ReBirth 48
Chapter 8: Terbukanya Portal.
4 hari setelah kejadian itu~
Shin bersantai di dekat mansionnya dengan beberapa cangkir kopi. Ia duduk memakan cemilan-cemilan ringan sambil menikmati indahnya hutan saat siang hari.
Namun, di saat-saat yang nyaman dan tentram itu. Shin merasakan ada seseorang yang sedang buru-buru menuju ke arahnya.
"Lapor master!" ucap Lena yang langsung muncul dalam posisi menunduk.
"Akhirnya kau datang. Bagaimana situasinya?" tanya Shin yang kemudian berbalik dan melihat ke arah Lena.
"Ini gawat master! Benar-benar gawat!" balas Lena sambil panik dan mengeluarkan balok batu yang ada di tangannya.
"Benda ini rupanya adalah sebuah surat/penyampai pesan," tambah Lena yang mendekati Shin sambil memberikan kotak tersebut.
"Eh? Bukankah itu suatu hal yang bagus?" tanya Shin sambil menerima balok tersebut.
Sesaat kemudian, tiba-tiba saja muncul hologram dari dalam kotak itu, Lena sudah memecahkan sandi untuk mengaktifkan balok itu sejak lama.
"Ketua, kita sudah selesai dan siap kapan saja untuk membuka sepuluh portal yang ada di semua belahan dunia. Dan juga soal pengembangan para utusan, mereka hampir selesai dan bisa digunakan," lapor sebuah hologram itu, tampak seorang laki-laki menggunakan sebuah topeng emas dan tanduk banteng.
Nb: Para utusan disini maksudnya adalah monster buatan yang disatukan dengan manusia.
"E-eh! Kalau begitu, sejak kapan kau mendapatkan balok ini Lena!" tanya Shin yang langsung berdiri dari kursinya.
"I-itu, sehari sebelum master menyuruh kita kembali," jawab Lena yang menunduk ragu.
"Sial! Itu berarti pesan ini sudah 10 hari yang lalu. Kita tidak punya waktu lagi untuk menyusun rencana," desit Shin dengan kesal. Ia kemudian menunduk dan memikirkan sebuah rencana.
"Ma-maafkan saya master. Namun sebagai permintaan maaf saya, saya sudah memperkirakan beberapa tempat yang berkemungkinan portal itu akan terbuka," balas Lena yang kemudian mengeluarkan sebuah peta. Sesaat kemudian ia bergerak ke arah meja di samping kursi Shin tadi.
Ia membuang semua barang yang ada di atas meja. Lalu menggelar petanya. Shin pun berjalan mendekati Lena dari arah belakangnya.
"Menurut perkiraan saya setelah berhari-hari ini. Saya menyimpulkan ada tiga tempat yang berkemungkinan bahwa portal tersebut akan terbuka," jelas Lena yang kemudian mengeluarkan dua buah penanda di peta.
"Perkiraan Pertama, mereka akan keluar di tengah kota, karena di sana adalah tempat paling ramai untuk sekarang. Perkiraan kedua adalah, di sekitar ujung kota. Di sana terdapat sebuah taman hiburan, yang beberapa hari ini selalu ada orang bilang di sana. Dan yang ketiga, adalah di perempatan kota."
Shin memegang dagunya, tampaknya cukup masuk akal, setelah beberapa kejadian yang cukup janggal terjadi belakangan ini. Shin kemudian mengambil dua buah penanda peta yang ada di atas meja. Ia kemudian berfikir lagi.
Namun, beberapa saat kemudian. Tiba-tiba saja salah satu penanda pena itu tergelincir, oleh tangan Shin yang masih sedikit licin karena cemilan-cemilan yang ia makan tadi.
"Sial," decit Shin yang mencoba menangkap benda itu.
Namun, hal itu hanya membuat penanda satu lagi ikut terjatuh. Salah satu penanda itu jatuh di lautan dekat ujung kota sebelah kiri, tepatnya di atas laut. Di sana hanya ada PLTA yang artinya sebuah tempat tidak terlalu ramai. Dan yang satu lagi jatuh di atas sebuah bangunan sekolah, tidak. Tepatnya di dekat tempat kuliah milik Shin.
