Chereads / I am No King / Chapter 119 - Arc 4 Ch 13 - Kandang vs Kandang

Chapter 119 - Arc 4 Ch 13 - Kandang vs Kandang

"Hah? Kenapa sepi sekali? Dimana semua orang?"

Tanpa memberi jawaban atau respon, aku langsung maju menyerang.

Klang

"Akhirnya ada seseorang."

Insting perempuan ini bukan main. Padahal aku sudah bergerak tanpa suara, tapi dia masih bisa menangkis seranganku.

Aku menarik pedang kecil di tangan kiri dan mengayunkan pedang besar tangan kanan. Karla merendahkan tubuh, menggunakan lehernya sebagai tumpuan, dan mengayunkan kapak besarnya untuk menghalau seranganku.

Aku tidak berhenti. Aku kembali melancarkan serangan dari pedang kecil dan besar bertubi-tubi. Namun, pergerakan Karla begitu cepat dan lihai. Dia bisa menggunakan dan mengayunkan kapak besar itu dengan mudah. Bahkan, dia bisa mengayunkannya dengan cepat seolah memegang dua kapak.

Akhirnya Karla menyerang. Dia mengayunkan kapaknya secara vertikal.

Aku pun terpaksa salto dan meloncat ke belakang.

"Hei, apa pedang itu diberi oleh Sarru? Setiap bersentuhan dengan pedang itu, aku tidak mampu merasakan kapak ini lagi. Dan, setahuku, hanya Sarru yang memiliki senjata seperti itu."

Ya, dia tidak salah. Pedang yang kupegang ini dibuat dari besi yang diberi oleh Lugalgin. Dan, pedang ini, adalah penghilang pengendalian. Untuk bisa menggunakannya tanpa kehilangan pengendalian, pegangan pedang ini diberi lapisan kayu, karet, dan kain. Selain itu, aku juga mengenakan sarung tangan untuk berjaga-jaga kalau terpaksa memegang bilahnya.

Di lain pihak, sesuai dugaan, Karla bukanlah orang yang terlalu bergantung pada pengendalian untuk penggunaan senjata. Dia bisa mengayunkan kapak itu dengan mudah meski berkali-kali tidak bisa dikendalikan. Aku penasaran dari mana dia bisa mendapatkan tenaga sebesar itu di tangan kecilnya.

Tentu saja aku tidak mengatakan semua itu secara terang-terangan. Semua itu hanya ada di pikiranku.

Tanpa memberi aba-aba atau mengucapkan sepatah kata pun, aku membuat boneka besi setinggi 2 meter di ujung lantai melepaskan tembakan. Boneka itu kuberi nama Koma karena bentuknya yang mirip seperti beruang. Sebenarnya, bukan bentuknya seperti beruang, tapi karena kotak senjata ada di bagian perut dan sekitar tangan, jadinya mirip.

Namun, seperti sebelumnya, Karla mampu mengetahui ketika serangan datang. Dia menggunakan kapak besarnya sebagai perlindungan.

Aku tidak berdiam diri begitu saja. Aku berkonsentrasi dan berkonsentrasi, membayangkan molekul di udara terpisah.

"Wow, ruangan ini menjadi lebih dingin."

Karla mengatakan hal itu dengan sangat enteng.

Aku mengabaikan ucapan Karla dan menembakkan beberapa anak panah es dari udara ke arahnya. Peluru dari boneka Koma di sisi kanannya, dan anak panah es dari kirinya. Dia tidak akan mungkin bisa bertahan. Namun, hal yang tidak kuduga terjadi.

Karla mengangkat tangan kiri. Seketika itu juga, muncul dinding yang melindungi Karla, menahan dan memecahkan panah es yang kuluncurkan.

Aku melihat baik-baik dinding yang muncul. Dinding itu terbentuk dari logam di atap dan di lantai. Apa ini berarti....

