Saat Bu Lisa keluar ruangan, teman-teman di sekitar bangku Tasya Lin berkerumun di sekeliling meja Tasya Lin.
"Kau terlambat lagi rupanya Lin..." Ujar salah satu teman kelasnya Levi sambil berjalan ke arah bangku tempat duduknya yang tepat berada di belakang Tasya Lin.
Tasya Lin menggaruk kepalanya yang tidak gatal, sembari berkata: "Begitulah." Jawab Tasya Lin singkat.
"Eh Lin, gimana menurut loh?" Tanya salah satu gadis dari 3 gadis yang mengelilingi kursi Tasya Lin.
Tasya Lin yang bingung dengan pertanyaan Ema yang melihatnya dengan antusias, terus bertanya, "Gimana apanya Ma?"
"Ah, kau belum dengar rupanya!" Ujar Sasya
"Dengar soal apa?" Tasya Lin melihat keempat gadis perempuan yang mengililinginya dengan tatapan yang kebingungan. Dia berharap seseorang bisa memberitahukan kepadanya topik apa yang sebenarnya sedang ingin mereka bicarakan dengannya.
"Katanya ada murid pindahan di kelas kita. Tapi tampaknya dia belum memunculkan dirinya. Yang ku dengar, murid pindahan itu adalah cowok tampan idaman semua gadis." Kata Lina sambil berbinar-binar membicarakan sosok anak laki-laki yang bahkan belum pernah ia temui.
Ema dan Sasya mengangguk setuju dengan apa yang diucapkan oleh Lina. Mereka membayangkan sosok pangeran tampan akan masuk di kelas 3-A dimana mereka berada.
Tasya Lin tersenyum melihat tingkah teman-teman kelasnya, lalu merespon dengan ramah. "Sepertinya akan menyenangkan!" Ujarnya untuk memuaskan para anak perempuan yang mengelilinginya.
Tasya Lin lalu melihat ke arah Ananda Karen berada, "Bagaimana menurut kamu Ren-ren?" Kata Tasya Lin melemparkan pertanyaan kepada Ananda yang duduk agak jauh dari kursinya.
Mendengar Tasya Lin yang mengajak Ananda Karen untuk bersumbangsih dengan pembicaraan mereka, ketiga gadis itu pun memperlihatkan wajah yang kurang senang.
"Aku rasa, aku tidak perlu memberikan tanggapan apa-apa soal itu Ta." Kata Ananda Karen yang melihat ekspresi wajah teman sekelasnya yang kurang nyaman dengan kehadiran Ananda masuk ke dalam percakapan.
Ananda Karen yang lebih suka menyendiri merasa bahwa ia bisa melakukan semua hal yang tidak bisa dilakukan oleh orang lain. Ia bahkan bisa mengerjakan tugas kelompok secara individu walaupun itu melanggar aturan.
Berkelompok bersama Ananda Karen adalah hal yang paling dihindari oleh teman-teman sekelasnya. Itu karena dia selalu menjadi dominan dalam segala hal! Iya juga menuntut pekerjaan yang sempurna, sehingga sulit bagi teman sekelasnya mengerti pola pikir Ananda Karen yang terlalu disiplin di mata mereka.
Berbeda dengan Ananda Karen yang cenderung individual. Tasya Lin adalah anak yang supel. Ia dengan mudah dapat meraih hati orang-orang di lingkungan sekitarnya, sehingga banyak teman yang mau berbagi bersamanya. Bagi Tasya Lin, memiliki banyak teman adalah hal yang baik. Tapi bagi Ananda Karen, satu sahabat saja sudah cukup baginya.
"Lin sebaiknya kau berhenti bergaul dengan Karen." Ujar Ema sambil melirik judes ke arah Ananda Karen yang terlihat santai dengan buku di tangannya.
Sasya dan Lina berargumen sama dengan Ema, lalu mengangguk setuju.
Walaupun sebagian besar dari teman-teman sekelasnya berusaha menghindari Ananda Karen, tapi itu tidak akan terjadi bagi Tasya Lin. Ia yang paling tahu bagaimana Ananda Karen yang sebenarnya tanpa perlu nasehat dari teman-teman sekelasnya.
Tasya Lin lalu mengambil buku yang ada di dalam laci mejanya, ia melihat ke arah gadis-gadis yang mengililinginya dan memperlihatkan senyuman yang menawan.
