"silahkan masuk dho,!!! apa yang ingin kamu bicarakan,!?!"
Ridho lantas bangkit dari duduknya lalu mengikuti paman Rasyid masuk kedalam ruangannya.
"silahkan duduk dho," ucap paman yang mempersilahkan Ridho untuk duduk di kursi yang telah dia sediakan.
"makasih paman,"
Ridho lantas duduk di kursi yang berhadapan dengan paman Rasyid, dia tidak langsung mengutarakan maksud dan tujuannya, yang dia lakukan adalah terdiam dan melihat sekeliling ruangan yang berisi berbagai senjata sihir dan alat lainnya.
Ada berbagai senjata sihir yang tergantung di dinding ruangan, baik itu pedang, tombak serta panah, dan ada juga beberapa alat sihir lainnya yang ditaruh didalam etalase kaca.
"kamu kesini hanya untuk melihat itu semua,!?!?!" tegur paman Rasyid.
Mendengar hal itu membuat Ridho kaget dan segera membenarkan posisi duduknya kembali lalu memasang wajah bersalah,
"maaf paman, aku kagum melihat koleksi senjata dan alat sihir paman,"
"oh,!! itu semua hasil ciptaan paman sendiri, ngomong-ngomong katanya tadi ada yang kamu ingin bicarakan,?!?"
"eh!?! anu paman, aku kesini ingin meminta maaf kepada paman soal perkataan ku tadi, ... aku sangat menyesal telah berkata seperti itu, aku sangat ingin belajar dan menjadi murid paman, aku akan memenuhi syarat yang paman minta," ungkap Ridho dengan wajah yang serius dan mata yang penuh harapan agar bisa dimaafkan dan diberi kesempatan lagi.
Paman Rasyid lantas menatap kearah Ridho dengan tatapan tajam dan dalam, sebenarnya dia sudah mengambil keputusan ingin memberi kesempatan kepada Ridho, namun dia ingin melihat keseriusan Ridho.
"bukankah kamu tidak suka dengan kultivasi,???" tanya paman Rasyid dengan wajah serius sambil menopang dagunya dengan kedua tangannya.
"aku memang tidak suka berkultivasi paman, namun setelah semua yang terjadi, apalagi kejadian tewasnya guru Bahar membuat ku sadar akan pentingnya untuk meningkatkan kekuatan Aura, aku ingin membantu Arman untuk membalaskan dendam atas kematian guru Bahar, ....
".... oleh sebab itu aku mesti meningkatkan kekuatan Aura milikku.." ungkap Ridho dengan semangat.
Mendengar hal itu membuat paman Rasyid merasa kagum dan bangga akan murid dari sahabatnya, dia sangat ingin melanjutkan tongkat estafet yang tidak bisa diselesaikan oleh sahabatnya. Dia tidak langsung menjawab apakah ingin memberi kesempatan kepada Ridho atau tidak, dia hanya mengatakan,
"paman memaafkan dirimu, namun untuk saat ini paman belum bisa menjawab apakah bisa memberikan kesempatan padamu atau tidak, sebaiknya kamu menyelesaikan syarat yang paman berikan, setelah kamu berhasil menerobos baru kita akan membahas tentang ini lagi," ungkap paman.
Kecewa namun itulah yang mesti Ridho terima, dengan berat hati dia menjawab,
"baiklah paman, aku berjanji akan memenuhi syarat yang engkau ajukan, setelah itu kita akan membahasnya lagi," ucap Ridho dengan semangat yang berapi-api.
"kalau gitu aku permisi dulu paman, terimakasih telah memaafkan diriku," ungkap Ridho sambil berdiri lalu membungkuk badannya, setelah itu dia lalu berbalik kebelakang dan berjalan keluar dari ruangan pribadi milik paman Rasyid.
"kamu tidak salah memilih murid kawan, aku akan melatih mereka seperti yang engkau harapkan," bathin paman Rasyid setelah melihat semangat Ridho yang berapi-api.
Paman Rasyid lantas menyiapkan beberapa bahan yang dia perlukan untuk membuat sebuah alat sihir, dia keluar sejenak dan membalik papan yang ada di pintunya yang bertuliskan "jangan di ganggu!!!!". Dia memang tidak suka diganggu ketika sedang membuat sebuah senjata atau alat sihir.
Ridho tiba diruangan tengah, dimana Arman dan Irwan sedang duduk bersantai sambil menikmati cemilan dan bir.
"gimana kak,?!? apa jawaban dari paman,?!?" tegur Arman yang melihat kedatangan ridho dengan wajah yang ceria dan semangat.
"kamu pakai nanya segala man,!! kelihatan tuh dari wajahnya yang ceria dan semangat, pasti guru telah memaafkannya,!!! iyakan dho,?" ucap Irwan.
Ridho hanya cengir dan tersenyum melihat mereka berdua, dia lalu menarik kursi dan ikut duduk bersama mereka.
"paman telah memaafkan diriku, namun dia belum memberi jawaban apakah aku bisa menjadi muridnya atau tidak, tapi dia telah berjanji, jika aku berhasil menerobos ketingkat selanjutnya maka dia akan membahasnya lagi," ungkap Ridho dengan senyuman.