"Informasi yang beredar menyatakan pengendalian utamaku adalah besi. Namun, yang sebenarnya, Pengendalian utamaku adalah Aluminium. Bahkan, Leto tidak mengetahui hal ini. Dan, tidak seorang pun hidup untuk menceritakannya. Selain itu, sangat tidak kuduga, gedung ini dipenuhi dengan aluminium. Jadi, kau sungguh sial karena saat ini aku seperti sedang berada di kandang."

Ah, begitu ya. Kalau pimpinan Apollo saja tidak tahu, apalagi orang luar. Dan, kalau ucapannya adalah benar, aku cukup sial. Rumah sakit ini, hampir seluruh logam baik dinding, atap, lantai, atau apa pun, terbuat dari aluminium. Hal ini dikarenakan pemilik rumah sakit ini adalah Pak Barun, dan beliau memiliki pengendalian utama aluminium.

"Hei, sebelum melanjutkan pertarungan ini, bagaimana kalau kau menjawab pertanyaanku."

Sebenarnya, aku malas meladeninya. Namun, kalau bisa mendapat informasi lain, meski sedikit, aku tidak keberatan.

"Apa?"

"Kemana orang-orang di rumah sakit ini? Aku dengar, hanya dua gedung yang dievakuasi, sisanya tidak."

Sesuai dugaan Yuan, informasi mengenai dua gedung yang dievakuasi pasti bocor. Namun, untungnya, mereka juga sudah mengantisipasinya.

Dan, tampaknya, bukan aku yang akan mendapat informasi. Yang ada, aku yang akan memberi informasi.

"Yah, informasi yang beredar memang demikian. Evakuasi dilakukan pada dua gedung demi dua gedung. Namun, waktu dan rute evakuasi dibuat sedemikian rupa agar orang yang terlibat hanya tahu kalau hanya dua gedung yang dievakuasi."

"Hoo..... jadi, orang-orang di luar bertarung berpikir gedung-gedung ini memiliki pasien, padahal sebenarnya sudah dievakuasi?"

"Begitulah."

"Termasuk kau, berapa banyak orang yang mengetahui hal ini?"

"Tujuh. Tidak lebih."

"Hanya tujuh? Tampaknya, bahkan, kalian tidak mempercayai sekutu sendiri, ya?"

Sebenarnya, bukan tidak percaya, hanya mencegah kebocoran yang tidak disengaja. Yang aku maksud dengan kebocoran tidak disengaja adalah jika ada pasien atau orang asing yang dievakuasi bertanya dan anggota terpaksa memberi penjelasan. Jadi, seperti ini lah hasilnya.

"Jadi, apa ini berarti, Sarru atau Lugalgin itu tidak ada di gedung ini?"

"Mungkin ya. Mungkin tidak."

"Kalau begitu, kau tidak memiliki fungsi. Segera mati sana!"

Karla mengayunkan tangan kiri lagi, mencoba mengendalikan aluminium lain. Namun, tidak ada yang terjadi. Yang terdengar hanya suara peluru berhadapan dengan kapak Karla.

"Eh? Apa yang terjadi? Kenapa....berat sekali?"

"Ketika pengendalian mencoba mengubah bentuk, ada momen dimana material tersebut menjadi tidak stabil. Ketika hal itu terjadi, ikatan kimia baru bisa terbentuk jika benda lain dilemparkan. Lalu, bagaimana jika benda yang dimaksud sudah ada di udara?"

"Kau....."

"Kau bilang bangunan ini adalah kandangmu karena banyak mengandung aluminium? Ha...ha... lucu sekali. Kalau aku mengatakannya dengan bahasamu, maka, seluruh dunia ini adalah kandangku, bukan kandang orang lain."

Di saat itu, Karla terkejut pada tangan dan kakinya yang mulai membeku. Dia pun menarik kapaknya dan menghindar. Sejak pertama bertarung, mungkin ini adalah pertama kalinya dia menghindar.

"Ratu Es dari Agade ya....."

Karena aku mengenakan topeng badut, dia tidak tahu sosokku.

[Ratu es? Apa kamu mendengar itu Ninmar? Oh, tentu saja kamu mendengarnya. Kamu di depannya! Hahahahaha.]

