Chereads / I am No King / Chapter 126 - Arc 4-2 Ch 4 - Pertemuan Tertutup

Chapter 126 - Arc 4-2 Ch 4 - Pertemuan Tertutup

[Gin, berita di–]

"Ya, aku tahu. Sekarang aku sedang menuju istana bersama Emir dan Inanna. Pastikan kami tidak perlu mengisi buku tamu dan administrasi."

Sebuah berita internasional tiba-tiba disiarkan. Berita itu berisi satu hal, serangan teroris di salah satu Mal Kerajaan Bana'an menewaskan Pangeran dan Tuan Putri Kerajaan Nina yang kebetulan berlibur. Gara-gara hal ini, aku harus segera pergi ke istana untuk bertemu dengan Rahayu.

Aku sudah menduga hal ini akan terjadi. Setelah Rina kabur, aku langsung meminta Emir dan Inanna mengambil satu mobil intelijen untuk pergi ke istana. Mulisu dan Yuan masih berada di gedung mal untuk mengurus aftermath. Emir dan Inanna memilih mobil dengan interior kulit dan kain, memastikan tidak ada bagian logam atau bahan non organik di dalamnya.

Sebenarnya, pihak Bana'an bisa saja mengelak dengan menyatakan tidak mengetahui kedatangan Pangeran dan Tuan Putri Kerajaan Nina. Bahkan, Bana'an bisa mengklaim kalau dua orang itu tidak pernah masuk. Namun, klaim yang dikeluarkan Bana'an tidak akan memiliki efek karena sejak awal Nina memang menginginkan perang.

Selama perjalanan, aku menelepon Etana dan Shera untuk membuat beberapa pengaturan. Aku harus membuat rencana dan skenario khusus agar Bana'an tidak terdesak. Tentu saja, aku juga berkomunikasi dengan Ibla dan Yuan.

Akhirnya kami tiba di istana. Begitu tiba di kompleks istana, Emir langsung melewati gerbang hanya bermodalkan kaca mobil turun, tanpa berhenti. Bahkan, Emir langsung parkir di depan pintu bangunan Inti, tidak di tempat parkir.

"Tuan Putri Emir?"

"Tolong parkirkan di tempat yang dulu biasa kugunakan."

Tanpa basa-basi, Emir langsung melempar kunci pada salah satu pelayan yang datang. Aku dan Inanna berjalan di belakang Emir, mengikuti.

"Dimana?"

[Ibumu bilang di ruang rapat tertutup.]

Kami bertiga bergegas menuju ruang yang dimaksud. Emir berjalan di depan mungkin bermaksud menunjukkan jalan di dalam istana. Meski sebenarnya sudah hafal dengan interior istana, aku tidak akan mengatakan hal ini pada Emir. Wajahnya terlalu serius untuk bisa menerima guyonan.

Setelah menuruni tangga beberapa kali, akhirnya kami tiba di ruang yang dimaksud. Ruang rapat tertutup ini terletak di ujung lantai 3, underground.

"Ibu?"

"Emir?"

Rahayu dan Emir berpelukan begitu mereka bertemu. Iya juga, mereka belum sempat bertemu sejak penyelamatan kami di Mariander. Meskipun Rahayu ingin segera menemui Emir setelah serangan di rumahku, Emir tidak langsung melakukannya. Dia mengatakan Rahayu masih harus fokus pada pembenahan kekuasaan di Bana'an dan juga urusan perang dengan Mariander.

Saat ini, Rahayu mengenakan pakaian kasual dengan celana panjang. Pakaiannya tampak begitu santai dengan warna yang bisa dibilang berantakan, tidak match satu sama lain. Aku bisa melihat kalau dia sama sekali tidak menduga kalau kami akan datang secepat ini.

"Inanna..... aku mendengar apa yang terjadi. Maaf, dan terima kasih telah melindungi Emir."

"Ah, tidak. Aku lah yang harus berterima kasih karena Emir sudah memberi pertolongan pertama padaku saat itu."

Setelah Emir, Rahayu memeluk Inanna dan mengungkapkan terima kasihnya.

"Silakan duduk."

Rahayu tidak mengatakan apa-apa ke aku dan langsung mempersilakan kami duduk.

Baguslah. Aku harap dia tidak menjahiliku lagi seperti saat kami ke Mariander, apalagi di depan Emir dan Inanna.

