[Berita petang. Kerajaan Nina mengalami peningkatan kriminalitas dalam dua minggu terakhir. Dibandingkan Kerajaan Bana'an dan Mariander yang juga terlibat dalam peperangan, Kerajaan Nina mengalami peningkatan yang paling tinggi disusul dengan Kerajaan Mariander. Di lain pihak, Kerajaan Bana'an tidak melaporkan adanya peningkatan kriminalitas.
[Kondisi Kerajaan Nina semakin mencekam ketika Feodal Lord setempat memberlakukan jam malam efektif mulai kemarin. Bagi warga yang tidak memiliki izin tertulis dari pemerintah, mereka akan ditahan dan dibawa ke kantor kepolisian terdekat. Hal ini menunjukkan kondisi keamanan Kerajaan Nina relatif lebih buruk dibanding Kerajaan Mariander yang belum menerapkan jam malam.]
Suara televisi menggema di dalam ruang kerja yang hanya diisi oleh diriku seorang.
Dengan memberlakukan jam malam, angka kriminalitas Kerajaan Nina bisa ditekan. Bahkan, bukan tidak mungkin angka kriminalitas akan kembali seperti sedia kala. Sudah saatnya melanjutkan rencana ke fase selanjutnya. Kalau tidak, kelompok militan yang sudah kami bentuk akan hilang.
Dengan handphone candybar di tangan kanan, aku memberi instruksi pada Yuan mengenai skenario dan rencana alternatif. Pada dasarnya, kalau kelompok militan bisa terus bergerak, tidak perlu pergantian rencana. Namun, kalau sudah ada serangan balik dari militer atau kepolisian setempat yang membahayakan, ganti ke rencana alternatif. Wewenang untuk memilih rencana alternatif diberikan pada agen lapangan yang bertugas.
"Jadi, ada pertanyaan, Yuan?"
[Ya, ada.]
"Apa itu?"
[Apa Emir dan Inanna sudah hamil juga?]
"...."
[Gin?]
"Aku anggap tidak ada pertanyaan. Terima kasih, Yuan."
Aku memutus panggilan dan memasukkan handphone ke dalam saku. Ah, dasar Yuan. Aneh-aneh saja pertanyaannya. Kamu tidak tahu apa aku sedang mengalami dilema gara-gara Ibu Amana. Ah!
Aku masih di Anshan, tentu saja. Ruang kerja yang aku maksud disiapkan oleh Lord Susa. Ruang kerja ini berada di salah satu gedung pribadi milik Lord Susa. Bukan hanya ruang kerja, dia juga memberi kami rumah untuk ditempati sementara waktu. Feodal Lord Peer dan Ursia sudah kembali ke wilayah masing-masing. Mereka bilang ingin memastikan tidak ada pemberontakan yang muncul.
Aku sudah berjanji tidak akan menyulut pemberontakan di wilayah Ursia dan Peer. Namun, ternyata kekhawatiran mereka bukanlah intelijen Bana'an, tapi anggota keluarga. Mereka khawatir ada anggota keluarga yang tidak terima atas pendudukan oleh Bana'an. Kemungkinan lain adalah putri dan putra yang seharusnya menjadi feodal lord tidak terima karena sudah dilangkahi.
Bagi sebagian orang, mereka tidak akan peduli dengan semua itu selama masih bisa hidup mewah dan foya-foya. Namun, bagi sebagian orang, kemewahan dan foya-foya tidaklah cukup. Mereka juga menginginkan takhta. Kalau dibiarkan, bukan tidak mungkin wilayah Peer dan Ursia pecah menjadi wilayah-wilayah kecil.
Untuk berjaga-jaga, aku menyewa mercenary dari kelompok Jin untuk menjaga Feodal Lord yang baru ditunjuk. Lalu, intelijen Bana'an juga akan memberi informasi pada mereka mengenai pergerakan anggota keluarga.