Di headset, aku mendengar Ibla yang tertawa terbahak-bahak. Bukan hanya Ibla, aku juga mendengar suara Mulisu dan yang lain tertawa.

Ratu Es, julukan itu menempel sejak aku mulai menggunakan pemurnian nitrogen di udara untuk membuat es dan menurunkan suhu. Selama ini, aku hanya mendengarnya dari informasi orang kedua atau orang ketiga. Aku tidak pernah mendengarnya secara langsung seperti sekarang. Dan, aku sama sekali tidak menduga kalau aku akan semalu ini.

Julukan itu seolah-olah aku perempuan berdarah dingin!

AAAHHHH!!!!! Aku ingin membenturkan kepala. Maafkan aku Lugalgin karena telah membuatmu malu!

Oke, kembali ke pertarungan. Diluar dugaan, Ucapanku tidak membuat Karla mundur atau terkejut sekali pun. Yang terjadi justru sebaliknya. Dia justru menjilat bibirnya, seolah menikmati makanan yang ada di depannya.

"Ah, jadi kau adalah tipe yang suka dengan adrenalin ya," aku menggumam pelan

"Apa kau mengatakan sesuatu?"

"MATI!"

Aku memunculkan beberapa tombak es muncul dari lantai. Karla melepaskan tembakan dari ujung kapaknya, menghancurkan es yang muncul.

Tiba-tiba saja, beberapa tombak muncul dari luar, memecahkan jendela dan masuk. Aku mengelak tombak-tombak yang mencoba menusuk dengan kedua pedang di tangan.

Tampaknya, Karla mengendalikan aluminium di lantai lain yang belum terpengaruh oleh nitrogen. Tepat setelah aku menangkis serangan yang dia lancarkan, tombak-tombak itu mendekat ke Karla. Selain tombak, terlihat ada tiga buah perisai.

Aku memunculkan beberapa duri besar dari lantai, mencoba menusuk Karla. Namun, dia bisa menghindarinya dengan mudah.

Karla menggunakan dinding sebagai pijakan dan melontarkan tubuh ke arahku. Akhirnya, sejak pertama bertemu, senjata kami kembali bertemu.

Karla berhasil menghalau tembakan yang dilepaskan oleh Koma dengan perisai. Di lain pihak, dia melepaskan serangan tombak dan aku menghalaunya dengan duri es. Di antara semua itu, kami saling melancarkan serangan dan mengelak serangan lawan, kapak melawan dua pedang.

Selain tiga pertarungan yang kusebut, masih ada satu pertarungan yang terjadi tapi sama sekali tidak tampak. Pertarungan itu adalah antara pengendalian nitrogenku dan aluminium Karla. Hingga saat ini, Karla masih mencoba mengendalikan aluminium di lantai ini. Dan, selama ini pula, aku masih terus mencampur nitrogen ke dalam aluminium dan mencegahnya dikendalikan.

Pertarungan yang keempat ini memang tidak tampak secara kasat mata. Namun, kalau mereka memperhatikannya, semua aluminium di tempat ini bergetar sangat hebat, menerima pengendalian kami berdua.

Saat ini, posisiku dan Karla seperti saling mendorong. Kalau dorongan Karla lebih besar sedikit saja dari doronganku, aluminium di lantai ini akan langsung berubah menjadi senjata baginya. Dan, hal itu akan sangat tidak menguntungkan bagiku.

"Katakan padaku, apakah kau orang terkuat setelah Sarru?"

Sebenarnya, aku tidak perlu melayani omongannya. Namun, entah kenapa, aku tidak terlalu memedulikannya. Mungkin karena aku mulai bosan dengan pertarungan ini.

"Berdasarkan kekuatan pengendalian atau berdasarkan kemampuan bertarung?"

"Tentu saja kemampuan bertarung! Kalau hanya berdasar pengendalian, inkompeten itu tidak mungkin bisa menjadi pemimpin Agade, satu dari enam pilar."