"Tu-tunggu, apa yang master lakukan?" gumam Lena yang kebingungan karena Shin menandai tempat yang ia tidak duga sebelumnya.
Tiba-tiba saja Lena memasang wajah kaget.
"Tunggu!"
"A-apa! Tempat yang master pilih cukup masuk akal. Jika para monster itu menghancurkan sumber listrik terlebih dahulu, itu akan membuat orang-orang semakin panik karena ada monster yang menuju ke arah mereka. Dengan begitu berita akan tersebar lebih cepat dari tempat-tempat yang sudah kuperkirakan, orang-orang akan merasa lebih ketakutan jika mereka melakukannya di tempat ini. Mereka akan lebih putus asa lagi, saat tau bahwa portal yang terbuka bukan cuman itu. Tiba-tiba saja mereka di sergap oleh para monster yang muncul di tengah-tengah lapangan sekolah ini," ucap Lena yang berfikir dengan keras.
"Seperti yang di harapkan dari Tuan Silance! Tuan tidak perlu berfikir panjang untuk menemukan letak mereka akan menyerang," sorak Lena dengan bangga dan terkagum-kagum.
"A-apa! Apa yang sebenarnya terjadi!" seru Shin di dalam hatinya, badannya masih kaku dan dalam posisi wajah yang dingin.
Melihat hal itu, Lena langsung tertegun. Ia langsung mundur dan menunduk lagi saat tau dari tadi ia berdiri bersebalahan dengan Shin.
"Maaf master, dan terima kasih atas petunjuknya. Saya akan mengirimkan para FourtyEight(48) ke tempat-tempat yang anda beritahu."
"FourtyEight? Apa itu?" tanya Shin yang akhirnya bisa bergerak karena efek ingin tau.
"Mereka adalah 48 orang terkuat dan memiliki pengaruh yang cukup besar di dunia ini," balas Lena yang kemudian mengangkat kepalanya.
"Hummmm, menarik. Tapi kumpulkan saja mereka di sana dulu. Dan perhatikan bagaimana orang-orang menangani monster yang muncul." Shin kemudian kembali duduk di atas kursinya.
Lena memiringkan kepalanya, "Eh, kenapa?"
"Apakah aku perlu menjelaskannya padamu?" Shin kemudian menerbangkan ke arahnya secangkir teh.
"Hummm, coba saya pikirkan. Setelah kejadian 10 tahun yang lalu, sepertinya orang-orang sudah melakukan semua persiapan yang cukup, untuk mengantisipasi kejadian-kejadian seperti ini. Dengan melihat pertarungan mereka. Kita akan tau kelemahan dan seberapa kuat mereka. Bukan hanya itu! Sepertinya inilah alasan lain kenapa master memilih tempat-tempat seperti ini yang tidak terduga oleh mereka. Dan memiliki keamanan lemah." Lena dengan kagum menundukkan kepalanya.
"Master, saya kehabisan kata-kata untuk menggambarkan seberapa kagumnya saya," tambahnya.
"Eh! Apaan! Orang aku hanya ingin agar tidak terlalu mencolok, jika muncul secara tiba-tiba dan menyelamatkan orang-orang. Kita hanya akan di anggap pahalawan dan di puji-puji, iuuuh, bukankah itu menjengkelkan?" respon Shin di dalam hatinya dengan kebingungan, disaat yang sama ia berdesis kesal.
"Baiklah master, karena ini adalah sebuah keadaan darurat, saya izin undur diri dahulu." Lena secara perlahan-lahan mulai menghilang seperti bayangan yang terkena sorotan cahaya. Tapi sesaat sebelum itu ....
"Baiklah, kalau begitu. Terima ini," respon Shin yang kemudian mengambungkan sebuah bola cahaya ke atas. Sesaat kemudian bola cahaya itu terbang dan masuk kedalam tubuh Lena.
"I-ini!! Terima kasih hadiahnya tuan!!" respon Lena yang merasakan tubuhnya menjadi lebih kuat dan berenergi. Sesaat kemudian, Lena menghilang dari hadapan shin.
Shin menghela nafas sambil melirik ke atas.
"Haaaah, situasi yang benar-benar merepotkan!" desis Shin kesal.
Saat itulah lagi-lagi ia menerima sebuah panggilan.