Di lain pihak, aku penasaran dengan Kerajaan Mariander yang belum menerapkan jam malam. Secara stabilitas kerajaan, seharusnya, Mariander lebih buruk daripada kerajaan Nina karena pemberontakan sudah mendapat dukungan dari beberapa bangsawan. Di satu sisi, aku khawatir. Di lain sisi, aku tidak terlalu peduli. Selama pemberontak menang dan Etana tidak melaporkan masalah, aku anggap pemberontakan mereka lancar.
Oke, sudah sore. Waktunya pulang.
Aku mengunci pintu kantor dan pulang. Di dalam ruanganku sebenarnya, tidak ada barang atau dokumen penting. Semua dokumen sudah disimpan dalam bentuk elektronik dan aku bawa setiap saat di dalam flash drive. Jadi, aku mengunci pintu hanyalah formalitas.
"Ayo, Gin."
Ketika keluar gedung, sebuah mobil SUV yang dikendarai oleh perempuan berkulit sawo matang, Lord Susa, sudah menunggu. Setelah memasukkan peti arsenal ke tengah, kami berdua pun pergi, meninggalkan gedung.
"Rencanamu tampaknya berjalan mulus, Gin."
"Ya, mulus. Bahkan, kalau boleh jujur, terlalu mulus. Aku merasa ada pihak lain yang ikut menunggangi momen ini."
"Tapi kamu tampak tidak peduli."
"Yah, aku tidak peduli selama tujuanku terpenuhi."
"Hahaha, aku beruntung kamu bukan musuh."
Tidak. Aku tidak selingkuh. Usia kehamilan Rina sudah memasuki bulan kedua. Meski belum signifikan, aku sudah bisa melihat perutnya sudah membesar. Jadi, aku melarang dia untuk bekerja. Emir dan Inanna pun aku perintahkan untuk bersama Rina, menjaganya. Pada awalnya, mereka protes. Setidaknya Emir atau Inanna perlu berada bersamaku, berjaga-jaga kalau ada serangan.
Meski aku bilang tidak butuh penjagaan, ketiga istriku menolak. Mereka bersikeras. Di saat itu, Lord Susa, yang melihat kami berselisih, memberi saran. Dia akan menjagaku sebagai ganti mereka menjaga dan membolehkan Maru menetap di rumah. Oleh sebab itu, kini, setiap hari Lord Susa menjemput dan mengantarku pulang.
"Lord Susa, menurutmu, apakah Kerajaan Nina bisa beralih dari monarki-oligarki ke demokrasi?"
"Demokrasi? Tentu saja tidak mungkin." Lord Susa menolak. "Memang ada banyak lulusan perguruan tinggi hukum dan politik, tapi, pada akhirnya, mereka hanya belajar teori. Secara praktik, pemerintahan masih dipegang oleh Feodal Lord dan bangsawan-bangsawan. Kalau mau melakukan peralihan, yang paling realistis adalah ke aristokrasi."
"Yap, sudah kuduga."
"Apakah kamu penganut demokrasi, Gin?"
"Tidak. Jujur, alu lebih condong ke aristokrasi." Aku menolak Lord Susa. "Secara teori, demokrasi adalah sistem yang paling bagus karena memperhitungkan suara rakyat langsung. Secara praktik, ini adalah hal yang kontradiksi. Tidak semua rakyat memiliki pengetahuan, kesiapan, atau kemauan untuk berpartisipasi dalam politik terbuka."
"Untunglah, Gin. Dengan demikian, aku tidak perlu berdebat denganmu panjang lebar."
Sepanjang perjalanan, kami mengobrol tanpa arah. Sesekali, kami mendengarkan radio, mencari tahu berita tentang kenaikan tingkat kriminalitas. Bahkan, baru saja, ada berita yang menyatakan kemunculan kelompok pertama yang mendeklarasikan sebagai pemberontak. Kelompok ini mengirim pesan radio ke semua saluran, meminta bantuan pada Militer Bana'an.
Siaran ini, tentu saja, tidak akan terdengar kalau menggunakan jalur komunikasi Kerajaan Nina. Kami bisa mendengarnya karena jalur komunikasi Anshan sudah tersambung ke Bana'an. Selain Anshan, Peer, dan Ursia, empat wilayah lain sudah tersambung ke Bana'an. Secara geografi, 9 wilayah ini masih di bawah Kerajaan Nina. Namun, secara praktik, semua wilayah ini sudah menjadi bagian dari Bana'an.