Ketika mendengar ucapan Karla, ujung bibirku sedikit naik. Di tengah pertarungan sengit ini, aku masih bisa bahagia ketika mendengar ada orang yang mampu melihat kehebatan Lugalgin walaupun dia seorang inkompeten. Aku jadi memandang perempuan ini lebih baik.

"Tanpa menghitung Sarru, aku berada di nomor tiga."

"Untuk posisi kedua, aku asumsikan ditempati oleh Mulisu, satu dari tiga murid Lacuna. Apa benar?"

"Kau sudah mengerjakan tugas dengan baik."

"Hehehehe. Berarti, kalau aku membunuhmu, masih ada dua orang yang lebih hebat darimu! Aku tidak sabar!"

Perempuan ini benar-benar pecandu pertarungan. Aku tidak tahu bagaimana Apollo bisa mengendalikannya selama ini.

Perlahan, gerakan kami berdua semakin melambat. Nafas kami pun sudah menunjukkan warna putih. Ruangan ini semakin dingin. Kalau dibiarkan terus, kami berdua bisa terkena hipotermia. Di saat ini, kata-kata Lugalgin setelah dia kembali aktif di Agade terngiang.

(Ninmar, pengendalian Nitrogen di udara tidak dapat dipungkiri adalah senjata yang sangat mematikan. Namun, sayangnya, hal ini juga berlaku untukmu. Tubuhmu masih manusia normal. Jadi, kalau menggunakan teknik ini terlalu lama, bukan hanya lawanmu yang akan tewas, kamu juga. Ingat, ada hipotermia.)

Awalnya, aku mengira waktu dimana bisa bertemu dengan lawan yang mampu mengimbangiku masih lama. Aku sama sekali tidak menduga kalau waktu itu akan datang secepat ini.

"Hei, Ninmar, aku punya satu saran."

"Ya?"

"Bagaimana kalau kau biarkan aku mengendalikan seluruh gedung ini? Lalu, kita berdua sama-sama mengeluarkan serangan terkuat. Bukankah itu akan jauh lebih seru dan asyik? Daripada kita saling membatasi gerakan lawan seperti ini. Dan lagi, cepat atau lambat, kita berdua akan sama-sama mati kedinginan kalau pertarungan ini tidak segera berakhir."

Baiklah. Itu adalah ide yang bagus.

Sebuah pemikiran yang tidak akan pernah terlintas di pikiranku. Kenapa aku mau menurut? Hanya orang bodoh yang akan melakukannya!

[Ok. Aku siap]

Bagus!

Aku menghindari ayunan kapak Karla dan melompat mundur, memberi jarak sejauh mungkin dengannya.

"Kau mengambil jarak? Apa ini berarti kau setuju?"

"Tidak! Aku tidak setuju! Aku hanya mencoba menghindar dari serangannya."

Karena jarak sudah cukup jauh, kami berdua sama-sama berteriak.

Klang

Suara logam bertubrukan terdengar.

"Hah? AAAHHHHHH!!!!!!"

Awalnya, Karla memberi respon lemah. Namun, tepat setelahnya, dia berteriak.

Dari kejauhan, aku bisa melihat tubuh Karla yang kejang-kejang. Bukan hanya kejang-kejang, aku melihat kapak yang dipegang Karla pun sedikit bercahaya. Selain itu, muncul percikan api dari kedua tangan Karla yang masih menempel di kapak.

Di ujung ruangan, tampak seorang perempuan dengan rambut hitam dan merah berloreng, berdiri. Berbeda denganku yang mengenakan topeng, dia tidak mengenakan penutup wajah atau wig. Perempuan itu adalah Umma. Samar-samar, di samping Umma terlihat ada kabel panjang membentang yang terhubung ke dinding.

Umma adalah pengendali tembaga, sama seperti Mulisu. Normalnya, Umma akan menggunakan senjata api yang terbuat dari tembaga, lalu meledakkannya dengan membuat tembaga tersebut tidak stabil. Tembaga memiliki sifat penghantar panas dan listrik yang baik. Karena hal itu, ledakan yang dihasilkan oleh senjata tembaga relatif lebih besar dari besi biasa.

