kaget kalau mereka menjebak lalu menjual organ kami. Namun, untunglah, ternyata kesepakatan ini tidak palsu.

"Baik. Terima kasih sudah berbisnis dengan–"

"Maaf,"

Tiba-tiba saja ada orang yang menyelaku dari kerumunan. Bukan hanya aku, semua orang melihat ke sumber suara. Aku tidak mengenalnya, tentu saja. Maksudku, kami semua dikumpulkan oleh informan ini dan diberi pistol. Jadi, hanya informan ini yang tahu sosok semua orang di sini.

"Ada apa?"

"Bolehkah kami hanya menjual satu truk senjata?"

"Apa?"

"Hei! Yang benar saja!"

"Kalau begitu, uangnya akan berkurang setengahnya!"

Semua orang terkejut dengan permintaan laki-laki itu. Aku pun juga terkejut! Tidak hanya terkejut! Aku juga berteriak!

"Tolong diam." Informan mengangkat tangan. "Maaf, pak. Tapi kesepakatannya adalah 2 truk senjata ini milik kami."

"Iya, aku tahu kesepakatannya. Namun, setelah ini, kepolisian pasti akan bergerak. Dan, kalau menjadi buronan, kami butuh senjata untuk membela diri. Kami tidak mau ditahan begitu saja setelah hutang kami lunas."

"Ahh, iya juga ya."

"Ah, aku tidak kepikiran sampai situ."

Iya. Laki-laki itu benar. Setelah ini, polisi pasti akan bergerak. Tinggal tunggu waktu saja sebelum wajah kami terpampang sebagai buronan.

"Walaupun memiliki senjata dan melawan polisi, kalian tetap jadi buronan."

"Setidaknya kami bisa membela diri."

"Iya, dia benar. Setidaknya kami bisa membela diri."

"Benar!"

Aku menoleh ke informan. Dia menggaruk dagu, tampak kebingungan.

"Tapi ... aku sudah berjanji akan mengantarkan dua truk senjata malam ini juga."

"Bagaimana kalu begini," aku masuk. Kemampuanku sebagai sales seharusnya bisa digunakan. "Malam ini Anda cukup bawa 1 truk senjata. Kalau Anda bersedia, kami akan melakukan serangan lagi di lain waktu. Dan saat itu Anda bisa mengambil truk senjatanya dengan setengah harga."

"Setengah harga ya ...."

Informan ini masih menggaruk dagu. Tampaknya, tawaranku masih belum cukup.

"A–"

"Sebentar, biar aku konsultasikan dengan bos."

Informan mengambil handphone dan membuat panggilan. Dia berjalan mondar-mandir dengan tubuh yang membungkuk. Tampaknya informan ini benar-benar takut pada bosnya.

Informan menoleh. "Bos minta seperempat harga."

"Seperempat ya ...."

Aku berhenti sejenak, berpikir. Kalau sekali menyerang kami bisa mendapatkan dua truk senjata, maka butuh dua kali serangan lagi untuk bisa mengganti truk senjata kali ini. Namun, kami tidak tahu kapan bisa melakukan serangan ini lagi.

"Bagaimana kalau –"

"Aku sarankan kalian tidak menawar lagi." Informan menyela dengan tangan menutup mikrofon handphone. "Bosku bukanlah orang yang sabar. Bahkan, aku terkejut dia mau melepaskan truk ini untuk seperempat harga."

"Tapi," aku tidak boleh kalah. "Masalahnya, kami tidak tahu kapan bisa melakukan serangan lagi. Kami bahkan tidak tahu jadwal truknya."

"Kalau hanya jadwal, aku bisa memberi kalian informasi lagi."

"Hei, boleh aku bicara lagi?"

Laki-laki yang menyarankan agar kami mengambil senjata kembali meminta izin.

"Silakan."

"Kalau aku boleh tahu, berapa kali truk senjata lewat dalam seminggu?"

"Normalnya hanya sekali sebulan. Namun, karena kita dalam keadaan perang, sekali seminggu."

"Kalau begitu, bagaimana kalau begini. Sepertiga harga ditambah truk yang lain, entah makanan atau elektronik."

"Sudah kubilang–"

"Sebagai gantinya, kau tidak perlu menghubungi kami satu persatu. Biar kami sendiri yang melakukan organisir dan komunikasi. Yang perlu kau lakukan hanya memberi informasi itu pada beberapa orang lalu tentukan tempat pertukaran. Kau tidak perlu repot mengumpulkan dan memberi penjelasan pada kami semua. Kau hanya terima jadi."

"Hmm ...." informan kembali menggaruk dagu. "Jujur, aku sudah tidak berani negosiasi dengan bosku. Namun, kalau kalian sudah bilang akan organisir sendiri, yang akan meringankan pekerjaan, maka aku akan setuju. Aku akan bilang pada bos kalau kalian terima seperempat. Kekurangannya akan aku ambil dari truk yang lain seperti yang kau sarankan. Sudah, ya? Sepakat?"

"Bagaimana, bos?"

Laki-laki itu menoleh ke arahku. Bukan hanya laki-laki itu, semua orang menoleh ke arahku.

Kenapa semuanya melihatku? Aku bukan bos kalian. Aku hanya orang yang berusaha melunasi hutang. Namun, aku tidak yakin mereka akan mendengar ucapanku. Dengan terpaksa, aku pun mengambil posisi bos.

"Baiklah, kami terima kesepakatan itu."

Bersambung