Written by : Siska Friestiani
LoCC © 2014
Re-publish Web Novel : 6 Oktober 2020
💕 Siskahaling
Alyssa menatap jengah ruangan VVIP kamar inapnya. Wanita itu bahkan baru saja membanting remote TV saat tidak menemukan acara yang bagus di televisi 32" yang kini menempel di dinding ruangan. Beruntung ia tidak ikut melempar televisi itu dengan mangkuk buburnya.
Seakan teringat sesuatu, Alyssa mengambil ponselnya di atas nakas lalu mencari kontak sekretarisnya.
"Bawakan semua berkas dan laporan keuangan perusahaan bulan ini ke rumah sakit. Tidak perlu menanyakan alamat rumah sakitnya karena Mike yang akan menjemputmu" Alyssa kembali melempar benda kecil itu di meja nakas. Yah, lebih baik ia mengecek berkas dan laporan keuangan perusahaan dari pada ia harus berdiam diri di ruangan terkutuk ini.
Baru saja, baru saja ketika Alyssa ingin memejamkan matanya, pintu ruang inap terbuka. Alyssa membuang nafasnya kasar saat ketenangannya kembali terusik. Apa ia tidak bisa di biarkan tenang sebentar saja?
Oliver, pria itu masuk dengan buket bunga di tangannya. Setelah memastikan pintu kembali tertutup, pria itu melangkah mendekati ranjang Alyssa.
"Aku baru saja ingin membunuh seseorang yang menggangu ketenangan ku Oli, dan kau datang menyerahkan diri" pernyataan bukan pertanyaan. Oliver, pria itu terkekeh, ia sudah menduga akan mendapatkan sambutan seperti ini dari Alyssa.
Gemas, tangan Oliver terulur mengacak puncak kepala Alyssa.
"Aku bukan anak kecil" protes Alyssa menatap tajam Oliver yang malah sedang tersenyum senang.
Sialan memang Oliver ini.
"Aku tahu. Dan yang harus kau tahu, kau selalu bertingkah menggemaskan dan itu membuatku gemas, Al" ucap Oliver lalu menyerahkan sebuket bunga yang dari tadi masih ditangannya.
"Kau membawakan aku ini?" tanya Alyssa sembari mengangkat bunga itu ke hadapan Oliver.
"Kau pikir apa yang bisa di lakukan oleh orang yang baru saja kecelakaan dengan bunga seperti ini" Alyssa membuang asal bunga yang di genggamannya. Membuat Oliver menatap iba bunga yang kini tergeletak tak berdaya di lantai.
"Al, ingatkan aku untuk membunuhmu setelah kau keluar dari rumah sakit"
"Tentu, dan aku pastikan kau yang akan mati sebelum kau membunuhku" Oliver melengos. Ia bahkan tidak yakin bahwa yang berbicara dengannya saat ini adalah seorang wanita.
"Kau tidak bersama Sivia?" tanya Alyssa yang baru menyadari Oliver datang tidak bersama Sivia.
"Aku bersamanya tadi, dan sekarang ia sedang di ruangan Alvin." Jawab Oliver malas.
"Brakkkk"
"Yakkkk!!! Apa yang kau lakukan huh?"
Oliver mengusap wajahnya. Alyssa, wanita bar-bar itu baru saja melempar bantal di wajah tampannya. Sial! Masihkah tampan wajahnya sekarang.
"Berhenti memasang wajah menyedihkan mu itu Oli, kejar Sivia jika kau mencintainya. Jangan memasang wajah bodoh mu itu di depanku, aku tak tertarik bahkan tidak bersimpatik sama sekali"
Jauhkan gunting dan kawan-kawannya dari Oliver sekarang juga jika kalian tidak ingin melihat ia merobek bibir Alyssa saat ini.
"Aku pergi, dan aku pastikan aku tidak akan kembali lagi kesini" sinis Oliver lalu beranjak keluar dari ruang inap Alyssa.
"Itu yang aku mau dari tadi, tapi sepertinya pria bodoh ku ini baru menyadarinya"
"Ke neraka saja kau, Al" teriak Oliver di balik pintu yang sudah tertutup. Alyssa terkekeh mendengarnya, bagaimana pun Oliver tetaplah sahabatnya dan dalam hati ia berjanji akan membantu masalah percintaan pria malang itu.