"Jadi, sudah setengah jalan dari kantor ke rumah sementaraku. Sampai kapan kamu mau bersembunyi, Ira?"
"Kalau tuan Lugalgin sudah tahu sejak awal, kenapa baru sekarang memanggil?"
Aku menoleh, melihat Ira yang berpindah dari kursi belakang ke tengah. Dia tidak mengenakan pakaian berkibar ala pelayan, tapi pakaian kasual dengan parka.
"Well, aku berharap kamu yang mau muncul sendiri, Ira. Dan," aku menoleh ke Lord Susa. "Jangan khawatir, Lord Susa, aku tidak akan menganggapmu sebagai pengkhianat."
"Untunglah ...." Lord Susa menghembus napas panjang. "Di satu sisi, aku takut mengkhianatimu. Di sisi lain, aku juga tidak punya kemampuan untuk menghadapi Ira."
"Well, alasan aku tidak menganggapmu pengkhianat bukan karena itu sih. Tapi, karena Ira bukanlah musuh."
"Bukan ... musuh?"
"Mata ke jalan!"
Hampir saja Lord Susa menoleh ke arahku. Namun, aku tidak mau mati gara-gara kecelakaan. Kan tidak lucu aku yang bisa bertahan hidup dari serangan militer tapi malah tewas karena kecelakaan! Aku memiringkan badan, sesekali melihat Ira sambil memastikan Lord Susa melihat ke jalan.
"Jadi, Ira, apa yang ingin kamu bicarakan?"
"Sebelumnya, aku ingin mengucapkan selamat, Tuan Lugalgin. Tampaknya, rencanamu berjalan mulus. Hanya tinggal menunggu waktu sebelum mayoritas wilayah menyatakan dukungan pada Tuan Putri Rina."
Yap, hanya tinggal menunggu waktu.
"Lalu?"
"Yang Mulia Paduka Ratu mulai stres. Kini, Yang Mulia Paduka Ratu sering membentak orang di istana."
"Menurutmu, orang-orang istana memercayainya?"
"Ya, orang istana mulai memercayainya. Bahkan, orang-orang di istana sudah mulai takut menemui Yang Mulia Paduka Ratu."
"Begitu ya. Jadi, dia ingin Rina disambut ya."
"Benar sekali ...."
"Tunggu dulu! Apa –"
"Mata ke jalan!"
Kali ini aku harus memegang pelipis Lord Susa, memaksa matanya tetap fokus berkendara.
"Sederhananya, Lord Susa, Ratu Amana sudah merencanakan ini semua."
"Hah?"
"Lalu, Ira," aku menoleh ke belakang. "Kenapa kamu di sini?"
"Untuk memperkuat kesan kalau orang istana sudah tidak tahan dengan kelakuan Yang Mulia Paduka Ratu, aku diperintahkan untuk pulang kampung, atau pergi kemana pun yang aku mau."
"Yang kamu mau?"
"Namun, Yang Mulia Paduka Ratu memintaku untuk tidak menemui Tuan Putri Rina. Hanya ini permintaan Yang Mulia Paduka Ratu."
Tidak! Ibu Amana tidak bodoh. Dia juga pasti tahu kalau Ira akan menghubungiku bukan Rina. Menurutku, Ibu Amana membiarkan Ira pergi karena semua rencana sudah berjalan. Tidak ada yang bisa mencegah kejatuhan pemerintahan Ibu Amana, berbeda dengan sebelumnya. Dan, saat ini, secara tidak langsung Ibu Amana sudah mengizinkanku untuk mendengar cerita lengkapnya.
Aku membuka smartphone dan membuat panggilan. Aku menelepon Emir dan mengatakan ada informasi mengenai wilayah lain yang ingin mendeklarasikan dukungan pada Rina. Jadi, aku dan Lord Susa mungkin akan berada di kantor sedikit lama.
Sebenarnya aku ingin menelepon Inanna dan mengatakan ada Ira. Namun, aku mengurungkan niatku, mengingat keahlian Inanna untuk berbohong masih di bawah Rina. Inanna akan ketahuan berbohong dalam waktu singkat.
