Chereads / An Ice Cube Man / Chapter 21 - BAB 21

Chapter 21 - BAB 21

Aku melihat ke arah Mas Banyu dengan heran. Pertanyaannya membuatku tidak percaya. Mulutku menganga. Masih belum bisa aku percaya.

"Garin, kamu mau diantar ke salon atau make up sendiri untuk acara malam ini?" Dia mengulanginya lagi.

"Apa acaranya besar?" Tanyaku masih bingung.

"Memang dulu acara pernikahan kita seperti apa?" Tanyanya balik ikut bingung.

Ya Tuhan. Ini kesempatan langka. Mas Banyu mau ngobrol seperti ini. Mau menjawab pertanyaan dengan kalimat. Biasanya hanya satu kata saja.

"Acar kita dulu bisa di bilang mewah. Kalau memang seperti itu dan menurut Mas Banyu sangat penting, ya aku sesuaikan. Nanti aku cari make up artis yang lumayan." Hatiku seperti ingin sekali meledak saat ini.

Aku tidak boleh meminta lebih. Aku harus mensyukuri apa yang terjadi saat ini. Dia mau ngobrol begini saja sudah ada kemajuan.

Beberapa menit setelah pembicaraan tadi, kita kembali diam. Karena aku sedang mencari nomor make up artis yang bagus tapi tidak terlalu mahal.

Ketemu. Aku segera menghubunginya. Takut saja kalau mendadak seperti ini kebanyakan tidak mau. Jadi aku cari saja yang sudah kenal dan pernah kita bantu untuk cari klien.

Untung saja ada yang bersedia datang ke rumah. Aku meminta Mas Banyu untuk segera pulang. Acara jam tujuh, sedangkan sekarang sudah hampir jam lima.

Aku tidak ingin membuat suamiku malu. Aku harus menjadi nyonya muda Wicaksono. Aku harus bisa menyesuaikan suamiku.

Begitu tiba di rumah, segera saja aku membersihkan diriku. Aku sama sekali tidak ingin membuat suamiku kecewa.

Jam terus berganti, kami siap untuk pergi.

"Mas, udah siap." Dia malah melihatku dari ujung kaki sampai ujung rambut.

"Kenapa Mas, ada yang salah?" Tanyaku bingung sedikit panik.

"Ya, ampun Garin mau kemana? Cantik banget." Ucap Mama heboh yang kaget melihatku.

"Kita ada undangan Ma. Kita pergi dulu ya." Aku segera berpamitan sambil memeluk Mama mertuaku.

Aku dan Mas Banyu meninggalkan istana Wicaksono. Aku gugup sekali. Padahal ini sudah kesekian kalinya kita pergi seperti ini. Tapi rasa gugup itu tidak bisa hilang.

Begitu tiba di gedung yang di maksud, ternyata banyak sekali kumpulan manusia di sini. Acaranya juga terbilang sangat mewah.

Aku hanya bisa menggapit tangan suamiku. Mengikutinya kemana pun dia pergi. Menjaga senyum untuknya. Menjadi wanita yang baik untuk menjaga martabatnya.

Begitu kita keluar dari gedung dan kembali ke dalam mobil, rasa canggung itu muncul lagi.

Aku hanya bisa diam. Melihatnya segera melepas dasi dan kancing atas kemejanya. Dia juga sudah menanggalkan Jasnya.

Mas Banyu memang paling tidak suka menggunakan pakaian seperti itu. Tidak seperti orang lain yang selalu kelihatan mewah. Mas Banyu lebih suka pakaian yang santai asal sopan.

Kami mulai melesat meninggalkan gedung itu. Tidak ada pembicaraan lagi saat kita pulang. Hanya diam dan di temani lagu Dewa sembilan belas sepanjang perjalanan. Mulai dari Angin, Dewi, Pupus, dan lain lain.

Sepertinya Mas Banyu memang menyukai musik musik pop seperti ini. Tak jarang dia juga mendengarkan lagu dari Iwan fals.

Begitu tiba di rumah, tiba tiba dia membukakan pintu mobil untukku.

Oh Tuhan. Apakah ini nyata? Apakah ini benar terjadi atau hanya sekedar mimpi? Apa ada yang salah dari dirinya?

Sepanjang perjalanan tadi kita tidak berbicara apa pun. Kenapa tiba tiba seperti ini?

Aarrrrhhh...

Aku berteriak senang dalam hati. Tiba tiba saja bunga bunga di hatiku bermekaran. Semua sembilu yang menancap seperti terlepas dengan sendirinya.

