Ananda Karen adalah seorang anak yang tumbuh dengan finansial yang sangat mapan. Dari kecil ia tumbuh sebagai satu-satunya anak gadis kesayangan kedua orangtuanya. Ia bisa berlibur kemana pun di belahan dunia ini tanpa perlu mengkhawatirkan anggaran keuangan. Baginya menginap di hotel terbaik sambil mengecap masakan dari chef kelas dunia adalah hal yang biasa.
Namun hal itu tidak membuatnya lupa diri dan selalu berusaha untuk mencapai yang terbaik. Ayahnya George sebagai sosok pria yang dikaguminya itu mengajarkannya hal-hal unik mengenai kehidupan.
Tentu saja, sebagai seorang putri dari pengusaha ternama di bidang perhotelan, Ananda Karen terbilang anak yang cukup mandiri. Berbeda dengan kebanyakan anak tunggal lainnya yang memiliki sifat manja dan tak bisa melakukan apapun tanpa bantuan dari pelayan mereka.
Sejak kecil Ananda Karen dididik oleh ayahnya untuk menjadi pekerjaan keras. Jika Ananda menginginkan sesuatu, maka ia harus bekerja untuk mendapatkan imbalan. Jika Ananda menginginkan uang saku sebanyak 100 ribu rupiah, maka ia harus mencuci mobil ayahnya sebagai gantinya.
Ananda Karen tidak masalah untuk melakukan hal-hal yang diperintahkan ayahnya, selama ia mendapatkan imbalan uang saku.
Ibunya Margareth yang adalah ibu rumah tangga, ia sangat mencintai Ananda dan berusaha menjadi ibu dan sahabat yang baik bagi Ananda anaknya.
Ananda Karen bukanlah anak yang mudah menangis dan ia termasuk anak yang sangat pandai diusianya. Ia adalah anak yang tak suka berbicara basa-basi dan juga cenderung kaku di saat ia bersosialisasi dengan teman-temannya. Sehingga banyak anak yang minder untuk mendekatinya hanya untuk sembari menyapa. Akan tetapi, dia dapat menunjukkan keceriaan yang luar biasa saat bersama kedua orangtuanya dan bisa menjadi diri sendiri ketika bersama Tasya Lin, sahabat satu-satunya.
Bagi Ananda Karen fokus pada tujuan adalah yang terpenting daripada membangun persahabatan yang rumit dengan banyak orang. Yah, setidaknya dia memiliki seorang teman yang dapat memahaminya tanpa perlu ia berkata banyak.
Menurut orang lain Ananda Karen adalah anak yang bosy dan sombong. Berbeda halnya dengan Tasya Lin yang berpikiran positif tentang Ananda. Tasya Lin yang mencoba mendekati Ananda Karen terlebih dahulu, mengetahui bahwa Ananda adalah anak yang menyenangkan. Sehingga lambat laun mereka menjadi semakin akrab bagai emplop dengan prangko yang tak terpisahkan.
Dimana Ananda Karen berada, maka disitu pulalah Tasya Lin akan berada. Bagi Tasya Lin, Ananda Karen adalah sosok yang ingin ia kejar. Ananda Karen bagai burung rajawali yang bisa terbang menembus badai di tengah lautan. Sehingga bagi Tasya Lin yang menganggap dirinya sebagai burung pipit harus banyak belajar dari Ananda.
"Kau ingin menjadi apa jika besar Ren-ren?" Tanya Tasya Lin kepada Ananda Karen dengan memanggil nama kesayangan Ananda.
Bibir Ananda Karen membentuk lengkungan yang indah. Ia memandang ke arah padang rumput yang indah, tepat di depan mata mereka. Sembari merasakan tiupan angin sepoi-sepoi yang membuat rambut panjangnya menari-nari mengikuti alunan angin musim semi.
"Entahlah Tata, aku mempunyai banyak keinginan untuk dicapai." Ananda Karen memberikan jawaban yang klise kepada Tasya Lin yang melihatnya dengan antusias sebelumnya.
Wajah Tasya Lin cemberut, dia mengharapkan Ananda memberikannya jawaban yang pasti mengenai hal yang dicita-citakan sahabatnya itu.
"Hehehehe..." Ananda Karen tertawa melihat wajah sahabatnya yang sering ia panggil dengan sebutan Tata, sebagai nama panggilan kesayangan untuk sahabat tercintanya itu.
