Chereads / I am No King / Chapter 163 - Arc 5 Ch 12 - Rencana Dimulai

Chapter 163 - Arc 5 Ch 12 - Rencana Dimulai

"Pinggang terlalu kecil."

"Dada terlalu besar."

"Terlalu pendek."

"Terlalu tinggi."

Sudah satu setengah jam aku menemani perempuan berambut coklat dikepang ini. Kemarin lusa, Lugalgin menelepon agar aku bersiap menerima pelayan istana Kerajaan Nina. Tanpa memberi kesempatan bertanya, Lugalgin mengirim file laporan berisi rencana dan skenario yang dia buat. Bukan hanya itu! Dia juga menulis mengenai semua yang terjadi di balik layar Kerajaan Nina.

Keterkejutanku tidak mampu ditahan setelah membaca laporan lengkap dari Lugalgin. Di satu sisi, aku merasa kesal. Hanya karena ingin melepas status keluarga kerajaan, mereka rela mendeklarasikan perang? Apa mereka tidak berpikir berapa banyak korban jiwa yang jatuh? Berapa banyak orang yang terpaksa evakuasi?

Kalau benar Keluarga Silant adalah memiliki satu leluhur dengan Lugalgin, dan jika mereka memiliki sifat sama, aku terpaksa maklum. Melihat Lugalgin dan keluarga kerajaan Nina, beserta Kerajaan Kish, sangat jelas kalau kamu tidak bisa memberikan posisi atau tugas pada seseorang hanya karena dia berbakat. Perlu ada kemauan dari pihak yang bersangkutan. Kalau tidak, efeknya akan merambah kemana-mana.

Di lain pihak, aku juga merasa iba. Ratu Amana dan Tera melakukan sesuatu dengan tujuan baik, demi kebahagiaan Rina. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Hanya karena tidak ada komunikasi, kini baik Ratu Amana maupun Rina berada pada kondisi putus asa dan depresi. Seandainya saja mereka mengomunikasikannya, semua ini pasti bisa dihindari.

Nasi sudah menjadi bubur. Tidak ada guna menyesali apa yang sudah terjadi. Kini, yang bisa kami lakukan, hanyalah memastikan efeknya berada pada titik minimal. Untuk itu, aku menemani Ira menjelajahi sel tahanan. Kami mencari kriminal dengan hukuman mati atau seumur hidup yang fitur tubuhnya mirip dengan Ratu Amana. Pendek cerita, orang itu akan menggantikan Ratu Amana, seperti aku menggantikan Permaisuri Rahayu.

"Jadi lantai ini tidak ada juga, ya?"

Ira menggeleng.

"Kalau begitu, mari kita ke lantai bawah lagi."

"Maaf merepotkan, Yang Mulia Permaisuri Rahayu."

Aku sudah mengganti identitas dan namaku berkali-kali ketika aktif di pasar gelap. Jadi, aku tidak terkejut walaupun dipanggil dengan nama orang lain.

Dengan penuh usaha, aku berdiri. Begitu aku berdiri, satu orang mengambil dan membawa kursi lipat yang baru kugunakan. Orang yang membawa kursi lipat adalah satu dari dua anggota Agade yang merangkap sebagai agen schneider. Selain menuntun dan mengurus semua formalitas, mereka juga bergantian membawakan kursiku.

Di bawah rok besar ini, aku mengenakan celana ketat yang telah dicampur dengan kabel tembaga. Dengan cara ini, aku bisa menggerakkan kaki. Namun, sayangnya, sulit bagiku untuk bisa mengendalikan benda tipis seperti kabel tembaga.

Untuk orang sepertiku, jauh lebih mudah mengendalikan rangka logam daripada kabel. Sebagai efeknya, aku menghabiskan lebih banyak stamina dan konsentrasi ketika berjalan sebagai Permaisuri Rahayu dibanding Mulisu. Aku tentu saja tidak bisa mengenakan rangka logam. Akan merepotkan kalau suara logam terdengar ketika aku berjalan. Pelayan istana atau orang bisa curiga.

Ah! Setelah perang ini berakhir, aku harus segera membuat skenario kecelakaan dan lumpuh. Dengan demikian, aku memiliki alasan untuk kembali mengenakan rangka padat, bukan kabel.

"Jadi, apa ini artinya kamu setuju dengan rencana Lugalgin?"

