Chereads / Lelaki cantik itu Amanda / Chapter 29 - Kenormalan Dirga

Chapter 29 - Kenormalan Dirga

Pagi ini Dirga masih bermuram durja di dalam kamarnya. Melewatkan sarapan bersama keluarga entah kenapa Dirga bisa menjadi secengeng ini hanya karena seorang Amanda gadis yang bahkan belum jelas asal usulnya.

Matahari sudah beranjak naik Dirga pun akhirnya menyerah dia keluar kamar untuk mengambil minuman di dapur lalu menyegarkan diri di taman belakang.

Dirga duduk di kursi taman belakang yang menghadap pada kolam ikan koi. Sambil meminum kopi dan juga roti,Rasa lapar di perutnya memang tak bisa bohong setelah semalam dirinya bergelut dengan samsak tinju melampiaskan amarahnya.

"Baru keluar juga kamu..?" Pak Adinata mendekati Dirga dan ikut duduk disampingnya.

"Hmm." Dirga menjawab simple sambik mengunyah rotinya.

"Sejak kapan kau mulai mengalaminya..?" Kali ini Dirga mengerutkan dahinya tak mengerti.

"Maksud ayah..?"

"Sejak kapan kau mulai merasakan kelainan pada dirimu..?"

"Ayah ni ngomong apaan sih.."

"Jujurlah nak..kalau memang perlu ayah akan panggilkan psikiater untukmu.." Dirga tersedak.

"Memangnya Dirga gila?? pake psikiater segala.. Ayah tuh yang aneh."

"Ayah sudah tau semuanya..katakanlah tak usah malu. Sejak kapan kau tertarik pada sesama jenis..?"

"Ya tuhan... Ayah nih ngomong apaan sih ngaco banget."

"Kau jadi seperti ini karna Adam kan.. kau suka sama Adam kan? kalian itu sejenis , Adam tuh lebih pantesnya sama Dinar adik kamu.."

"Dari mana Ayah tau..?"

"Jadi benar kan.. kalau kau ini.."

"Cukup deh yah. Jangan mikir yang nggak nggak. Dirga ini masih normal, masih cowok tulen ya."

"Lalu..kenapa semua ini bisa terjadi. kau patah hati karna di tolak seorang Adam..?" Dirga sudah tak tahan lagi karakternya di ragukan oleh ayahnya sendiri.

"Asal Ayah tahu saja Adam itu sebenarnya seorang perempuan."

"Aapaa..?" Pak Adinata kaget.

"Apaaa..?" Dinar yang menguping di belakang mereka ikut kaget.

" Ya Ayah, nama aslinya adalah Amanda dia seorang cewek tulen yang sedang menyamar."

"Untuk apa dia menyamar? siapa dia sebenarnya?"

"Dirga juga belum tau siapa dia sebenarnya.. dia kabur dari rumah karna tak mau dijodohkan. Makanya ayah jangan main jodoh jodohin ."

"Wah gagal deh Dinar dapet cowok ganteng.. harusnya yang patah hati itu Dinar dong." Kali ini Dinar ikut duduk di kursi yang tersisa.

"Syukurlah ternyata putraku masih normal."

"Ayah nih apa apaan.." Ya walaupun awalnya dirga sendiri juga pernah meragukan keNORMALannya.

"Kalau sebagai Adam saja dia anak yang baik berarti sebagai seorang gadis dia juga pastilah anak yang baik. kau seharusnya bisa mendapatkannya." Kini pak Adinata berpihak pada Adam versi perempuan. "Tapi kau harus cari tau dulu asal usulnya."

"Percuma yah dia tidak suka pada Dirga. Amanda malah mau melempar Dirga sama orang lain."

"Cinta itu memang tidak mudah, segalanya itu butuh perjuangan. Tapi kalau bisa kau juga harus jual mahal sedikit biar harga dirimu tak jatuh."

"Jadi maksud ayah..?"