Kali ini, Umma tidak menggunakan sifat penghantar panas dari tembaga, dia menggunakan sifat penghantar listrik. Kabel panjang yang menempel di dinding terhubung ke langsung ke aliran listrik gedung ini.

Umma sedikit meniru teknik yang digunakan oleh Mulisu ketika bertarung dengan Ukin. Dia membuat tembaga yang ditembakkan melebur dengan kapak yang dipegang Karla. Jadi, walaupun Karla berusaha mengayun dengan kencang, kapaknya tetap akan terhubung ke arus listrik.

Satu-satunya cara untuk Karla terlepas dari sengatan listrik adalah dengan melepaskan kapaknya. Namun, listrik yang mengalir pasti membuat tubuhnya tidak mampu bergerak sesuai keinginan.

Di lain pihak, aluminium di gedung ini terasa semakin menggila. Dorongan yang diberi oleh Karla pada aluminium semakin kuat. Aku mulai kesulitan menahannya dengan nitrogen. Bukan hanya di gedung ini, tombak dan perisai yang dia gunakan pun bentuknya mulai tidak beraturan, berubah-ubah.

"Ninmar, bisa tolong segera habisi dia? Tarikan kapaknya sangat kuat. Untuk bisa mempertahankan agar kabel ini tidak putus saja sudah menghabiskan stamina dan konsentrasiku."

"Perempuan ini tangguh juga. Kalau orang normal, pasti sudah tewas dari tadi."

Aku membuat boneka besi Koma melayang dan terbang di atas Karla, melepaskan tembakan berondong. Tidak berhenti di situ. Aku juga memunculkan duri es raksasa dari lantai. Kini, dia diserang dari atas dan bawah.

"AAAHHHHH!!!!!!"

Tiba-tiba Karla berteriak. Saat itu juga, kapak yang dia bawa berhasil memutus kabel yang terhubung. Dengan satu ayunan, dia berhasil menghancurkan duri es yang muncul dan menghalau semua peluru.

Dor

Suara tembakan terdengar. Bersamaan, suara benda berat pun terjatuh, Karla terjatuh. Dari dahinya, terlihat sebuah lubang menganga, mengalirkan cairan merah kental di atas lantai es ini.

Tembakan itu berasal dari Umma. Seperti halnya anggota elite Agade, dia selalu membawa senjata api bersamanya. Begitu dia tidak perlu mengendalikan tembaga, dan Karla lengah karena menghentikan seranganku, Umma mengambil kesempatan. Satu tembakan tepat di dahi.

Perlahan, aku bisa merasakan aluminium yang bercampur nitrogen tidak memberi tekanan lagi. Pengendalian Karla pada aluminium di gedung ini akhirnya terhenti. Senjata yang melayang di dekatnya pun terjatuh. Bentuknya tidak karuan lagi. Meski demikian, aku dan Umma tidak mendekati Karla begitu saja. Untuk memastikan, kami berdua terus menyarangkan peluru ke sekujur tubuh Karla.

Umma fokus menyarangkan peluru ke kepala Karla sedangkan aku melepaskan tembakan ke seluruh tubuh, menggunakan boneka besi Koma. Tidak ada salahnya berjaga-jaga lebih.

Kepala Karla akhirnya pecah karena Umma terus melepas tembakan ke bagian tersebut. Setelah melihat kepala Karla pecah, dan seluruh tubuhnya hancur tidak karuan oleh peluru, kami menghentikan tembakan. Tidak mungkin ada orang yang masih hidup setelah kepalanya pecah dan tubuhnya hancur seperti ini.

"Dengan ini, Karla akhirnya tewas, kan?"

"Bahkan zombi tidak akan bertahan hidup dari serangan ini.....kan?"

Meski memberi jawaban zombi, Umma sendiri tidak yakin.

[NINMAR! UMMA! MARI DAN HURRIAN BUTUH BANTUAN!]

Bersambung