"Kalian udah pulang?" Tanya Papa tiba tiba yang sedang menikmati suasan malam di teras.

"Iya Pa. Papa kenapa di luar?" Tanyaku heran.

"Lagi duduk duduk aja sama Mama. Terus Mama lagi buat teh untuk teman kita ngobrol." Ucap Papa sambil tersenyum hangat.

Ada hal lain lagi hari ini yang membuatku heran. Mas Banyu masih mendengarkan Papa berbicara.

Ya tuhan, ada apa dengan suamiku? Apa esnya sudah benar benar mencair? Mas Banyuku. Apa kamu mulai membuka hatimu?

"Pa, kita masuk dulu ya. Udah ga nyaman pakai baju ini." Pamitku.

"Tunggu dulu. Papa mau foto kalian dulu. Mumpung Garin cantik banget. Tapi Banyu, bisakan Papa minta kamu pakai jasnya."

Mas Banyu hanya tersenyum tanpa menggunakan jasnya. Ternyata dia belum sepenuhnya cair.

Papa paham sekali maksud Mas Banyu. Dia segera mengambil hpnya dan memotret beberapa kali. Terbit senyum dari bibir tuanya. Papa pasti senang karena bisa memiliki foto anak semata wayangnya yang tidak mau menganggapnya.

"Lo, kalian udah pulang." Mama membawa dua cangkir teh.

"Udah Ma." Jawab Mas Banyu hangat.

"Ini dari tadi, Papa khawatir sama kalian. Ga mau masuk ke rumah. Nunggu kalian. Padahal keamanan di luar juga pasti nunggu kalian." Ucap Mama panjang lebar.

Jadi sebenarnya Papa khawatir dengan anaknya. Tapi Papa malah beralasan cuma sekedar duduku menikmati suasana. Cinta seorang ayah memang tidak terlihat, tapi begitu nyata.

***

Kemarin malam masih seperti biasa. Mas Banyu tetap tidur di sofanya. Padahal aku berharap jika dia akan berpindah ke ranjang.

'Garin, jangan berharap yang tidak tidak. Udah syukur dia mau ngobrol kemarin.' Ucapku dalam hati.

Seperti biasanya aku menyiapkan makan untuk sarapan pagi ini. Aku juga menyiapkan baju ganti serta airnya.

"Garin, udah siang. Banyu kok belum siap?" Tanya Mama tiba tiba.

"Mungkin pengen berangkat siang Ma. Aku cek dulu."

"Perasaan Mama ga enak. Tapi pagi ini Mama harus temani Papa ketemu orang." Ucap Mama khawatir.

"Aku cek dulu Ma, Mama berangkat aja. Jangan khawatir Ma." Ucapku berusaha menenangkan Mama.

Mama segera berangkat meninggalkan rumah ini bersama Papa. Mereka semakin tua, tapi semakin sibuk dengan pekerjaan. Hatiku juga ikut tidak enak rasanya. Aku bergegas menuju kamar.

Aku membuka pintu kamar secara perlahan. Suamiku belum bangu. Aku mendapatinya tertidur dengan posisi memunggungiku. Aku tidak melihat wajahnya dengan jelas.

Aku mendekatinya. Takut jika menyentuhnya. Takut jika dia merasa terganggu. Aku takut dia marah.

Aku manarik napas panjang. Meraih pipinya untuk kubangunkan. Wajahnya begitu merah. Pipinya panas sekali. Sepertinya dia juga pusing. Dia merespon sentuhanku, tapi tidak bisa membuka matanya.

Ada apa ini? Kenapa Mas Banyu sakit begini. Ada apa ini?

"Mas, Mas Banyu pindah ke ranjang aja ya? Aku bantu Mas pindah." Dia hanya diam saja.

Aku berusaha membangunkan badannya. Berat. Lebar. Tapi posisinya dia begitu lemas. Aku meminta Mas Banyu untuk berjalan sekuat mungkin.

Berhasil. Mas Banyu sudah berpindah ke ranjang. Aku bingung harus bagaimana. Ini baru pertama kali untukku.

Aku meminta asisten rumah tangga untuk membuatkan bubur dan juga air hangat.

Tak lupa aku menghubungi Nadia, mengabarinya jika hari ini aku tidak bisa datang ke catering.

"Mas Banyu makan dulu ya." Pintaku saat asisten rumah tangga datang mengantar bubur.

"Uhuk."