"Benar. Saya setuju dengan rencana Tuan Lugalgin."

Ujung bibirku sedikit kaku, menahan agar tidak tertawa. Sejak awal bertemu, Ira selalu memanggil Lugalgin dengan sebutan Tuan.

"Sejak awal, Yang Mulia Permaisuri Rahayu selalu menahan tawa ketika saya menyebut Tuan Lugalgin. Apakah saya boleh tahu alasannya?"

"Ah, kenapa ya? Aku tidak terlalu yakin. Untukku yang sudah mengenal Lugalgin selama beberapa tahun, terasa lucu saja ketika dia dipanggil Tuan. Lugalgin adalah orang yang anti bangsawan, tapi, kini dia mendapat panggilan Tuan, seolah dia telah menjadi bangsawan. Mungkin aku mendapatinya ironis dan lucu? Yah, mungkin seperti itu."

Sambil menjawab pertanyaan Ira, aku masih terus menahan agar tawa tidak meledak dari mulut ini.

"Ah, begitu ya. Namun Tuan Lugalgin telah menikahi Tuan Putri Rina. Jadi, saya tidak bisa memanggil namanya begitu saja."

Benarkah? Entah kenapa, perasaanku mengatakan ada alasan lain dia memanggil Lugalgin dengan kata Tuan.

"Namun, kalau boleh jujur, saya setengah terkejut dengan Kerajaan Bana'an."

"Kenapa?"

"Saya sama sekali tidak menyangka Kerajaan Bana'an tampak tidak asing dengan metode ini, mengorbankan kriminal. Saya mengira hanya Kerajaan Nina yang menggunakan metode ini."

"Yah, aku juga setengah terkejut."

Kriminal dengan hukuman mati atau seumur hidup kerajaan Bana'an ditahan di satu rumah tahanan khusus, tidak jauh dari kompleks istana. Tidak satu pun anggota intelijen atau bangsawan yang tahu kenapa rumah tahanan khusus ini terletak tidak jauh dari kompleks istana. Mungkin yang tahu hanya keluarga Cleinhad dan Fahren. Namun, karena mereka sudah tiada, semua orang hanya bisa menduga.

Menurutku, lokasi yang tidak terlalu jauh ini demi memudahkan pencarian kriminal sebagai dobel, seperti yang saat ini kami lakukan. Dengan kata lain, intelijen dan raja Bana'an, mungkin, telah mempraktikkan penggantian identitas ini sejak zaman dahulu kala. Setidaknya kami beruntung karena rumah tahanan khusus ini tidak dipisah. Jadi, kami tidak repot.

"Kalau Kerajaan Nina dan Bana'an saja menggunakannya, aku penasaran ada berapa banyak kerajaan dan negara lain yang juga menggunakan metode yang sama. Ira, apakah menurutmu metode ini normal?"

"... menurut saya metode ini adalah normal. Namun, mungkin, jawaban saya bias karena saya dibesarkan dengan pengetahuan ini."

Setelah sampai di lantai baru, Ira berjalan menelusuri lorong ditemani satu orang sementara aku duduk di dekat pintu masuk. Namun, sayangnya, kriminal di lantai ini juga tidak ada yang sesuai dengan proporsi Ratu Amana.

"Kalau boleh tahu, Ira, kenapa kamu mencari orang yang proporsi tubuhnya mirip dengan Ratu Amana? Maksudku, normalnya orang tidak terlalu peduli karena mereka akan dibunuh, kan?"

"Karena Tuan Putri Rina membenci Yang Mulia Paduka Ratu Amana."

"Karena Rina membencinya?"

Ira mengangguk. "Tuan Putri Rina yang membenci Yang Mulia Paduka Ratu pasti telah hafal semua fitur fisik beliau. Intinya, perlu usaha ekstra untuk mengelabui Tuan Putri Rina."

Ah, ya, aku paham. Memang, tanpa orang sadari, kebencian lebih mudah membuat orang memperhatikan pihak lain. Ketika membenci seseorang, pasti kamu akan memperhatikan segala sesuatu yang berhubungan seperti kebiasaan, fitur fisik, dsb. Sebagian besar mengatakan supaya bisa melancarkan balas dendam dengan lebih mudah. Namun, hingga kini, tidak ada alasan pasti.

