Melvin berjalan mondar-mandir sembari melihat koleksi gaun di butik saudari kembarnya. Bersedekap dada. Ia menyusuri setiap bagian dari butik itu untuk membunuh rasa jenuh. Sedangkan para gadis masih sibuk di fitting room khusus pengunjung VIP yang berada di lantai dua butik itu. Mencoba berbagai macam gaun yang sudah di siapkan Vian sebelum mereka datang.
Saat sedang melihat-lihat. Mata laki-laki itu tak sengaja menangkap sosok yang sangat familiar. Sosok itu adalah Laras, salah satu gadis CIRCLE yang dikirim ayahnya. Gadis itu memakai seragam dengan logo butik Vian.
Ah ... jadi gadis itu sedang menyamar dengan menjadi karyawan disini. Melvin terus mengawasi gerak-gerik gadis itu dari jauh. Ia tidak ingin gadis itu mengetahui keberadaannya.
Saat sedang mengawasi Laras. Tiba-tiba saja gadis itu memalingkan wajahnya kearah Melvin. Kontan Melvin gelagapan, ia bahkan sampai menjatuhkan beberapa pakaian. Laras langsung memberi isyarat dengan menaruh jari telunjuknya di mulut. Ia tidak ingin ada siapa pun yang mengetahui identitas aslinya.
Melvin mengangguk paham. Ia kembali melihat-lihat koleksi gaun di butik itu. Ia tidak ingin punya masalah dengan Laras atau gadis CIRCLE lainnya. Masih teringat kata-kata ayahnya kalau gadis-gadis itu dibekali dengan kemampuan bertarung jarak dekat dan senjata api. Apa dia juga membawa benda mengerikan itu kesini?
Tiba-tiba saja bulu halus di tengkuknya meremang. Membayangkan seorang gadis cantik membawa senjata benar-benar menakutkan. Ia menoleh lagi ke tempat Laras berdiri. Namun, gadis itu sudah tidak ada disana. Kemana perginya gadis itu?
Pintu fitting room terbuka. Melvin segera mengalihkan pandangannya kearah ruangan itu. Dilihatnya Vian keluar dengan tersenyum puas diikuti gadis galaknya dari belakang. Saat melihat Kania berjalan mendekat. Ia seperti ingin menghentikan waktu di sekitarnya.
Gadisnya memakai Gaun dengan model Cheongsam berwarna putih dengan motif bunga berwarna biru. Panjang gaun itu hanya sebatas lutut. Dengan tatanan rambut kepang dan sebuah jepit rambut terpasang disisi kanan rambutnya. Kecantikan Kania jauh berkali-kali lipat dari sebelumnya. Mungkin ia harus memberikan bonus besar untuk Vian dan para karyawannya karena gaun, pun riasannya tidak mengecewakan.
"Bagaimana hasil karyaku? Cantik kan?" kata Vian kepada Melvin sembari memandangi sahabatnya.
Melvin diam tak bersuara. Pria itu menahan napasnya karena pemandangan indah tepat didepanya. _Pantas saja Bima sampai tergila-gila dengan Kania._ Ia menggumam.
"Melvin!!" Vian sebal.
"Ah, maaf kau bilang apa tadi?" Melvin mengalihkan pandangan dari gadis galaknya.
Vian berdecak kesal. Segera ia menarik lengan kembarannya menuju fitting room.
"Ganti bajumu sana! Sudah kusiapkan di dalam. Beberapa asistenku juga sudah menunggumu disana."
Melvin mendengus. Si bawel selalu mengganggu kesenangannya.
---xXXx---
Kania terus saja memandangi dirinya lewat pantulan cermin. Ia begitu puas dengan hasil karya sahabatnya. Sesekali ia memutar tubuhnya dan terkikik. Vian memang yang terbaik untuk urusan fashion. Sahabatnya itu seperti mempunyai bakat alami di bidang tersebut. Dan bakat itu sudah terlihat semenjak mereka duduk di bangku SMA.
"Kamu sudah cantik. Tidak perlu melihat cermin seperti itu." Kata Melvin sembari berjalan mendekat.
Bukannya tersipu atau berbunga-bunga. Ia melirik laki-laki itu dengan malas. Ia menatap Melvin dari kepala sampai kaki. Laki-laki itu memakai jas blazer hitam dengan kemeja putih sebagai dalamannya. Celana jeans berwarna senada dengan jas. Rambutnya pun disisir ke samping dengan rapi. Lebih rapi dari biasanya.
Melvin semakin dekat dengan tempat Kania berdiri. Namun, Kania tidak peduli sama sekali. Ia kembali menatap cermin besar di hadapannya, ia mengabaikan ocehan Melvin yang tidak ada manfaatnya sama sekali. Pikirnya.
Tanpa diduga, ia merasakan sebuah tangan melingkar di pinggangnya. Melvin memeluknya dari belakang, bahkan dagu pria itu mendarat tepat di bahunya. Wajah Kania merona dan ia dapat melihatnya dari pantulan cermin.