Bahkan, hingga saat ini, Inanna memilih untuk menghindar ketika Rina atau Emir membawa topik mengenai Ibu Amana. Aku meyakinkan Rina dan Emir kalau Inanna tidak nyaman karena dia adalah satu-satunya dari ketiga istriku yang dibesarkan dengan kasih sayang oleh ibunya.
Rina terkadang curiga pada ucapanku. Namun, tampaknya, aku masih lebih ahli berbohong dari Rina. Jadi, dia hanya bisa mengabaikannya. Di lain pihak, Emir memercayai semua ucapanku begitu saja selama berhubungan dengan keburukan Ibu Amana. Jadi, memanggil Emir adalah pilihan yang tepat.
"Kita bisa berputar-putar sedikit. Jadi, Ira, tolong ceritakan kamu tahu mengenai Tera, Rina, dan Ibu Amana."
"Lengkap?"
"Tidak perlu. Setidaknya, yang belum diceritakan oleh Ibu Amana saja."
"Baiklah."
"Hei! Hei! Tunggu dulu!" Lord Susa menyela. "Kalian yakin mau membicarakannya di depanku? Ini rahasia kerajaan, kan?"
Aku mengangguk. "Kamu tidak mau mendengarnya?"
"Itu ... jujur, aku bingung. Di satu sisi, aku ingin mendengar rahasia dibalik semua kekacauan ini. Di lain pihak, aku tidak yakin perasaanku bisa menerimanya."
Aku terdiam, pandangan terpaku ke Lord Susa. Jujur, untuk seorang Feodal Lord, yang setara bangsawan, Lord Susa bisa dibilang aneh. Bangsawan normal tidak akan pernah peduli dengan perasaan bersalah. Bahkan, tidak sedikit bangsawan yang mengabaikan rakyat demi kepentingan pribadi.
"... tuan Lugalgin, ada alasan kenapa aku mendatangi Lord Susa. Karena beliau adalah satu dari sedikit Feodal Lord yang masih memiliki hati nurani."
"Oke." Aku menerima alasan Ira. "Jadi, Lord Susa, kamu mau mendengarkan percakapan kami atau tidak?"
***
Lord Susa memilih untuk berhenti di taman dan lalu keluar. Dia ingin di luar, makan camilan sambil minum sementara aku berbicara dengan Ira. Setelah peti arsenal dipindah ke belakang, aku duduk di tengah bersama Ira.
Aku tidak menyalahkan Lord Susa yang tidak mau mendengarkan cerita ini. Terkadang, ketidaktahuan adalah berkah.
"Jadi, begini ceritanya."
Ira memberi penjelasan yang, bisa dibilang, tidak terlalu panjang. Dan, sekali lagi, ini berhubungan dengan keluarga Alhold.
Keluarga Silant masih keturunan keluarga Alhold. Jadi, mereka masih memiliki sifat tidak mau menjadi pusat perhatian seperti bangsawan, pemimpin kerajaan, dsb. Namun, yang membedakan adalah, keluarga Silant lebih berperikemanusiaan dibanding keluarga utama.
Di masa lalu, mungkin benar keluarga utama adalah yang menyebabkan epidemi. Dan, kemungkinan, keluarga utama juga menghilang untuk menolong orang-orang terdampak epidemi dari balik layar. Keluarga utama pasti tahu risiko dan kemungkinan obat yang mereka kembangkan tersebar menjadi penyakit. Namun, kenapa keluarga utama masih melakukannya? Karena keinginan mereka untuk melepaskan jabatan sebagai keluarga kerajaan jauh lebih besar.
Jika seandainya keluarga Silant yang menjadi pemimpin, bisa dipastikan, epidemi tidak akan pernah terjadi. Mereka lebih memilih untuk menjadi pemimpin kerajaan daripada mengorbankan masyarakat. Hal ini, mungkin, baik untuk kerajaan. Namun, hal ini justru menyiksa Raja atau Ratu yang bersangkutan, dipaksa melakukan sesuatu yang mereka benci untuk seumur hidupnya.