"Tampaknya wanita ini cocok."

Di kejauhan, Ira berhenti di depan salah satu sel.

"Silakan, Permaisuri."

"Terima kasih."

Aku merasa bersalah karena agen ini harus membawa tab dan kursiku.

Aku menerima tab yang disodorkan dan melihat foto tahanan yang didatangi oleh Ira. Seorang perempuan paruh baya dengan rambut ... hitam? Bangsawan?

Perempuan paruh baya ini dulunya bangsawan yang dihukum penjara seumur hidup karena penggelapan dana besar-besaran. Penggelapan dana yang dilakukan membuat gelar bangsawan keluarganya diturunkan oleh Raja. Selain dihukum penjara seumur hidup, keluarganya juga resmi memutus tali hubungan.

Yang membuatku menyeringai adalah fakta kalau perempuan ini tidak memiliki keturunan. Selain itu, ada keuntungan lain. Keluarga bangsawan perempuan ini termasuk ke dalam keluarga bangsawan yang pergi "berlibur" ke luar Bana'an. Yah, mengingat mereka asal memutus tali hubungan keluarga, aku tidak akan terkejut kalau keluarganya bukanlah bangsawan baik-baik.

Tidak ada catatan orang yang menjenguknya juga selama beberapa tahun terakhir. Tanpa keluarga atau koneksi dengan siapa pun di luar penjara, tidak akan ada yang mencarinya kalaupun dia dijadikan dobel. Di saat ini, aku jadi penasaran apa yang membuat perempuan ini masih tetap hidup.

Sementara aku membaca keterangan di tab, Ira dan satu agen masuk ke dalam sel. Karena duduk di ujung lorong, aku tidak tahu apa yang dilakukan Ira. Namun, aku bisa memperkirakan kalau dia memegang dan mengukur tubuh kriminal itu baik-baik, memastikan fitur dan ukuran tubuh kriminal itu memang mirip dengan Ratu Amana.

Tidak lama kemudian, Ira dan agen keluar dari sel.

"Bagaimana, Ira?"

"Perempuan ini sedikit lebih kurus dari tubuh Yang Mulia Ratu Amana. Namun, perbedaannya terlalu kecil, jadi, menurut saya, perempuan ini bisa digunakan."

***

"Bagaimana keadaanmu, sayang?"

"Tidak baik. Aku –"

Rina tidak mampu menyelesaikan kalimatnya. Dia kembali memuntahkan makanan ke kloset. Sementara itu, aku mengelus punggungnya secara perlahan, mencoba membuatnya nyaman.

Terkadang ada perempuan yang tidak mengalami mual atau morning sickness saat hamil. Aku sempat mengira Rina adalah satu dari perempuan anomali itu karena sejak awal tidak ada tanda-tanda. Namun, kini, aku harus menarik ucapanku.

Aku pun sempat berkonsultasi dengan Ibu, Ibu Filial, dan Lord Susa. Mereka bilang sebisa mungkin hindari pedas dan manis. Namun, yang repot, Rina ngidam manis. Lalu, apa yang harus kulakukan?

Inanna sempat mengatakan morning sickness umumnya keturunan. Saat mendengar penjelasan Inanna, aku sangat mengharapkan keberadaan ibu Amana di sini. Sebagai Ibu, dia pasti bisa memberi nasihat berdasarkan pengalamannya, kan?

"Oke, tampaknya sudah."

"Kamu yakin."

"Aku yakin!"

Tiba-tiba saja Rina membentak dan bergegas keluar dari kamar mandi.

Umm, salah apa aku? Entahlah.

Aku keluar dari kamar mandi setelah membersihkan kloset. Dan, seperti biasa, Rina langsung meminum kuah sup yang dibuat oleh Emir dan Inanna setelah mual.

Ding dong

Bel berbunyi. Aku pun bergegas mengambil tas di ruang tamu dan membuka pintu.

"Ah, Om Lugalgin. Selamat pagi."

"Selamat pagi, Maru."

Maru bergegas masuk ke dalam rumah.

Sampai saat ini, aku penasaran kenapa Maru memanggilku dengan sebutan om. Padahal dia memanggil Emir, Inanna, dan Rina dengan sebutan kak. Secara umur, aku ini lebih muda dari ketiga istriku. Seharusnya aku yang lebih cocok dengan panggilan kak.

