Ananda Karen melihat Tasya Lin berbincang dengan seorang anak laki-laki seusia mereka. Sehingga Ananda Karen mengambil tindakan untuk pergi menemui Tasya Lin terlebih dahulu.
Melihat Tasya Lin yang terus melihat lurus ke arah kelas yang di dekat taman belakang sekolah Ananda Karen penasaran. "Ada apa, Ta? Siapa laki-laki tadi..." Tanya Ananda Karen sambil melirik ke arah Tasya Lin melihat.
"Astaga..." Teriak Tasya Lin yang kaget dengan sapaan mendadak dari Ananda Karen. Ia hampir saja melompat karena syok.
Ananda Karen melihatnya dengan bingung, "Kenapa tiba-tiba kau ada di sini? Tadi kan kau lagi duduk membaca di sana!" Ujar Tasya Lin sambil membawa jari telunjuknya, menunjuk ke arah kursi taman yang berada di bawah pohon angsana.
Ananda Karen mengedipkan kedua matanya sambil melihat ke arah Tasya Lin yang sedang bingung. Sepertinya ia masih menantikan Tasya Lin untuk menjawab pertanyaannya lebih dulu.
"Ah sudahlah. Aku juga tidak tau siapa laki-laki tadi... Tapi yang aku tahu tampaknya kalian berdua punya bakat untuk mengejutkan orang!" Ujar Tasya Lin sambil berbalik hendak pergi ke kelas.
"Kau mau kemana?" Tanya Ananda Karen dari belakang.
"Tentu saja kembali ke perpustakaan. Kau tidak ikut?" Jawab Tasya Lin sambil membalikkan wajahnya melihat Ananda Karen yang berada dibelakangnya.
Dengan wajah datarnya yang juga tetap cantik walaupun tak tersenyum, Ananda Karen menarik lengan Tasya Lin untuk pergi ke kantin sekolah. "Jangan belajar terus, kau butuh nutrisi juga." Kata Ananda Karen sambil tersenyum tipis.
"Tapi Ren-ren..." Tasya Lin mengelak sambil menahan tangan Ananda Karen yang menariknya erat ke tempat lain di luar tujuan utamanya.
"Aku akan membantu mu setelah makan. Lagipula ini jam istirahat." Ujar Ananda Karen memberikan solusi.
Melihat Ananda Karen yang bersikeras, dengan berat hati Tasya Lin setuju. "Tapi ingat, kau benar-benar harus membantuku!" Katanya.
Ananda Karen tersenyum hangat memperlihatkan giginya dengan tawa yang anggun. "Siap Bu." Balas Ananda Karen sambil mengangkat kedua jarinya membentuk huruf V.
"Jika saja kau tersenyum seperti itu dengan teman-teman yang lain, kau mungkin akan sangat populer dan tidak memerlukan ku lagi..." Ujar Tasya Lin.
"Aku tidak tertarik dengan saran mu. Lagi pula aku hanya ingin berteman denganmu saja!"
Mereka memutuskan untuk mengisi perut mereka di kantin sekolah. Saat memasuki kantin, terdengar berbagai bisikan cibiran maupun pujian untuk Ananda Karen.
"Bukankah dia senior yang terkenal sangat pintar itu..."
"Wah lihat dia, tidak ada yang secantik Karen di sekolah ini." Bisik anak-anak lelaki yang memperhatikan Ananda Karen yang berjalan menuju meja makan.
"Gadis sombong itu sedang pamer lagi!" Kata para gadis yang selalu syirik dengan kecantikan Ananda Karen.
"Bukankah dia terlalu sempurna?"
Mereka berbisik-bisik saat melihat Ananda Karen dan Tasya Lin hendak mengambil tempat di meja makan kantin.
Bagi Ananda Karen, melihat mereka berbisik-bisik tentang dirinya adalah hal yang biasa. Lagipula dia selalu memiliki Tasya Lin disampingnya! Jadi, dia tidak ragu lagi untuk makan di kantin sekolah dan duduk sendirian seperti saat pertama kali ia menjadi junior.
Rupanya Wijaya juga sedang berada di kantin sekolah. Ia memperhatikan sosok yang dipuja sekaligus yang dibenci itu.
"Ren-ren, aku pergi cuci tangan dulu. Apa kau mau ikut?" Tanya Tasya Lin kepada Ananda Karen.
Ananda Karen menggelengkan kepalanya. "Aku akan memesan makanan untuk kita. Kau pergilah duluan!" Ujarnya.
"Oke, aku mau pesan..." Saat Tasya Lin ingin menyelesaikan perkataannya, Ananda Karen berkata: "Bakso kan!"
Mendengar ucapan Ananda Karen, Tasya Lin tersenyum setuju. Ia kemudian pergi untuk beberapa waktu ke wastafel kantin sekolah untuk mencuci tangannya. Tidak lama setelah itu, ia kembali ke meja kantin tempat Ananda Karen duduk. Namun, sesuatu yang tidak biasa terjadi...
Ia terbelalak melihat hal yang sedang terjadi di depan matanya. Ananda Karen sedang berkelahi dengan seseorang rupanya! Tubuh idealnya itu dibasahi oleh kuah kaldu bakso yang mereka pesan.
Wajahnya yang cantik menunjukkan ekspresi bahwa ia sangat terganggu dengan kehadiran anak laki-laki yang ada di depannya itu.
"Apa yang kau lakukan kepada Ren-ren?" Teriak Tasya Lin dari kejauhan dengan amarah yang membara.
Keheningan terjadi seketika saat mendengar teriakkan Tasya Lin. Ia berjalan seperti malaikat maut yang memegang tombak berbentuk bulan sabit ditangannya.
Wijaya yang melihat hal itu terkejut! Rupanya Tasya Lin menuju ke arahnya dan siap untuk memangsanya kapan saja.
Mata Tasya Lin membara, Mata hijaunya itu menatap tajam ke arah Wijaya dan menarik kerak baju Wijaya dengan berjinjit.
"Apa yang kau lakukan terhadap Ren-ren?" Ia berbicara dengan tegas sambil terus berjinjit untuk menggapai kerak baju Wijaya yang jika dibandingkan dengan tubuh Tasya Lin, ia sangat tinggi.
"Ta, tunggu dulu." Ananda Karen mencoba menjelaskan sambil meraih bahu Tasya Lin yang lagi dibakar api kemarahan.
"Jangan membelanya Ren-ren. Aku akan membantu mu memusnahkan anak laki-laki ini...!" Kata Tasya Lin sambil membalikkan wajahnya sebentar ke arah Ananda Karen, lalu berbalik menatap Wijaya dengan aura membunuh.
Mendengar perkataan Tasya Lin yang begitu antusias, Wijaya tak bisa menahan tawanya. "Tidakkah kau sadar diri...! Bagaimana bisa kau akan memusnahkan ku dengan tubuh mungil mu itu? Lihat kakimu yang berjijit untuk menggapai kerak bajuku!" