Chereads / antara CINTA atau UANG / Chapter 21 - Beban

Chapter 21 - Beban

Max segera memasuki kediaman keluarganya yang super mewah, matanya menyorot ruangan yang temaram, dia menuju ke kamar Pauline, baru saja lampu dimatikan. Max tak mau mengganggu, dia membalik badan, besok dia harus bangun pagi untuk bisa bicara dengan Pauline. Max kembali ke ruang depan menaiki anak tangga menuju kamarnya. Baru saja pria itu hendak membuka pintu kamarnya, Mariah muncul dan sedikit mengejutkan max. Wanita itu mengenakan sheet silk sepaha dengan tali kecil transparan sebagai penahan di bahu, dia menggaruk leher yang tak gatal. Max memicingkan mata heran, sudah pukul segini, kenapa Mariah belum tidur.

"Kau baru pulang?"

"Ya, kau belum tidur?" Mariah mengangguk dengan wajahnya yang ragu. Max ingin bertanya tapi dia mengurungkan diri melihat wajah bibinya itu juga terlihat ragu. Max menautkan alis heran, ada apa dengan Mariah.

"Sudah malam, pergilah tidur!" Ujar max kemudian. Mariah mengangguk kecil.

Baru saja max membuka pintu dan ingin masuk ke ruang pribadinya.

"Max.." lirih Mariah, wanita itu kembali mendekati posisi max, membuat keponakannya itu kian bingung dengan tingkah Mariah.

"Ada apa?" Tanya max. Mariah menatap wajah lelah pria tampan di hadapannya. Ah, dia begitu lelah. Mariah mengurungkan niatnya.

"Ah, selamat malam.." ujarnya melangkah meninggalkan max. Max bahkan belum sempat menjawab, Mariah sudah melangkah meninggalkan dia. Aneh, max merasa tingkah Mariah sedikit aneh.

"Bii!!" Panggil max, Mariah tak menoleh. "Selamat tidur!" Ujar max kemudian. Mariah tak menjawab dia segera pergi dengan langkah teratur. Mariah kembali ke kamarnya. Max menatap punggung Mariah, dia merasa aneh. Tapi apapun, dia terlalu letih dan mengantuk. Max masuk ke dalam kamarnya.

Hari ini, melelahkan tapi daripada itu, max masih bisa menggaris senyuman. Dia merebahkan diri setelah membersihkan tubuh, max memangku kepala dengan pergelangan tangan, matanya yang menahan kantuk masih bisa membayangkan wajah Lia. Dia merona sendiri. 

"Gadis itu begitu cantik dan alami, dia begitu apa adanya.." gumam max tak bisa menarik senyuman, dia masih terus membayangkan wajah Lia yang menggoda, tubuh polos gadis itu yang membuat senjatanya ingin bangkit lagi. Sabar max!

"Kami bahkan sudah merencanakannya!" Ujar max dengan wajah tak sabar lagi. "Sepertinya aku harus booking hotel bagus dan memberikan hadiah!" Max menekan layar ponsel yang sedari tadi diletakkan di perutnya, dia segera berseluncur mencari hotel bagus. Paket pelayanan istimewa.

"Aku harus memberi kejutan yang indah, aku harap dia bisa menerima pernyataan cintaku nanti.." bayang bayang max yang berlutut di hadapan Lia, wajah sumringah dan air wajah yang terkejut karena menu mewah dan buket cantik dari tangan max. Dia yang berlutut dan mengulurkan tangan meminta punggung tangan Lia. Memberikan nyanyian mendayu yang syarat akan nada cinta. Max membayangkan kejutan itu untuk Lia. Sepertinya cinta yang tak terduga kini sedang dialaminya. Max menginginkan Lia, menginginkan gadis itu dalam hidupnya.

"Aku harus berhasil dan mendapatkan pendamping hidup yang ceria seperti Lia. Aku harus bisa membuat keluarga yang indah.." gumam max tertawa sendiri. Dia membayangkan Lia di pelukannya saat berbaring di ranjang seperti saat ini. Dia membayangkan bekerja sepanjang hari dan disambut perdebatan kecil di rumah yang berakhir dengan aksi ranjang panas, seperti saat mereka di club', atau di mini market. Atau di mobil. Ya mereka harus menyelesaikan semua itu suatu saat nanti. Max membayangkan Lia yang pekerja keras mengurus rumah dengan baik, mengurus anak anaknya, mengurus makanan dan pakaian nya. Max membayangkan suasana rumah yang hangat, dimana Lia akan mengomel dengan nada ketus, dimana dia tertawa saat seorang bayi yang membuat wanita itu kerepotan. Ah, imajinasinya terlalu jauh. Membuat max malas tidur, dia masih saja menghayal.

"Mulai besok, aku harus bersikap baik pada Lia agar dia percaya dengan perasaanku.." ujar max berjanji pada dirinya sendiri. Dia merubah posisi tidur, max masih membayangkan wajah Lia, dia bahkan lupa terakhir gadis itu panik dan cemas, sama seperti dirinya..

-----

Lia duduk di lorong rumah sakit dengan beberapa lembar kertas dalam genggamannya, gadis itu menyandarkan punggung dengan dahi berkeringat. Dia menengadahkan kepala. 

"Dari mana aku mendapatkan uang ini?" Lirihnya. Ya, tagihan pada lembaran kertas seketika membuat Lia frustasi. Bahkan dia tak pernah membaca nominal sepanjang ini sebelumnya. Lia sekali lagi menurunkan kepala, membaca rentetan angka pada lembaran kertas. Ada banyak sekali yang dia tak mengerti. Yang pasti tadi, saat dokter menjelaskan secara singkat padanya, membuat Lia seketika kehilangan separuh nyawa. Jadi selama ini bibi merahasiakan semuanya! Bibi selalu bilang karena tekanan darah tapi nyatanya dia mengidap penyakit berbahaya dan begitu completed. Operasi pertama pengangkatan sesuatu yang tumbuh di dalam otaknya. Bukankah itu sangat beresiko dan memakan biaya tinggi. Belum lagi kemungkinan terburuk yang dokter jelaskan. Semua itu membuat Lia tak percaya. Dan sekarang dia harus melunasi deposit. Lia kehilangan akal. Kemana dia akan mencari uang. Seperti yang dokter katakan, pengobatan yang tak hanya memakan waktu sehari atau seminggu, berbulan bulan bahkan hitungan tahun, rangkaian terapi dan tindakan medis lainnya. Lia mencoba mengatur nafas, berharap kepalanya berpikir jernih.

"Apa ada yang bisa ku jual?" Tanya Lia tak yakin pada dirinya sendiri. Skuternya? Ya mungkin itu yang pertama, lalu apa lagi. Tabungan kuliahnya, lalu? Semua itu bahkan hanya bisa untuk deposit awal. 

"Ayoo berpikir liaaa!! Berpikirlah!!" Lia memukul kepalanya sendiri dengan gemas. Dia harus mengumpulkan banyak uang untuk pengobatan bibinya. Dia harus mencari cara, Lia tak mau bibinya tak mendapatkan tindakan dengan baik. Apapun Lia! Lakukanlah jika ini semua demi bibi!.

Lia menoleh sejenak, dan masih belum bisa melihat langsung ke ruang rawat. Hanya mengintip saja. Dia sudah sendirian menunggu bibi. Entah kemana Lexi. Lia bahkan tak bisa menghubungi karena ponselnya mati. Dia harus mencari uang deposit di tunggu hingga 1 x 24 jam saja. Tak ada jalan lain, Lia harus mencari apapun yang bisa di jual di rumah. Dia membutuhkan uang saat ini. Lia melangkah perlahan meninggalkan lorong rumah sakit, dalam hati dia berjanji akan mendapatkan uang untuk perawatan bibinya, entah bagaimana caranya nanti. Yang jelas Lia harus meninggalkan bibinya dulu untuk sejenak. Lia menuruni tangga dan keluar dari lobby rumah sakit. Gadis itu mendapati udara dingin, untung saja max meminta Lia membawa serta jaketnya. Ngomong ngomong, dimana max? Pasti dia sudah pulang. Ya, pria itu sudah melakukan banyak hal untuknya, setidaknya setelah malam ini dia harus menemui max dan mengucapkan terima kasih dengan benar. Berhenti memikirkan pria itu! Lia membatin sendiri. Dia mempercepat langkah. Jalanan begitu lenggang dan sepi. Lia menutup rapat resleting jaketnya. Lia menyusuri jalan, tak tahu kemana..