Kalau menggunakan masa laluku sebagai acuan, sederhananya, keluarga Silant tidak akan pernah membantai Keluarga Cleinhad karena khawatir pada efek berantai setelahnya. Di lain pihak, keluarga utama, sepertiku, lebih mengutamakan kepentingan pribadi.
Aku setuju dengan ucapan Ira. Rina juga seperti itu. Kenapa aku bilang begitu? Saat ini, Rina sudah menikah dengan kepala intelijen sekaligus orang paling berpengaruh di pasar gelap Bana'an. Hanya dengan memintaku, Rina bisa menghancurkan seluruh kerajaan Nina dengan mudah.
Namun, Rina tidak pernah melakukannya. Sejak awal, Dia selalu berusaha melalui jalur diplomasi dan normal. Kalau aku pasti sudah menggunakan jalur ilegal. Sekarang aku paham aku dan Rina bisa membuat keputusan yang berbeda padahal jalan pemikiran kami relatif sama.
Kembali ke Rencana Ibu Amana. Rencana yang sebenarnya adalah pemecahan kerajaan Nina. Ibu Amana akan menyekap Tera dan mengirim Rina untuk meminta tolong padaku. Tentu saja, sebenarnya, sekapan itu hanyalah kebohongan, hanya pura-pura.
Lalu, setelah itu, Rina akan menikahiku. Dengan bantuanku, kami bisa menyelamatkan Tera. Kerajaan Nina akan terpecah antara yang mendukung Rina dan yang mendukung Ibu Amana. Ibu Amana akan membuat keputusan salah beberapa kali, yang membuat pihaknya kalah.
Ketika pihak Ibu Amana kalah, dia akan membebaskan seluruh wilayah Kerajaan Nina di bawahnya, memberikan mereka kemerdekaan. Feodal Lord yang mendukung Rina tentu saja tidak akan menerima keputusan Ibu Amana. Walaupun menang, mereka akan menuntut Ibu Amana dieksekusi penggal.
Tidak lama kemudian, para Feodal Lord yang di bawah Nina pasti meminta kemerdekaan, melepaskan dari kerajaan Nina. Selain dipicu oleh keputusan Ibu Amana yang memerdekakan wilayah, Rina juga menikahiku yang adalah orang luar kerajaan. Jadi, dengan kata lain, tidak ada keluarga Feodal Lord di belakang Rina. Ketika semua rencana berjalan, Rina akan hidup sebagai istri Lugalgin Alhold, sebagai rakyat biasa.
Namun, sayangnya, Tera mengatakan rencana itu hampir tidak mungkin berhasil. Rina, besar kemungkinan, tidak akan memimpin pergerakan demi perpecahan kerajaan. Rina hanya akan memintaku untuk menyelamatkan Tera. Hal ini tidak lepas dari sifat keluarga Silant yang masih memiliki hati nurani, takut menimbulkan korban jiwa banyak. Bahkan, Tera melihat Ibu Amana ragu.
Oleh karena itu, Tera membuat rencana baru. Dia meminum racun yang mengharuskannya mengonsumsi obat penawar secara rutin lalu pergi menemuiku. Dia meninggalkan pesan pada Ibu Amana mengenai rencana baru yang dibuat. Dan, rencana yang dibuat Tera, berjalan dengan lancar hingga titik ini.
Dengan kata lain, Tera bunuh diri demi menumbuhkan kebencian Rina pada Ibu Amana, agar kejatuhan Kerajaan Nina menjadi pasti. Lalu, Ibu Amana yang putus asa, akhirnya ikut meminum racun itu. Jadi, sampai sekarang, setiap 24 jam Ibu Amana butuh penawar.
"Itu adalah cerita lengkapnya."
"FUCK! BRENGSEK!" Aku berteriak kesal dan memukul kursi mobil. "Pura-pura jadi orang jahat? Apanya! Mereka hanya orang bodoh! Mereka semua hanyalah orang egois yang tidak berhenti dan menanyakan pendapat keluarga mereka sendiri! Dasar bodoh!"