Kami bertiga menerima tawaran Rahayu dan duduk di sekeliling meja kotak. Ruang rapat tertutup ini memiliki ukuran studio normal, 6 x 8 meter. Meski ruang ini cukup luas, hanya ada satu meja persegi 1,5 meter x 1,5 meter di bagian tengah. Pada bagian samping, terlihat banyak furnitur, lemari penyimpanan berisi makanan, dan juga beberapa kotak senjata.

Ruang ini biasa digunakan jika ada hal yang urgen dan membutuhkan kerahasiaan. Orang-orang yang menggunakan ruangan ini, biasanya, adalah kepala militer, kepala kepolisian, atau kepala intelijen. Terkadang, ada juga bangsawan yang menggunakan ruangan ini. Namun, hal itu amat sangat jarang terjadi. Tiga orang dengan latar belakang keamanan kerajaan lah yang lebih sering menggunakan ruangan ini.

"Baiklah, Gin, bisa tolong jelaskan apa yang terjadi?"

"Aku ingin bertanya beberapa hal dulu. Sejauh mana kamu mengetahui rencana Fahren ingin menjadikanku raja dan alasannya?"

"Sejauh yang aku tahu? Dia ingin mendorong semua kebobrokan dan kesalahan yang terjadi di kerajaan ini padamu. Dia bilang, ini berhubungan dengan kamu yang seharusnya menjadi Raja, sebagai Alhold yang sesungguhnya."

"Dan....?"

"Menurutku, dia salah melakukan hal itu. Hanya karena gagal memerintah dan menemukan seseorang yang menurut legenda adalah keluarga Raja yang sesungguhnya, bukan berarti dia bisa lepas tangan begitu saja."

Aku, Emir, dan Inanna saling berpandangan. Kami hanya tukar pandangan, tidak lebih.

"Memangnya, ada apa?"

Kesunyian kami membuat Rahayu bertanya-tanya. Bahkan, dia melihat ke kami semua secara bergantian.

"Emir, Inanna, bagaimana menurutmu?"

"Menurutku," Emir memberi pendapat pertama. "Kamu tidak perlu memberi penjelasan mendetail."

"Ya, aku setuju," Inanna menambahkan. "Menurutku, penjelasan yang kamu berikan padaku di Mariander, malam itu, sudah cukup."

Ah, iya, penjelasan mengenai beberapa orang yang mengetahui cara membuat senjata penghilang pengendalian. Baiklah. Kurasa aku akan menggunakan penjelasan yang itu.

"Permaisuri Rahayu, apa yang kamu ketahui soal senjata penghilang pengendalian?""

"Hanya sebatas rumor. Hingga saat ini, tidak ada yang mengkonfirmasi. Ah, dan juga rumor mengetahui kalau kamu, Lugalgin, adalah satu-satunya orang yang memiliki akses pada senjata penghilang pengendalian di Bana'an."

"....itu rumor atau informasi?"

Aku berbicara sendiri, bingung dengan tingkat keakuratan rumor tersebut.

"Baiklah, anggap saja rumor itu benar. Aku memiliki akses pada senjata penghilang pengendalian."

"Tapi, Gin, saat melihatmu bertarung di battle royale, aku melihat peserta lain masih bisa menggunakan pengendalian."

"Tentu saja. Saat itu, aku menggunakan senjata normal. Saat kunjungan ke Mariander sebagai pengawal Jeanne juga aku menggunakan senjata normal. Aku baru mengakses senjata penghilang pengendalian itu akhir-akhir ini saja. Lebih tepatnya sejak Fahren menunjukku sebagai kepala intelijen."

Lebih tepatnya ketika aku kembali aktif di Agade. Namun, tentu saja, aku tidak mengatakan bagian terakhir. Aku tidak paham seberapa jauh Rahayu mengetahui rahasia dan identitasku, dan aku tidak ingin mengambil risiko dia mengetahui lebih banyak.

"Oke, topik selanjutnya," aku membawa topik baru. "Mengenai sejarah kerajaan ini. Kamu sudah bisa menduga kan kalau Keluarga Alhold adalah keluarga kerajaan yang sebenarnya?"

Rahayu mengangguk.

"Dan, tampaknya, keluarga kerajaan Nina, keluarga Silant, adalah keluarga Alhold yang mengubah nama."

"Uh....apa ini berarti tujuan sebenarnya mereka mendeklarasikan perang adalah menduduki Bana'an? Mereka ingin mengklaim takhta dan kejayaan Keluarga Alhold?"