"Kejarlah dia saat kau tau dia adalah benar benar gadis baik dan dari keluarga baik baik.." Dirga tersenyum puas mendengar kata kata sang ayah.

"Trus nasip Dinar gimana dong.."

"Kalau kau mau sama Arya aja.." Dirga mengusulkan.

"Gak ah..Dinar gak suka cowok arab. Dinar lebih suka cowok ala k-pop. Lagi pula mas Arya tuh terkesan kaku kayak batu dan dingin kayak es. Bisa bisa nanti Dinar ikutan membeku."

Dirga dan Ayahnya sama sama tertawa dengan ucapan konyol Dinar. Dirga meminta ayah dan adiknya untuk merahasiakan identitas Amanda untuk sementara waktu. karna tak ingin gosip yang beredar berpengaruh pada bisnis yang sedang di rintisnya.

****

Sudah satu minggu setelah kejadian itu Dirga bersikap dingin pada Amanda pembicaraan mereka hanya sebatas masalah pekerjaan begitu pula dengan Lina. Walaupun serumah Lina menjadi sangat tertutup bicara pun seperlunya. Bi Minah sendiri sampai gedek di buatnya.

Amanda sendiri seperti kehilangan matahari. Amanda yang biasanya ceria kini menjadi layu. Dua orang yang menjadi sahabatnya kini memilih menghindarinya, mereka berdua kini menjadi seperti Arya yang hanya bicara seperlunya. Padahal Arya saja sekarang sudah lebih mendingan bisa tertawa jika di dekat Amanda.

Walaupun sebenarnya Dirga sendiri sudah tak tahan dengan suasana seperti ini. Bagaimana mungkin dia bisa betah berlama lama ngambek pada Amanda, sedangkan memandang Amanda saja jantungnya sudah berdebar tak karuan.Tapi Dirga ingin jual mahal seperti yang Ayahnya katakan .

"Dirga besok aku harus pergi. Kau tolong handel semuanya ya."

-Pergi ? mau kemana dia?-

"Hmmm." Isi hatinya tak sejalan dengan mulutnya.

"Besok aku akan mulai pemotretan dan syuting iklan di luar kota selama lima hari."

-Lima hari..kenapa lama sekali dan kenapa mesti jauh sekali.-

"Iya pergilah. Semua akan ku urus."

Amanda pun sedih karna saat dirinya pergi pun dirga juga masih tak mau memaafkannya. Tapi Amanda masih senang Dirga masih mau memakai gelang persahabatan pemberiannya.

****

Dua hari sudah Amanda menjalani proses pemotretan tapi tak ada yang menemaninya. Arya pun tak ada karna masih sibuk mengurus bisnisnya yang lain. Amanda seperti kehilangan mood nya.

Sang fotografer pun jadi harus bekerja ekstra agar seorang Adam, model nya ini bisa berpose dengan menarik dan dengan senyum yang alami, karna senyumnya kini seperti senyum yang di paksakan.

Dua hari pula Dirga mengurus pekerjaannya dengan pikiran yang melayang layang. Tak ada wajah Amanda membuatnya tak bersemangat.

"Kau kenapa beberapa hari ini tak bergairah hidup.?" Pak Adinata melihat anaknya yang muram.

"Amanda pergi syuting iklan.."

"Rupanya kau sangat tergila gila padanya ya.."

"Sepertinya begitu, aku menyesal karna belum memaafkannya."

"kenapa tak kau susul saja dia dan minta maaf. Kadang lelaki itu harus mengalah dan tak boleh egois, atau kau akan kehilangannya sebelum kau sempat minta maaf padanya."

Dirga memikirkan kata kata Ayahnya lalu senyum pun terukir di wajahnya.

"Ayah memang yang terbaik.." Dirga memeluk Ayahnya dan berlenggang menuju ke ruang kerja memutuskan untuk lembur menyelesaikan beberapa laporan sebelum menyusul Amanda.