Aku melampiaskan semua kekesalanku. Jadi, sebagian cerita yang diberikan oleh Tera adalah palsu. Dia benar-benar tahu cara berbohong. Dengan mencampur kebohongan dengan fakta, orang akan menganggap semuanya fakta. Jadi ini alasan kenapa aku merasa ada yang janggal dari cerita Tera. Di saat ini, aku jadi teringat ucapan Tera yang mengatakan kalau dia egois.
FUCK!
"Tera bodoh! Kalau dia mau membicarakan rencana ibu Amana denganku, aku bisa memastikan rencananya berjalan sampai akhir. Atau kalau Ibu Amana atau Tera mau menceritakannya pada Rina dan Rina menyampaikannya padaku, aku pasti akan mencari cara agar mereka tidak perlu jadi keluarga kerajaan tanpa seorang pun dari mereka bertiga tewas."
Ya. Kalau menggunakan rencana asli Ibu Amana, di akhir, aku bisa menukarnya dengan kriminal yang wajahnya diganti, seperti Mulisu menggantikan Permaisuri Rahayu.
"Apa kalian tahu betapa sedihnya Rina ketika Tera tewas di pelukannya malam itu? Apa kalian tahu bagaimana Rina histeris setiap malam, memanggil nama Tera? Sial!"
Ira tidak memberi respons sedikit pun. Dia hanya duduk, terdiam, mendengarkanku yang terus dan terus melempar sumpah serapah.
"Kenapa harus menggunakan rencana yang berbelit-belit seperti ini? Kenapa kalian tidak umumkan saja akan ada transisi pemerintahan dari kerajaan ke aristokrasi atau republik atau yang lainnya? Kenapa?"
"Tuan Lugalgin."
"Hah?"
Tiba-tiba saja Ira menyodorkan tisu ke arahku. Saking termakan oleh emosi, aku bahkan tidak sadar kalau pandanganku sudah buram dan berkaca-kaca. Kalau Ira tidak menyodorkan tisu, mungkin aku tidak akan sadar kalau sudah menangis.
"Terima kasih, Ira."
Aku mengambil tisu dan mengusap air mataku. Dengan sebuah napas panjang. Aku berusaha menenangkan pikiranku. Tera, Ibu Amana, kenapa kalian begitu egois? Tidakkah kalian tahu yang menanggung semua ini adalah Rina? Kenapa?
Namun, percuma aku bertanya-tanya. Nyawa yang hilang tidak bisa kembali. Kondisi ibu Amana yang berada di ambang kematian oleh racun juga tidak bisa diubah.
"Jadi, setelah ini, apa yang akan kamu lakukan, Ira?"
Aku mencoba membawa topik baru sambil meredam kemarahan dan kesedihan yang bercampur aduk.
"Jujur, aku sendiri bingung." Ira menjawab. "Sejak lahir, aku telah dilatih untuk melayani, menjaga, dan memberikan kesetiaan pada Yang Mulia Paduka Ratu dan keluarganya. Ketika diberi kebebasan untuk pergi, aku tidak tahu harus melakukan apa."
"Keluargamu? Apa mereka tahu soal rencana Ibu Amana"
"Suamiku sudah tahu. Jadi, sementara aku masih menjadi pelayan, suamiku akan mencoba mengalihkan keinginan putra putri kami. Yah, suamiku sendiri adalah pelayan istana, jadi dia juga kesulitan."
"Jadi, apa kamu berharap aku memberimu jalan keluar? Yang setidaknya bisa memberi akhir yang tidak terlalu tragis untuk Ibu Amana dan Rina?"
"Menurutmu kenapa dari tadi aku memanggilmu Tuan?"
Oh, jadi itu alasannya. Sebenarnya aku tidak ada rencana khusus dengan Kerajaan Nina. Aku masih menunggu keputusan Rina setelah semua urusan ini selesai. Namun, setelah mendengar cerita Ira, aku tidak bisa mengabaikannya begitu saja. Bukan hanya itu, aku pun harus mengubah rencanaku. Aku harus lebih aktif lagi.
"Ira, aku membutuhkan kerja samamu."
Bersambung