"Emir, Inanna, Rina, aku berangkat dulu ya!"

"Ya..."

Ketiga istriku menjawab bersamaan dari dalam rumah. Namun, tidak seorang pun mengantarku. Di satu sisi, aku sedih. Namun, aku juga tidak bisa protes karena perhatian mereka sedang fokus pada Rina.

"Belum ada dua bulan menikah, sudah berangkat kerja ga diantar. Aku ga tahu kalian akrab banget atau malah ga akur."

"Sudahlah..."

Lord Susa, tentu saja, hanya menjahiliku.

Seperti biasa, aku masuk ke dalam mobil untuk menuju kantor. Orang mungkin berpikir aku bisa bekerja dari rumah karena tugasku hanya memberi arahan dan menerima laporan. Namun, tentu saja aku tidak bisa melakukannya. Jalur komunikasi militer yang aman, yang dibuat oleh Bana'an, adalah ke kantor, bukan ke rumahku.

Well, alasan itu setengah benar sih. Alasan yang sebenarnya adalah aku tidak mau keceplosan membicarakan tentang Ibu Amana dan Tera di depan Rina. Dan lagi, hari ini aku harus pergi ke kantor karena ada pertemuan penting.

"Jadi, Lord Susa, apa kamu masih tidak mau mendengar yang terjadi di balik layar?"

"Mendengar sebagian pembicaraan kalian beberapa hari lalu saja sudah membuatku pusing tujuh keliling. Aku tidak bisa membayangkan kalau kamu mengatakan seluruh kejadian di balik layar. Jadi, tidak, terima kasih."

"Haha, sayang sekali. Padahal aku berharap ada rekan tambahan yang mengetahui hal ini."

Seperti biasa, kami mengobrol selama perjalanan. Selain topik acak, aku juga beberapa kali bertanya mengenai kebiasaan atau kesulitan sebagai ibu hamil. Dengan bekal ini, aku berharap bisa sedikit meringankan beban Rina.

Setelah mengobrol kemana-mana, kesimpulannya adalah Rina tidak boleh mendapat tekanan atau stres berlebih. Namun, kesimpulan ini juga membuatku bingung. Menyelesaikan semua konflik ini bisa dijamin mengangkat salah satu sumber stres dan tekanan Rina, yaitu kebutuhannya akan balas dendam. Namun, setelah Rina mendapatkan balas dendamnya, dia akan dipaksa menjadi Ratu.

Sebagai seorang Alhold, dia pasti akan mengalami tekanan mental yang berkelanjutan karena menjadi Ratu. Beberapa kali aku menanyakan Rina apakah dia siap menjadi Ratu. Dan, beberapa kali itu pula, dia memberi jawaban yang sama, "aku siap selama dendamku bisa terbalaskan,".

Tidak! Jawaban itu tidak menunjukkan kalau dia siap! Justru sebaliknya! Rina justru menunjukkan kalau sebenarnya dia tidak mau menjadi Ratu. Setelah aku terus memaksa, akhirnya Rina bercerita sebenarnya dia sama sekali tidak mau menjadi Ratu. Tapi satu-satunya cara membunuh ibunya, dengan tangannya sendiri, hanyalah dengan menjadi Ratu. Tanpa menjadi Ratu, dia tidak akan pernah bisa mendekati posisi ibunya.

Melihat Rina yang bersikeras membunuh ibunya dengan prosedural normal, aku jadi kesal sendiri. Padahal, kalau dia mau menggunakan jasa pasar gelap dan intelijen, aku bisa langsung membawanya ke istana. Namun, dia bilang mau masuk ke istana dari pintu depan, tanpa sembunyi-sembunyi. Dia ingin membunuh dan mengeksekusi ibunya dengan kepala tegak, demi dendamnya.

Aku sangat ingin berkomentar kalau pikiran Rina sudah tidak logis. Dendam benar-benar mengaburkan penilaiannya. Namun, aku tidak bisa protes secara terbuka mengingat hal yang sama juga terjadi padaku.

Memastikan Rina mampu mendapatkan dendamnya dengan kepala tegak tapi tidak menjadikannya Ratu. Tampaknya, aku harus melakukan manuver agresif di kerajaan Nina.