"Kenapa sikapmu kepadaku selalu seperti ini, hmm?" Melvin berbisik tepat ditelinga. "Judes, tapi tetap cantik."
Kania bergidik. Ia menyikut Melvin tepat di perut. Laki-laki itu mengaduh sambil terkekeh.
"Berani macam-macam aku laporkan kau ke ayahmu!!" Katanya sambil menatap tajam pria itu.
"Tidak masalah," laki-laki itu mengangkat bahunya. Melvin tersenyum dan berkata, "aku tidak takut sama sekali. Mungkin papah akan marah jika aku berani 'macam-macam' denganmu. Tapi selanjutnya beliau akan langsung menikahkan kita berdua di hari itu juga. Apa kau lupa kalau perjodohan kita karena skandal yang kubuat?"
Kania diam tak menjawab. Ia membenarkan kata-kata pria itu. Jika ia dan Melvin terlibat skandal 'lagi' dan orangtua mereka mengetahuinya, maka orang yang paling dirugikan adalah dirinya.
Kania mundur beberapa langkah dengan cepat. Ia harus menjaga jarak dari Chef mesum itu. Hingga ia merasakan tubuhnya menyentuh sesuatu.
BRANK ....
Kania terjatuh menabrak manekin. Tangannya tak sengaja menarik beberapa pakaian sehingga menimbulkan efek domino. Pakaian-pakaian itu tergeletak mengenaskan bersama Kania dilantai. Seluruh pegawai dan pengunjung butik lainnya menoleh kearahnya, karena bunyi yang dihasilkan cukup keras.
Melvin tak bisa menahan tawa. Lelaki itu terbahak dengan sadisnya. Melihat ekspresi terkejut sekaligus menahan malu gadis galaknya benar-benar menggemaskan.
"MELVIN!!!" Jerit Kania. Gadis itu mengambil tangan manekin dan melemparkannya kearah Melvin.
Melvin dengan sigap menangkis lemparan gadisnya. "Hey .... kamu, hahaha .... kamu jatuh sendiri. Aku yang disalahi hahaha . .. "
"Kania," ucap Vian sesaat setelah sampai disisi Kania, "kamu kenapa. Jatuh?" dengan polosnya Via bertanya.
"Enggak!! Lagi rebahan!" balasnya jengkel. Bukannya membantu berdiri, Vian malah menatapnya dengan ekspresi bingung.
"Ngapain kamu rebahan disini?
_Astaga Vian..!!!_
Kania menepuk keningnya. Entah kenapa sahabatnya ini kadang sangat menyebalkan.
Ia menatap tajam Melvin yang terpingkal-pingkal. Laki-laki itu sampai memegangi perutnya karena terlalu banyak tertawa. Kania meraih satu tangan manekin lagi dan melemparkannya kearah Melvin dengan sebal.
Kania berdiri di bantu Vian dan Laras. Sementara beberapa pegawai lainnya merapikan pakaian yang berhamburan. Wajahnya merona menahan malu saat pegawai-pegawai itu menatapnya dengan senyum geli yang kentara. Hilang sudah wibawanya karena ulah laki-laki menyebalkan itu.
"Aku mau pulang!!" katanya kepada Melvin. Ia berjalan keluar sembari menghetak-hentakkan kakinya.
Kania sudah tidak peduli lagi jika nanti bundanya akan memarahinya. Hanya satu yang ia inginkan saat ini, yaitu menjauh dari tuan muda Adipati itu. Kalau bisa ... ia ingin menghilang saja selama-lamanya dari kehidupan Melvin.
Kania berjalan cepat menuju ke halte bus terdekat. Berharap ada taksi yang lewat. Kalau-kalau tidak ada, maka bus kota pun tak masalah.
Belum sempat ia keluar dari area pertokoan itu. Sekonyong-konyong ada yang memeluknya dari belakang. Kania terkesiap. Wajahnya kembali merona. Bukan karena pelukan lelaki itu, melainkan tatapan pengguna jalan lainnya yang menatap mereka berdua.
"Melvin Lepas! Dasar tidak tahu malu!" kata Kania dengan nada ketus. Kania berusaha melepas lilitan tangan itu. Namun, tenaganya kalah kuat dengan Melvin.
"Tidak. Aku akan melepaskanmu jika kamu mau ikut denganku!"
"Apa?!!" sungguh, apa ia tidak salah dengar. Bukanya meminta maaf, laki-laki menyebalkan itu malah memaksanya?!
Kania semakin risih dengan tatapan orang-orang di sekitarnya. Hingga pada akhirnya ia memutuskan untuk mengalah dan mengikuti Melvin pergi dari tempat itu. Ia berjalan beberapa langkah di belakang Melvin. Kania menggerutu sambil tangannya memukul-mukul udara. Seolah ia sedang memukuli pria itu.
Melvin membukakan pintu mobilnya untuk Kania sembari tersenyum. Senyum di wajahnya tampak begitu tulus. Tapi Kania mengacuhkannya, ia muak melihat tingkah laki-laki itu.
**********