"...."

Imajinasi permaisuri ini cukup liar. Namun, meski liar, aku bisa bilang cukup akurat. Kalau keluarga kerajaan normal, hal itu lah yang akan dipikirkan. Namun, ketika yang terlibat adalah keluarga Alhold, dugaan Rahayu menjadi salah.

"Ibu. Keluarga Alhold yang ada di Kerajaan Nina memiliki sifat yang sama dengan Lugalgin. Mereka tidak ingin mencolok, apalagi menjadi pemimpin kerajaan."

"Eh? Lalu?"

Inanna menyambung, "menurut Lugalgin dan Tuan Putri Rina, anggota keluarga Alhold memiliki tradisi untuk saling mendorong posisi pemimpin kerajaan kepada orang lain. Dan, saat ini, Keluarga Silant sedang melakukan tradisi ini, berusaha mendorong posisi Raja pada Lugalgin."

"Ah, tunggu dulu. Itu aneh. Sangat aneh. Maksudku, mereka hanya bisa mendorong posisi Raja pada Lugalgin kalau Bana'an menang, kan? Kalau Nina yang menang dalam perang ini bagaimana?"

Aku pun menceritakan mengenai kondisi Bana'an dan Nina saat ini, dan apa efeknya kalau aku berpartisipasi atau tidak. Selain itu, aku juga menjelaskan bagaimana tiruan pangeran Tera meledakkan diri dan tuan putri Rina yang berhasil kabur dari cengkeramanku. Tentu saja, semua yang berhubungan dengan inkompeten aku ganti dengan akses senjata penghilang pengendalian.

"Gin, kamu serius? Kamu tidak bercanda, kan?"

"Sangat serius."

Inanna dan Emir mengangguk-angguk, menunjukkan keseriusan ucapanku. Begitu melihat Emir dan Inanna, Rahayu langsung memijat kening, pusing dengan keadaan.

"Jadi, berita mengenai serangan teroris dan kematian Pangeran Tera dan Putri Rina itu hanyalah kebohongan? Mereka hanya membutuhkan alasan untuk mendeklarasikan perang?"

"Tepat sekali. Menurutmu, bagaimana berita serangan di mal yang baru terjadi 1 jam lalu sudah mencapai Kerajaan Nina? Tentu saja mereka sudah menyiapkan isi berita tersebut."

"...jadi, Kerajaan Bana'an dan Kerajaan Nina akan berperang. Perang ini akan menghabiskan miliaran atau bahkan triliunan anggaran Kerajaan, membunuh ribuan jiwa, meningkatkan kemiskinan dan menurunkan kesejahteraan warga. Dan, semua itu terjadi hanya karena tradisi keluarga Alhold? Aku benar-benar tidak mampu mempercayai ini semua."

Kalau bilang pada kejadian dan proses revolusi kerajaan Mariander juga ada anggota keluarga Alhold terlibat, yaitu Etana, aku penasaran bagaimana reaksi Rahayu. Namun, aku biarkan saja dulu. Kalau tahu, aku khawatir dia akan sakit karena tingkat stres yang menumpuk.

"Lalu, apa kamu akan berpartisipasi dalam perang ini?"

"Aku tidak punya pilihan, kan? Kalau Bana'an kalah, keluargaku dan keluarga kalian pasti akan dieksekusi. Dan, aku tidak mau hal itu terjadi."

Ketika aku mengatakan hal itu, sebuah senyum terkembang di wajah Rahayu. Otot-otot di wajahnya terlihat mengendur, lemas. Tampaknya, dia benar-benar lega dengan keputusanku.

"Sebenarnya kamu punya pilihan lain. Namun, aku bersyukur kamu tidak memilih pergi dari benua ini."

Seperti ucapan Rahayu, sebenarnya, kalau mau, aku bisa saja melakukan hal itu. Ibu memiliki perusahaan berskala internasional. Kalau mau, ibu bisa membawa kami pergi dari benua ini dan memulai hidup baru. Namun, sayangnya, rencana ini tidak mungkin dilaksanakan karena keberadaan dua orang, Emir dan Inanna.

Meski status Inanna dan Emir bukan lagi tuan putri, tapi secara keturunan dan darah mereka masih. Jadi, jika Bana'an kalah, mau tidak mau Emir akan menjadi buronan internasional. Kenapa? Karena Nina "khawatir" Emir akan meminta suaka politik ke negara lain dan menyatakan perlawanan Bana'an belum selesai. Ketika hal ini terjadi, skenario dimana Emir memimpin pasukan dari kerajaan lain akan terjadi. Sama seperti kisah pemberontakan yang umum terjadi sebelum-sebelumnya.