"Lord Susa, aku ingin mengonsultasikan sesuatu denganmu. Dan, tidak, ini tidak berhubungan dengan kejadian di belakang layar. Tapi lebih kepada topik konferensi hari ini"

Aku menyela Lord Susa yang sempat membuka mulut, berusaha menolak.

"Baiklah. Aku tidak keberatan kalau tidak berhubungan dengan belakang layar.."

"Menurutmu, seberapa menggiurkannya kemerdekaan?"

"Sama sekali tidak menggiurkan."

"... kenapa begitu?"

"Sejak Kerajaan Nina berdiri, wilayah Anshan berada di bawah kerajaan Nina. Baik logistik, suplai makanan, maupun militer, kami sangat bergantung pada Kerajaan Nina. Dan saat ini, Wilayah Anshan bisa bertahan karena suplai dari Bana'an. Tanpa Bana'an, Wilayah Anshan pasti akan hancur dari dalam. Dan aku yakin Feodal Lord wilayah lain sependapat."

Oke. Masuk akal. Jadi, kemerdekaan bukanlah sesuatu yang diinginkan oleh Feodal Lord.

"Bagaimana kalau begini?"

Selama perjalanan, sambil mengemudi, Lord Susa mendengarku penjelasanku dengan saksama. Tentu saja, aku masih terus melempar pandangan ke Lord Susa, memastikan dia tidak mengalihkan pandangan dari jalan.

"Kenapa kamu baru konsultasi sekarang? Kenapa tidak kemarin-kemarin atau semalam?"

"Aku baru mendapat konfirmasi dari Rina kemarin. Dan lagi aku tidak mau mengganggu waktumu dengan Maru di malam hari."

"Oke. Alasan diterima."

"Jadi, bagaimana?"

"Hmm, saranmu tidak terlalu buruk. Bahkan, ada kemungkinan saranmu akan menghasilkan masa depan Anshan yang lebih baik dari rencana awalku. Pribadi, aku mendukungnya." Lord Susa menyerukan persetujuan. "Aku bisa mencoba meyakinkan Feodal Lord lain. Namun, yang membuatku khawatir justru pihak militer Bana'an."

Sangat masuk akal bagi Lord Susa untuk menyebut militer Bana'an. Kenapa? Karena, secara tertulis, mereka adalah yang paling berperan dan berjasa dalam peperangan ini. Tidak jarang militer lah yang meminta pendudukan tetap dilakukan dengan alasan buah jerih payah dan sebagainya.

Bahkan, tidak sedikit kerajaan yang pecah gara-gara perselisihan militer dengan Kepala Kerajaan. Setelah peperangan, ada kalanya Kepala Kerajaan menginginkan penarikan militer untuk mengembalikan kondisi seperti sedia kala, sebelum peperangan.

Namun, militer yang sudah mendedikasikan tubuh di lini depan merasa perjuangan mereka akan sia-sia kalau kembali ke keadaan sebelum peperangan. Gara-gara perselisihan ini, revolusi atau pemberontakan oleh militer pun terjadi. Lord Susa pasti khawatir hal itu akan terjadi pada Bana'an.

Lord Susa memang seorang yang baik.

"Jangan khawatir. Aku bisa mengatur militer Bana'an."

Aku tidak yakin militer Bana'an siap melawan kerajaan, kepolisian, intelijen, dan pasar gelap. Dan, kalau masih memaksa, aku bisa menyandera keluarga para petinggi militer Bana'an.

Tidak lama kemudian, kami tiba di kantor. Meski masih pagi, sudah banyak karyawan lalu lalang. Normalnya, kantor pemerintahan masih sepi jam segini. Namun, karena hari ini akan ada konferensi para Feodal Lord, para karyawan terpaksa datang lebih pagi untuk bersiap-siap.

Setelah memarkir mobil, Lord Susa dan aku tidak pergi ke ruang kerja, tapi ke ruang konferensi. Di dalam ruang konferensi terlihat meja bundar dengan mikrofon, minuman, dan camilan di atasnya.

Aku dan Lord Susa sempat tertegun ketika melihat Zortac sudah duduk di salah satu kursi sambil minum.

"Zortac, pagi sekali kamu. Tidak biasanya. Padahal konferensi baru dimulai satu jam lagi."