Ananda tahu bahwa Tasya Lin tidak suka dibuat penasaran dan membenci jawaban yang ambigu. Akan tetapi Ananda Karen memang menjawab pertanyaan sahabatnya itu dengan serius. Ia memiliki banyak hal yang ingin ia capai dalam hidupnya di masa mendatang.
"Lalu kau ingin jadi apa kelak?" Ananda Karen balik bertanya dengan pertanyaan yang serupa.
Sorot mata Tasya Lin yang berwarna hijau itu kemudian berbinar memancarkan kehangatan. Tasya Lin kemudian menjelaskan betapa ia menginginkan menjadi sesuatu yang berarti di masa depan.
"Aku akan menjadi seorang dokter seperti mendiang ayahku. Kemudian aku akan menyelidiki mengenai kasus yang dituduhkan terhadap ayahku dan membersihkan namanya!" Tasya Lin melihat Ananda Karen dengan tersenyum tipis. Matanya agak berair dan sedikit memerah, lalu Ananda Karen meraih tubuh ramping sahabatnya ke dalam dekapannya.
Ananda mengelus hangat dan membelai rambut sahabatnya itu dan berkata, "Kau tidak perlu memaksakan dirimu. Ingatlah aku akan selalu ada di sampingmu bagaimana pun kondisi mu."
Ananda Karen berusaha memberikan hiburan terbaik yang bisa ia berikan kepada sahabatnya. Tasya Lin yang selalu terbayang akan mendiang ayahnya akan selalu bersedih.
"Ren-ren aku tidak apa-apa." Ujar Tasya Lin yang memandang Ananda Karen dengan senyuman di wajahnya.
Walaupun Tasya Lin berkata bahwa ia baik-baik saja, Ananda tahu bahwa Tasya Lin tidak baik-baik saja saat itu. Tasya Lin terlalu berusaha di luar kapasitasnya. Tapi Ananda selalu mendukung apapun keputusan yang diambil Tasya Lin. Tasya Lin bukanlah anak yang cerdas, tapi dia mau berusaha lebih daripada anak-anak yang lainnya karena mengetahui kekurangannya itu. Tasya Lin harus belajar sampai berkali-kali lipat untuk bisa bersaing dengan anak-anak seusia mereka.
Oleh sebab itu, Ananda Karen tahu bagaimana ia telah berusaha untuk akan mencapai cita-citanya itu. Menjadi seorang dokter tidaklah mudah, tapi jika itu keinginan Tasya Lin, maka Ananda Karen akan selalu mendukungnya.
Melihat Tasya Lin yang berusaha tersenyum di depannya, Ananda berkata, "Aku tahu."
Tasya Lin yang tadinya berada di dekapan pelukan hangat Ananda merebahkan tubuhnya di atas rerumputan hijau yang mengililingi mereka. Ia melihat ke arah birunya langit di angkasa dari bawah pohon lindung yang menutupi mereka dari sengatan matahari.
Lalu Tasya Lin membawa tangannya membentang di daratan dan salah satu tangannya mencoba menggapai langit, "Di atas langit masih ada langit. Dimanakah tempat ku?" Tasya Lin melihat langit dengan tatapan penuh makna. Ia mencari-cari jawaban yang sebenarnya telah ia ketahui dengan jelas.
Mendengar gumaman Tasya Lin, Ananda Karen yang duduk tepat di sampingnya melihat ke langit yang sama dengan Tasya Lin. "Kita jelas berada di bumi, Ta." Jawab Ananda Karen yang selalu menjawab dengan logis.
Jawaban Ananda Karen bukannya salah. Akan tetapi walaupun Tasya Lin sedikit bodoh, ia selalu bisa mendalami segala sesuatu dengan pola pikir yang berbeda.
"Ya, aku juga tahu kita ada di bumi Ren!" Ujar Tasya Lin yang menarik kembali tangannya ke sisinya.
Lalu mereka saling berpandangan dan melepaskan tawa mereka satu sama lain, seakan-akan dunia ada di genggamam tangan mereka seorang.
'Aku tidak memerlukan orang lain lagi untuk menjadi sahabat ku. Karena kau saja sudah cukup!' Ananda berbisik dalam hatinya, sambil mengarahkan pandangannya ke arah wajah Tasya yang sedang sibuk memandangi langit biru yang ada di atas mereka.
~To be continued