Nasib Inanna juga tidak jauh berbeda. Setelah Bana'an kalah, selanjutnya adalah Mariander. Jika revolusi Mariander gagal atau Mariander ditaklukkan oleh Nina, dikhawatirkan akan ada tokoh Mariander yang membujuk Inanna dan mengambil langkah seperti Emir. Dan, walaupun ini hanya skenario kemungkinan, Negara atau Kerajaan yang normal tidak akan membiarkannya begitu saja.

Dengan kata lain, dua tuan putri ini menjadi calon istri adalah sesuatu yang mengikatku di kerajaan ini. Kalau dulu, aku pasti menganggap menjadi calon suami dua tuan putri ini, Inanna dan Emir, adalah kesalahan dan langsung memutus hubungan. Namun, sekarang, aku tidak bisa melakukannya begitu saja.

Emir dan Inanna sudah bersama ketika aku berada di titik hancur, saat Mari tewas dan Maul mendapatkan luka parah. Mereka juga lah yang membantuku dalam penyelamatan Ninlil dan pembersihan keluarga Alhold. Mereka sudah tidak tergantikan dalam hidupku.

"Namun, aku tidak akan berpartisipasi langsung pada perang ini."

"Eh?"

"Rina masih ada di Bana'an. Dan, setelah ini, aku cukup yakin kalau dia akan bergabung dengan organisasi pasar gelap oposisi."

"Memangnya apa yang akan dilakukan Tuan Putri Rina di pasar gelap?"

Aku mengatakan dugaanku pada Rahayu. Pada dasarnya, rencana Rina dan Kerajaan Nina sangat sederhana. Sementara perang berkecamuk antara Bana'an dan Nina, perang pasar gelap juga terjadi.

Hanya dengan memenangkan perang melawan organisasi oposisi, namaku akan dikenal sebagai orang paling berpengaruh di pasar gelap. Di lain pihak, Rina masuk ke pasar gelap dan memastikan rumor aku memiliki akses ke senjata penghilang pengendalian menyebar. Jika dua hal ini disatukan, hampir bisa disimpulkan aku adalah orang paling berkuasa di pasar gelap.

Belum sampai situ. Kemungkinan besar, rumor mengenai senjata penghilang pengendalian juga akan tersebar secara normal, tidak tertutup di pasar gelap. Dan, tentu saja, rumor akan mengatakan Nina juga memiliki akses pada senjata ini. Dengan posisi kedua kerajaan yang berimbang, jika Bana'an menang dengan keterlibatanku terlihat mencolok, orang akan menganggap kualitasku sebagai pemimpin tidak akan diragukan lagi. Baik di pasar gelap maupun dunia normal, ilegal maupun legal, aku menguasai semuanya. Dan, sosok ini adalah yang ideal untuk menjadi Raja.

Kenapa aku bisa tahu semua itu? Karena aku juga akan melakukan hal itu kalau menjadi Rina.

"Intinya, kondisi ini sangat ideal untuk melanggengkanku menjadi Raja. Apalagi secara keturunan Emir masih tuan putri. Dia bisa kembali meraih status tuan putri kalau keadaan memaksa. Dan, aku tidak mau hal ini terjadi. Aku tidak mau menjadi Raja."

Meski sebenarnya ada kemungkinan lain, yaitu Rahayu tiba-tiba akan menikahiku dan menjadikanku Raja, aku tidak akan mengatakannya. Aku tidak akan dan tidak ingin mengatakannya. Jadi, aku membiarkan mereka berpikir pada skenario pasar gelap dan Bana'an menang.

"...."

Rahayu tidak langsung memberi respon. Dia terdiam dan melihatku dalam-dalam. Pandangannya begitu tajam, melihat ke seluruh tubuhku, mencari gelagat atau pertanda kebohongan. Sayangnya, selama apa pun mencarinya, kamu tidak akan menemukannya.

"Gin, aku tidak melihat ada satu pun indikasi kamu berbohong. Kamu benar-benar serius dengan ucapanmu, tidak ingin menjadi Raja. Kalau aku boleh tahu, apa yang membuatmu begitu bersikeras? Apa karena darah Alhold mengalir di tubuhmu?"