"Hahhhhhh" Alyssa kembali menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang. Lagi-lagi Alyssa mengernyit dahi saat sakit kepalanya itu kembali datang berdenyut menyiksa di kepalanya.
Dan untuk kedua kalinya pintu kamar inap Alyssa kembali terbuka, namun kali ini Mario yang datang dengan tas hitam di tangannya. Alyssa kembali mendengus tak suka, ada lagi orang yang menggangu waktu istirahatnya.
"Apa ada yang sakit?" tanya Mario mengusap lembut puncak kepala Alyssa, yang sebelumnya meletakkan tas hitam tersebut di atas nakas.
"Tidak, hanya sedikit pusing-"
"Pusing? Sebentar akan aku panggilkan Al-"
"Yakkkkk!!! Cukup sikap berlebihan mu itu Mario, aku hanya sedikit pusing. Se-di-kit. Jadi jangan berlebihan seperti itu" ucap Alyssa penuh penekanan
"Tapi-"
"Tetap di posisimu, jangan sentuh intercom, aku tidak apa-apa" tegas Alyssa.
Aishhh, sikap keras kepalanya datang lagi pemirsa!
"Apa yang kau bawa?" tanya Alyssa setelah melihat Mario duduk di samping ranjangnya. Jangan heran, kamar ini VVIP yang ranjangnya pun dapat memuat 2 orang sekaligus.
"Ahhh, iya. Aku mendapatkannya dari Acha, sekretaris mu tadi yang membawanya" jelas Mario mengambil tas di atas nakas lalu menyerahkan tas hitam itu kepada Alyssa.
"Sungguh? Ahhhh, aku sudah tidak sabar bermain dengan berkas-berkas kantor ku" ucap Alyssa semangat. Tangannya terulur membuka tas yang tiba-tiba saja di rebut paksa oleh Mario.
"Marioooo!! Apa yang kau lakukan! Kembalikan tas ku" Alyssa berusaha merebut tas yang kini berada di tangan Mario. Namun percuma karena kini tas-nya sudah berakhir di lantai.
Sialan!! Di tas itu ada laptopnya! Demi dewa kematian ia ingin membunuh Mario saat ini. Semua berkasnya ada di laptop itu. Semuanya, yah SEMUANYA.
"Kau!!!!" teriak Alyssa menatap Mario tajam. Tidak peduli dengan Mario yang kini menatapnya tak kalah tajam.
"Demi Tuhan!! Kau berengsek boy! Semua berkas kantor ku ada di situ berengsek!" teriak Alyssa frustasi. Ya Tuhan! Ia bahkan tidak tahu sampai dimana tingkat kewarasan Mario saat ini.
"Brukk" Mario mendorong tubuh Alyssa hingga saat ini Alyssa berbaring di bawahnya.
"Asal kau tau sayang, aku tidak perduli dengan berkas-berkas sialan mu itu dan satu lagi" Mario menyesap leher Alyssa sebelum melanjutkan ucapannya.
"Aku tidak akan mengizinkan mu untuk bekerja satu minggu ke depan! Atau bila perlu selamanya" titah Mario. Belum sempat Alyssa melontarkan kalimat bantahan namun tiba-tiba saja bibirnya telah di bungkam oleh bibir Mario.
Perlahan Mario mulai melumat bibir manis Alyssa. Memberikan gigitan-gigitan kecil mencoba menggoda Alyssa untuk membuka akses untuknya. Melihat Alyssa yang tidak melakukan perlawanan, Mario menarik tengkuk Alyssa untuk memperdalam ciuman.
"Ma- riooo. Ngehhh" mendengar desahan Alyssa, membuat Mario semakin memperdalam ciumannya. Melumat rakus bibir Alyssa. Tangan Mario tak tinggal diam, perlahan mulai nakal menelusup baju rumah sakit Alyssa, meremas lembut benda kenyal yang tersimpan di balik sana.
"Aku akan melakukannya bahkan sebelum kita menikah sayang, jika dalam satu minggu ke depan kau berani menyentuh berkas-berkas itu bahkan menginjakkan kaki mu di kantor. Kau mengerti?" Alyssa hanya mengangguk paham dengan nafas terengah, bagaimana pun jika sudah seperti ini ia tidak dapat menolak titah Tuan pemaksa-nya ini.
Dan Alyssa hanya bisa pasrah begitu Mario kembali meremas lembut dadanya. Sial! Ia ingin lebih!