"Jujur, aku sendiri tidak yakin kenapa. Firasatku mengatakan konferensi ini akan menjadi sesuatu yang jauh lebih mengejutkan dari konferensi yang sebelumnya. Di saat itu, aku merasa kamu pasti penyebabnya. Apa kamu berniat membeberkan rahasia besar lain pada konferensi nanti, Lugalgin?"

Zortac, firasatmu terlalu tajam.

Aku tersenyum. "Tidak rahasia juga, sih. Yang aku jelaskan lebih kepada arah kerajaan Nina ke depannya."

"Hoh ... dan apakah itu?"

"Sederhananya seperti ini."

Aku menceritakan rencanaku secara singkat dan padat kepada Zortac. Apakah jelas? Tentu saja tidak. Aku sengaja membuat beberapa bagian menjadi ambigu karena ada hal yang tidak perlu dibeberkan.

"Hmm, begitu ya."

"Jadi, sebelum peserta konferensi lain datang, aku ingin bertanya. Apakah kamu akan menentang rencanaku, Zortac?"

"Aku tidak memiliki masalah dan tidak akan menentang rencanamu." Zortac berhenti dan menatapku tajam. "Setidaknya, itulah yang ingin kukatakan."

"Ya, benar. Kamu tidak bisa memutuskan begitu saja karena Kepala Militer bukanlah kamu."

"Aku bersyukur kamu bisa memahami kondisiku, Gin." Zortac tersenyum. "Aku berkata jujur ketika bilang tidak ingin menentangmu. Kenapa? Karena Bana'an tidak siap untuk melakukan perluasan wilayah. Sumber daya Bana'an, baik logistik maupun militer, saat ini hanya cukup untuk Bana'an dan, maksimal, setengah kerajaan Nina. Itu pun sudah dibilang memaksa. Kalau lebih dari setengah kerajaan Nina berada di bawah Bana'an, hanya kehancuran yang menanti."

Jawaban yang logis. Dan, ucapan Zortac memang benar. Meskipun penambahan wilayah mungkin bisa menambah pendapatan dan sumber daya, tapi jumlah yang bisa dihasilkan belum pasti. Perlu dilakukan audit dan penilaian menyeluruh terhadap daerah yang diduduki. Kalau ternyata daerah yang diduduki tidak bisa menyumbangkan sumber daya kan tidak lucu. Malah jadi beban.

Lalu, kalau Bana'an berusaha menguasai Kerajaan Nina, ada kemungkinan Feodal Lord lain akan meminta bantuan ke dunia internasional. Dunia internasional tidak terlalu peduli dengan daerah yang diduduki. Yang dikhawatirkan dunia internasional adalah Bana'an yang bersatu dengan Nina dan menjadi kekuatan yang baru. Kekuatan baru tersebut bisa merusak keseimbangan yang telah tercipta.

"Dan lagi, Gin, aku tidak yakin militer siap melawan kerajaan, intelijen, kepolisian, dan pasar gelap."

"Baguslah."

Beberapa saat berlalu. Sementara karyawan lalu lalang menyiapkan alat perekam video dan audio, kami bertiga mengobrol tanpa arah. Konferensi kali ini tidak diadakan secara online, tapi secara langsung. Untuk Feodal Lord yang wilayahnya berbatasan dengan Anshan, militer Bana'an bisa menjemput mereka. Untuk yang tidak, pasar gelap bergerak.

Satu jam berlalu dan akhirnya seluruh peserta datang. Seharusnya konferensi ini tidak menggunakan meja bundar, tapi meja panjang dengan Rina duduk di ujung sebagai calon pemimpin baru. Namun, karena dia sedang tidak sehat, aku mengubah dekor ruangan konferensi meja bundar, menunjukkan status semua peserta setara.

Sejak konferensi terakhir, telah terjadi penambahan feodal lord yang mendukung Rina. Kini, total wilayah yang mendukung Rina adalah 11, dari total 24 wilayah kerajaan Nina. Rencanaku yang mengganggu jalur logistik Kerajaan Nina berhasil. Tinggal dua wilayah lagi dan Rina sudah bisa melakukan kudeta dengan mulus.