Sebenarnya, aku bisa memberikan banyak sekali alasan kenapa menjadi Raja atau pimpinan suatu negara adalah sesuatu yang tidak enak. Namun, aku malas kalau harus menjelaskannya satu per satu. Kira-kira alasan apa yang harus kuberikan, ya?

"Ibu," Emir masuk. "Menurutku, Lugalgin memang tidak cocok menjadi Raja."

"Eh?"

"Ibu lihat sendiri kan bagaimana Lugalgin bisa begitu melunak ketika dipertemukan dengan salah satu anak panti asuhan yang dijual, di Mariander?"

Rahayu mengangguk.

"Lugalgin terlalu baik dan lembut. Dia rela mengorbankan hidupnya hanya untuk mencari anak-anak panti asuhan yang dia kenal. Lugalgin juga bersedih ketika mendengar berita salah satu anak dari panti asuhan tersebut tewas. Padahal, mereka tidak memiliki hubungan darah dengan Lugalgin. Untuk seorang Raja yang harus mengorbankan keinginan pribadi untuk kebaikan banyak orang, Lugalgin tidak akan sanggup.

"Emir benar, Tante. Kalau disuruh memilih, Lugalgin justru akan memilih untuk mengorbankan semua orang demi kepentingan pribadi. Contoh saja begini. Gin," Inanna beralih ke aku. "Kalau aku dan Emir disandera. Di lain pihak, musuh juga mengancam akan membunuh warga kerajaan ini. Apa yang akan kamu lakukan, Gin?"

"Tentu saja aku akan memilih kalian. Peduli setan dengan warga yang tidak aku kenal. Mereka semua bisa mati dan aku tetap bisa tidur dengan tenang."

Aku menjawab dengan cepat, tanpa jeda, tanpa berpikir.

"Dari sini, Tante, sudah terlihat kalau Lugalgin sama sekali, aku ulangi, sama sekali tidak memenuhi kriteria untuk menjadi Raja. Dia hanya peduli dengan kepentingan pribadi."

Ah, um, Emir, Inanna, cara kalian mengatakannya seolah-olah aku adalah bangsawan korup yang hanya ingin memperkaya diri sendiri.

"Lalu, tante, ada sebuah ungkapan dari literatur tua yang pernah kubaca. Seorang Raja haruslah serakah. Dia tidak boleh mengucap kata puas. Semua hal harus menjadi miliknya. Walaupun Raja diharuskan memilih keluarga atau masyarakatnya, keserakahannya harus dipegang teguh. Dia harus serakah dan menyatakan akan memilih semuanya, keluarga dan masyarakat.

"Seorang Raja yang lebih memilih keluarganya hanyalah orang egois dengan takhta. Tanpa masyarakatnya, dia bukanlah seorang Raja. Di lain pihak, seorang Raja yang lebih memilih masyarakatnya hanyalah orang bodoh dengan takhta. Tanpa keluarganya, dia tidak akan pernah terlahir dan bertahan hidup. Tanpa keluarga, Raja itu tidak akan menjadi manusia.

"Dari sini, kita bisa melihat Lugalgin sama sekali tidak memiliki keserakahan yang adalah syarat mutlak untuk menjadi Raja. Kalau menjadi Raja, Lugalgin hanya akan menjadi orang egois dengan takhta, tidak lebih."

Di dalam hati, aku bertepuk tangan. Bahkan, aku sangat ingin berdiri dan bertepuk tangan, memberi standing applause untuk Inanna. Namun, aku menahan diri untuk tidak melakukannya.

Tok tok

Tiba-tiba pintu diketok. Semua orang di ruangan ini langsung menoleh ke pintu.

"Biar aku."

Aku bangkit dan berjalan ke pintu. Begitu aku membuka pintu, tampak seorang pelayan berdiri dengan membawa nampan. Di atas nampan itu, tampak sebuah telepon kabel.

"Panggilan untuk Tuan Lugalgin."

"Terima kasih."

Ruang rapat tertutup ini didesain sedemikian rupa agar tidak ada sinyal yang bisa masuk. Jadi, kalau pihak luar mau menelepon, harus melalui orang istana terlebih dahulu.

"Ya, ini Lugalgin."

[Gin, ini Yuan. Coba kamu cek berita. Kamu pasti akan terkejut.]

"Um, tidak bisa lewat telepon saja?"