"Master, master. Apa kau disana?" Terdengar suara perempuan di dalam kepala Shin, sepertinya itu suara Kevi. Shin kemudian menutup matanya.
"Ya, apa masalah?" jawab Shin dengan nada santai.
"Gawat! Ini gawat Shin! Perkiraan 1-3 hari dari sekarang, akan terbuka 10 portal yang tersebar di seluruh dunia. Dan yang paling anehnya adalah, di pulau dimana kau berada, akan terbuka dua buah portal dan poral itu adalah salah satu yang paling kuat," lapor Kevin dengan panik sambil melihat-lihat berkas dan peta yang ada di atas meja kerjanya.
"Ah, soal itu. Tenang saja, aku sudah tau dan sudah menyusun rencana untuk mengatasi," balas Shin sambil meminum tehnya dengan santai.
"Apa!!" batin Kevi yang kaget.
"Seperti yang di harapkan dari Tuan Silance ya," gumam Shin dengan nada kagum.
Sesaat kemudian, Shin fokus dan berbicara pada semua anggota Silance Sistem.
"Dengarkan ini! Saat nanti portal itu terbuka, kalian semua dilarang untuk ikut campur dan mengungkapkan keberadaan organisasi kita. Kalian harus memperhatikan semua orang, bagaimana cara mereka bertarung, seberapa besar kekuatan mereka, dan apa kelemahan mereka. Untuk koordinat dimana portal-portal itu terbuka. Kevi, salah satu anggota Five Prefix akan mengumumkannya pada kalian."
"Baik master!!" jawab sekelompok orang dengan serentak.
Kevi tersenyum kecil sambil merasa cukup bangga. Setelah itu, Kevi mengambil alih pembicaraan dan langsung memberikan koordinat dan mengatur penyamaran dimana portal itu akan terbuka.
Shin menghela nafas, ia bersyukur bahwa ia sudah mengetahui ini terlebih dahulu dari Lena.
***
Keesokan harinya~
Shin berjalan di lorong kampus dengan santai sambil bersenandung santai. Saat itu ia berpapasan dengan Meron yang di kelilingi para pengikutnya.
Shin yang sendirian berjalan melewatinya dengan santai, namun Meron masih merasa bahwa ia berhutang budi pada Shin dan menatapnya saat Shin melewatinya.
Seperti biasa, yang ia lakukan hanya membeli beberapa jajanan untuk di makan, lalu berjalan ke arah atap dari lantai dasar.
Namun, sebelum ia menaiki tangga. Ia melirik ke arah lapangan. Disana terdapat sebuah panggung yang secara perlahan mulai ramai akan orang.
"Hummm? Apakah akan ada suatu acara?" gumam Shin sambil memakan kripik kentang.
Shin mengangkat kedua bahunya dengan bingung, ia lalu mengabaikan panggung itu dan berjalan menaiki tangga dengan santai. Namun, sesaat kemudian terdengar suara dari panggung itu, yang membuat semua orang langsung bersorak kegirangan sambil berlari menuruni tangga menuju lapangan.
Shin saat itu benar-benar kesal karena harus berdesak-desakan untuk sampai di lantai dua. Namun, saat ia sampai di lantai dua. Seluruh lorong dan kelas sudah kosong. Disana benar-benar sepi.
Shin kemudian melirik lagi ke arah panggung, di sana terlihat ada seorang wanita. Ia sedang, menyanyi?
"Apakah dia itu idol atau sejenisnya gitu?" gumam Shin yang kebingungan melihat orang-orang begitu kegirangan.
Namun Shin tetap mengabaikannya dan berjalan menuju lantai tiga. Saat ia baru sampai di lantai tiga, tiba-tiba saja ia di kagetkan dengan seseorang yang lewat di depannya sambil menunduk dan membawa ember yang tertutupi oleh kain.
Laki-laki itu memiliki hawa gelap dan rasa dendam yang sangat mencekam, Shin bisa merasakannya.
Shin langsung bersembunyi dan menghilangkan keberadaannya agar laki-laki itu tidak menyadarinya.
"Yang dibawanya itu, bukannya dua ember darah? Baunya sangat menyengat sekali," ucap Shin yang menyatu dengan kegelapan.
Saat itu Shin langsung merubah ekspresinya menjadi serius. Ia secara diam-diam mengikuti laki-laki itu.