Aku, sebagai suami Rina, membuka konferensi dan menjelaskan kenapa Rina tidak bisa hadir. Mayoritas Feodal Lord adalah perempuan, jadi mereka bisa memahami kondisi Rina. Awalnya, aku berpikir Feodal Lord yang laki-laki akan mengeluh dan protes, lalu dilanjutkan dengan narasi kenapa perempuan tidak layak menjadi pemimpin. Namun, adegan itu tidak muncul di ruangan ini. Para Feodal Lord yang laki-laki juga mengangguk, maklum.

"Seperti yang kita ketahui saat ini Rina melakukan perlawanan untuk mendapatkan keadilan atas kematian pangeran Kerajaan Nina, Pangeran Tera."

Para Feodal Lord mengangguk.

"Namun, ada hal penting yang tidak bisa kita lupakan. Apa yang para Feodal Lord sekalian inginkan setelah keadilan atas kematian Pangeran Tera berhasil dijalankan?"

Ketika aku mengatakannya, para Feodal Lord saling melempar pandang. Tidak sedikit Feodal Lord yang melempar pandangan padaku atau Zortac.

"Apakah kalian akan memberi kemerdekaan kalau kami memintanya?"

Satu orang berbicara, Feodal Lord Peer.

"Tentu saja kami akan memberi kemerdekaan jika memang itu yang Feodal Lord inginkan."

"Syaratnya?"

"Tanpa syarat."

"Apa Anda yakin?"

"Sangat yakin."

"Feodal Lord Peer, saya sarankan Anda mengurungkan niat untuk merdeka." Feodal Lord Ursia memotong. "Saat ini, logistik dan keamanan militer Wilayah Peer bergantung pada Kerajaan Bana'an. Kalau merdeka, Bana'an akan menarik logistik dan keamanan dari Wilayah Peer. Sebelum ini, logistik dan keamanan kita sangat bergantung pada Kerajaan Nina. Apa yang membuatmu berpikir Wilayah Peer sudah siap merdeka dan mampu berdiri sendiri?"

Feodal Lord Ursia mengatakan hal yang mirip dengan Lord Susa, sukses membungkam Feodal Lord Peer. Untuk seorang perempuan muda yang belum menikah, dia benar-benar memiliki kemampuan mengambil keputusan yang handal. Berbeda dengan Feodal Lord Wilayah Peer.

"Bagaimana kalau mengembalikan keadaan ke sedia kala? Yang berbeda hanya pemimpinnya berganti menjadi Tuan Putri Rina."

Beberapa Feodal Lord tua menginginkan keadaan kembali ke sebelum perang, dipimpin Ratu dan semua logistik dan keamanan dikirim dari pusat.

"Kalau boleh jujur, aku tidak menyarankannya." Lord Susa masuk. "Permasalahan terbesar kita adalah Tuan Putri Rina menikah dengan Lugalgin, yang merupakan kepala Intelijen Bana'an. Dia memegang rahasia Bana'an. Selain itu, Lugalgin juga menikahi Tuan Putri Emir.

"Meski secara dokumen Tuan Putri Emir sudah bukan Tuan Putri, tapi dokumen ini bisa dianulir oleh Kepala Kerajaan kapan pun. Apalagi mengingat Kepala Kerajaan Bana'an telah berganti. Melihat dua alasan ini, rasanya tidak mungkin Tuan Putri Rina menjadi Ratu. Kalau kalian ingin Tuan Putri Rina menjadi Ratu, dia harus bercerai dan menikahi orang lain dari Kerajaan Nina.

"Namun, meski tidak memiliki kuasa, laki-laki yang menikahi Tuan Putri Rina secara tidak langsung akan mendapat kenaikan sosial di mata Feodal Lord lain. Apa kalian rela? Dan lagi, Tuan Putri Rina juga sedang mengandung. Kita juga harus memikirkan masa depan anak mereka."

Wow, Lord Susa benar-benar hebat. Tanpa bernada mengancam, dia bisa terdengar sangat persuasif. Sangat berbeda denganku yang lebih menekankan pada sisi negatif, seolah mengancam. Di sini, sifat dan pengalaman muncul ke permukaan.

Di lain pihak, Feodal Lord lain menggumam sendiri. Ketika sadar Rina tidak mungkin menjadi Ratu, mungkin mereka mulai memikirkan ulang kondisi saat ini.

"Lalu, apa yang Anda sarankan, Lord Susa?"

"Bagaimana dengan mengganti sistem pemerintahan Kerajaan Nina menjadi Perserikatan?"

Bersambung