[Tidak! Akan jauh lebih cepat kalau kamu lihat berita. Semua saluran menayangkan berita yang sama.]

"Baiklah....."

Aku menutup telepon kembali ke atas nampan sambil mengucapkan terima kasih.

"Baik, perbincangan kita rasanya sudah selesai. Sekarang, aku sarankan kita melihat berita."

"Ke ruang pertemuan terbuka saja. Di situ ada backdrop besar."

Kami menuruti Rahayu dan keluar dari ruangan ini. Setelah beberapa saat berjalan, akhirnya kami datang di sebuah ruang konferensi. Ruang ini memiliki luas sekitar 40 x 25 meter. Berbeda dengan ruang rapat tertutup sebelumnya, ruangan ini memiliki banyak meja berjajar panjang dan tiga meja besar di bagian depan.

Kami berjalan ke depan dimana sebuah layar putih besar terpasang. Aku mengambil smartphone di dalam saku dan mencari situs berita. Setelah masuk ke situs berita, aku meletakkannya di atas meja, mengarahkan proyeksinya ke layar putih di depan.

[Baru saja terjadi serangan di perbatasan Kerajaan Mariander dan Kerajaan Nina. Diperkirakan militer Kerajaan Mariander mengejar pemberontak hingga perbatasan. Namun, beberapa misil salah sasaran dan menghancurkan pos siaga milik Kerajaan Nina. Militer kerajaan Nina tidak tinggal diam dan membalas serangan.]

"Eh?"

Semua orang, termasuk aku, terkejut dengan berita ini. Namun, aku cukup yakin alasan kami terkejut adalah berbeda. Rahayu, Emir, dan Inanna pasti terkejut mengenai serangan Mariander ke Nina ini. Di lain pihak, aku terkejut pada seberapa cepat rencana kami berjalan.

[Saat ini, militer Kerajaan Mariander dan Kerajaan Nina sedang bersitegang dan saling melepaskan serangan. Di layar, pemirsa bisa melihat tank dari Kerajaan Nina dan Kerajaan Mariander yang terus melepaskan tembakan dan bola api ke udara. Peringatan Evakuasi pun telah dikeluarkan oleh kedua belah Kerajaan agar masyarakat segera menjauh dari daerah konflik.]

Ya, selama perjalanan kesini, aku membuat permintaan pada True One agar menggunakan kendaraan Militer Mariander untuk menyerang perbatasan Kerajaan Nina. Namun, kalau hanya pihak Mariander yang melepas tembakan, ada kemungkinan Kerajaan Nina akan mundur sejenak demi menghindari perang.

Oleh karena itu, aku berkomunikasi dengan Yuan dan Ibla agar mereka menyewa mercenary di perbatasan, mengambil kendaraan Militer kerajaan Nina, dan membalas tembakan Mariander. Dengan pertikaian yang dimulai dari dua kubu kecil ini, personil militer di sekitar akan ikut kepanasan dan melepas tembakan. Dan, hasilnya adalah seperti sekarang, perang terbuka antara Mariander dan Nina.

Bagaimana cara aku meyakinkan True One agar melakukan ini? Mudah saja. Aku hanya perlu mengatakan pada mereka kalau Bana'an dan Nina akan berperang. Dan, ada kemungkinan Nina akan mencoba menggaet Mariander. Kalau hal itu terjadi, sangat besar kemungkinan Bana'an akan kalah. Setelah Bana'an kalah, Mariander pasti akan meminta bantuan Nina untuk menekan pemberontak sebagai balas budi.

Namun, tetap saja. Aku sama sekali tidak menduga rencananya akan berjalan secepat ini.

Gambar berita kini berganti menjadi tiga orang duduk di meja panjang, saling melemparkan opini. Akhirnya, sebuah pernyataan penutup pun muncul dari orang-orang itu.

[Kondisi dunia sangat tidak kondusif. Beberapa minggu yang lalu, perang antara Bana'an dan Mariander resmi pecah setelah ada percobaan pembunuhan terhadap Permaisuri Rahayu. Beberapa saat lalu, Nina resmi mendeklarasikan perang pada Bana'an karena tewasnya keluarga kerajaan ketika berlibur. Dan, saat ini, dengan Mariander dan Nina telah melakukan perang terbuka. Setengah dari Benua Ziggurat resmi dalam keadaan perang. Mari kita berharap agar perang ini tidak merambah lebih jauh dan pecah menjadi perang dunia.]

Bersambung