"Aku harus belajar. Kalian tahu bahwa di dalam kelas ini, akulah yang paling susah untuk menyerap pelajaran masuk ke otakku. Sebaiknya kalian juga berhentilah berbicara mengenai murid pindahan itu, dan gunakan sedikit waktu kalian untuk melihat kembali soal kalkulus yang ibu Lisa berikan." Ujar Tasya Lin untuk membubarkan anak-anak perempuan yang mengelilinginya dengan cara yang sopan tanpa menjawab saran dari argumen mereka mengenai Ananda Karen.
"Aku akan memotong kuku tangan ku saja." Ujar Ema berbalik ke arah bangkunya.
"Kalo begitu selamat belajar yah Lin..." Sasya memberikan dorongan semangat dengan senyuman terbaiknya.
"Aku tidak ganggu lagi deh." Sambung Lina. Dengan begitu akhirnya mereka bubar dari perkumpulan gosip di meja Tasya Lin.
Tasya Lin yang berpura-pura berkonsentrasi dengan buku bacaannya menghela nafas panjang, seolah-olah ia baru saja keluar dari situasi yang sangat berat. Ia kemudian menoleh ke arah tempat duduk Ananda Karen, tapi Ananda Karen tidak ada di tempat duduknya. Entah kapan ia beranjak dari bangkunya dan keluar dari ruangan kelas.
Jam mata pelajaran kedua pun tiba. Pelajaran fisika yang sangat Ananda Karen benci! "Dia pasti bolos karena sebentar lagi pak Agus akan masuk mengajar." Gumam Tasya Lin.
Tasya Lin yang tahu di mana Ananda Karen berada tidaklah terlalu khawatir. Lagipula Ananda Karen adalah anak yang pintar di semua mata pelajaran tanpa terkecuali. Orang-orang menyebutnya sebagai gadis yang sempurna tanpa cacat!
Selesai pelajaran, bel istirahat pun berbunyi. Tasya Lin buru-buru pergi ke taman halaman belakang sekolah. Ia tahu bahwa Ananda Karen akan duduk di bawah pohon angsana sambil membaca sebuah buku novel yang berjudul "Jiwa Yang Terbelenggu".
Saat ia melihat Ananda Karen dari kejauhan, Tasya Lin memperhatikan sosok gadis yang seumuran dengannya itu. Gadis yang bertubuh ideal dengan rambut panjang berwarna hitam, menutupi punggung belakangnya sampai ke pinggang.
Matanya yang seperti kacang almond berwarna cokelat dapat memikat setiap mata yang berpapasan dengan kedua bola matanya. Wajahnya yang mungil dihiasi dengan hidung yang mancung dan dipadukan dengan bentuk bibirnya yang terlihat seperti bowid cup undefined.
"Bukankah gadis itu terlihat sempurna?" Suara seorang anak laki-laki yang tiba-tiba memberikan pendapatnya, ditengah-tengah imajinasi Tasya Lin.
Tasya Lin mengangguk setuju sambil berkata: "Iya, dia sangat cantik." Ujarnya tanpa sadar menjawab pertanyaan dari anak laki-laki itu.
'Eh, tunggu! Barusan aku ngomong sama siapa yah?' Pikir Tasya Lin di dalam hatinya sambil menoleh ke belakang.
"Hai..." Ujar Wijaya sambil melambaikan tangannya ke arah Tasya Lin yang melihatnya dengan kejutan.
"Bukankah dia temanmu, kenapa kau tidak menghampirinya saja dan malah bengong di sini?" Tanya Wijaya sambil tersenyum dan membalikkan badan Tasya Lin yang syok melihat wajah anak laki-laki itu.
"Tunggu, bukankah kau anak laki-laki yang tadi aku temui di belakang sekolah?" Tanya Tasya Lin berbalik melihat kembali ke arah Wijaya.
Wijaya hanya tersenyum, lalu ia melangkah pergi dengan memperlihatkan belakang punggungnya kepada Tasya Lin tanpa menjawab pertanyaannya.
"Pfft, dia bilang aku anak laki-laki. Dia seperti orang tua saja..." Gumam Wijaya yang sedikit mengeluarkan tawanya.
Wijaya menggelengkan kepalanya, 'Ah, lagi-lagi aku tertawa saat bertemu dengannya. Mungkin bersekolah disini akan menarik!' Pikirnya dalam hati.
"Dia anak laki-laki yang aneh." Gumam Tasya Lin yang memperhatikan Wijaya yang menghilang di balik tembok kelas sekolah.
"Ada apa, Ta?" Tanya Ananda Karen yang secara mendadak datang menyapa Tasya Lin.
~To be continued