Laki-laki itu berbelok dan masuk kedalam sebuah ruangan yang berada di ujung lorong. Shin mengintip melalui jendela yang ada.
"I-itu! Bukannya itu adalah lingkaran sihir!?" ucap Shin di dalam hatinya dengan kaget.
Saat itulah ia menerima panggilan dari Lena.
"Master, kami sudah mengamati mereka bertempur, portal itu ternyata sudah terbuka sejak tadi malam, tepat sekali saat aku baru Sampai disini, langit mulai terbelah. Monster-monster itu mulai keluar."
"Tunggu! Itu berarti! Yang disini adalah ...."
Shin melihat laki-laki itu menuangkan seember darah kedalam lingkaran sihir yang terukir di lantai. Darah mulai menyebar.
"Sepertinya, portal kedua akan terbuka sekarang, kalian semua pergilah ke atas atap gedung kuliah ini, dan perhatikan semuanya," perintah Shin dengan mengangkat salah satu ujung bibirnya.
"Haaah, sudah seperti yang saya duga. Tuan pasti langsung bisa menemukannya, baiklah!"
"Seluruh FourtyEight! Bergerak!" perintah Lena.
Disaat yang bersamaan, bayangan mulai terbang ke arah tubuh Shin, yang secara perlahan membuat kostum Silance Sistem milik Shin.
Shin saat itu juga muncul di belakang laki-laki itu.
"Apa!" sorak laki-laki itu yang secara cepat mengeluarkan belati dan menyerang Shin.
Shin dengan santai menangkis belati itu dengan dua jari.
"Apa yang sedang kau lakukan?" tanya Shin dengan nada santai.
Laki-laki itu yang mulai panik, langsung berlari ke arah ember yang di taruhnya di lantai tadi. Sepertinya ia berfikir bahwa Shin adalah orang yang berniat menggagalkan rencananya.
Shin saat itu langsung menghilang dan mengambil ember yang berisi darah itu. Ia dengan cepat menendang ember berisi darah itu keluar dari ruangan dan memecahkan jendela. Ember itu langsung jatuh dari lantai tiga.
Saat itu laki-laki itu menatap Shin dengan sangat kesal. Secara tiba-tiba tercipta sebuah ledakan aura yang kuat dari laki-laki itu.
"Apa!" sorak Shin yang menahan ledakan aura itu.
"Apakah ia mengorbankan nyawanya hanya untuk mengeluarkan aura ini!" sorak Shin yang saat itu tiba-tiba saja terhisap ke arah laki-laki itu.
"Jika begini, maka aku akan mengorbankan nyawaku," ucapnya yang saat itu Shin sadar, diseluruh tubuhnya terpasangi bom waktu.
Saat itu Shin mencoba menghilang, dan kabur dari pelukannya. Namun saat itu juga ia sadar. Bahwa kekuatannya tertekan karena aura laki-laki itu yang mengorbankan nyawanya.
Sesaat setelah itu, laki-laki itu langsung mati, dan bom waktu langsung meledak.
Shin terlempar keluar dari ruangan, bukan hanya itu, Shin juga terbang ke arah jendela dan jatuh dari lantai tiga.
Shin saat itu langsung kebingungan, jika ia mengaktifkan senjata jiwanya, seluruh orang yang ada di bawah akan menyadarinya. Shin terpaksa menggunakan sedikit kekuatan senjata tombaknya, dan menguatjan tubuhnya.
Terjadi ledakan di tanah yang cukup keras, semua orang langsung melirik ke arah sesuatu yang jatuh itu, namun disana tidak ada apa-apa walau tanahnya masuk kedalam.
Shin saat itu langsung menghilangkan hawa keberadaannya dan berbaur dengan kumpulan orang-orang itu yang sedang menonton perempuan idol yang sedang menyanyi.
Yah, walau semua orang terdiam dan langsung menatap ke atas, tepatnya ke arah asal ledakan itu.
Langit mulai retak.
Hingga akhirnya, langit pecah. Mulailah terdengar suara-suara erangan monster yang terdengar sangat menakutkan.
"Sial, dia benar-benar mengorbankan dirinya sendiri, dan menggunakan darahnya untuk melengkapi darah yang kurang," decit Shin kesal.
>>Bersambung<<
~Higashi