"syukurlah kalau gitu kak, setidaknya paman sudah memaafkan, aku yakin paman pasti akan menerima kakak menjadi muridnya," ungkap Arman seraya menepuk bahu Ridho.
"iya bro, guru pasti akan menerima kamu jadi muridnya dan kita akan menjadi satu seperguruan," semangat Irwan karena akhirnya dia tidak sendirian lagi, kini ada Arman dan Ridho serta Harpic yang menemani dirinya.
Mereka bertiga lantas melanjutkan pembicaraan mereka sambil meminum bir dan menikmati cemilan buatan Arman.
Tak terasa malam hari telah tiba, matahari perlahan-lahan telah tenggelam di ufuk barat, mereka bertiga tertidur pulas di ruang tengah. Sedangkan paman Rasyid masih berkutat dengan palu dan tungku pembakaran miliknya, dan Harpic juga sedang tertidur akibat kekenyangan sehabis makan daging panggang miliknya.
Sore berganti malam, suasana desa juga kian sunyi, hanya ada para penjaga dijalan desa, mereka sedang berpatroli menjaga keamanan desa mereka.
Namun ternyata disebuah penginapan yang memiliki sebuah restoran dilobi bawah masih ramai oleh pengunjung dan para petualang, disudut meja terdapat beberapa petualang yang sedang membicarakan sesuatu sambil memakan makanan dan meminum bir. Jika dilihat dari Jirah yang mereka kenakan, mereka merupakan petualang bangsawan.
Banyak bangsawan yang menjadi petualang juga, kebanyakan dari mereka menjadi petualang bukan karena masalah ekonomi, namun mereka hanya mencari ketenaran semata, terkadang mereka membentuk sebuah party yang berisikan dari beberapa Petualang. Dimana tugas mereka biasanya melakukan pekerjaan berat seperti menyelesaikan misi yang sulit, dan jika misi sulit itu telah selesai, para bangsawan itu unjuk Gigi dan mengaku bahwa mereka yang telah menyelesaikan misi tersebut.
"apakah kalian lihat keramaian didepan toko Rasyid tadi,?" ucap petualang bangsawan yang memakai Jirah merah keemasan.
"iya tuan, aku sempat melihatnya dan sepertinya mereka sedang menonton seekor Griffin yang bermain dengan anak-anak desa," jawab salah satu anggota party.
"Oh seekor Griffin, ... APA!!!! SEEKOR GRIFFIN,!!!!" kaget petualang bangsawan seraya memukul meja yang membuat para pengunjung berbalik kearah mereka.
"APA YANG KALIAN LIHAT,!!!!! URUS URUSAN KALIAN,!!!!!" tegurnya.
Para pengunjung lantas berbalik dan melanjutkan makan, mereka tidak berani dengan kelompok party bangsawan tersebut karena party tersebut terkenal dengan arogan dan berasal dari salah satu guild terkenal di kota.
"coba ulangi apa yang kamu katakan tadi," tanya petualang bangsawan kepada anggota partynya.
"baik tuan Rey, para penduduk menonton seekor Griffin yang sedang bermain dengan anak-anak didepan toko tuan Rasyid," ucapnya
Sang petualang bangsawan itu bernama Rey, dia merupakan anak seorang bangsawan kota, dia sangat sombong dan angkuh karena dia merupakan seorang bangsawan.
"siapa yang memiliki Griffin itu,?" tanyanya.
"aku tidak tahu tuan, tapi sepertinya dia milik seseorang karena hewan itu mengenakan kalung rekanan,"
"kalung rekanan,?"
"iya tuan kalung rekanan, kalung itu biasanya dikenakan oleh hewan sebagai tanda bahwa dia memiliki tuan atau rekan manusia,"
"aku tahu arti dari kalung itu dan kamu tidak usah menjelaskan hal itu,"
"yang aku ingin tahu siapa yang menjadi rekan dari hewan buas Griffin,???? ..... besok kamu harus mencari tahu tentang itu, malam ini kita berpesta dulu, segera Carikan gadis untukku, malam ini aku ingin bertempur, cepat,!!!!!"
"baik tuan,".
Sebuah bencana akan menimpa Arman dan yang lainnya, mereka tidak tahu akan hal itu, karena mereka sedang mabuk dan tertidur pulas diruang tengah tempat mereka makan.
Malam semakin larut, tidak ada yang terjadi didesa pada malam itu, hanya keributan kecil yang disebabkan oleh beberapa petualang yang mabuk lalu bertengkar karena saling mengejek.
Malam berganti pagi, senja mentari menampakkan dirinya yang menerangi desa sepaku, kicauan burung-burung yang hinggap di ranting pohon dan suara derap langkah sepatu kuda para pedagang menghiasi pagi yang indah.
Arman dan yang lainnya masih tertidur pulas di meja makan, hingga akhirnya dibangunkan oleh paman Rasyid yang baru saja keluar dari ruangannya untuk beristirahat di kamarnya.
"astaga, kelakuan anak muda sekarang hanya bisa tidur,!!!! woi bangun,!!!!!" teriak paman Rasyid namun tak juga membangunkan mereka.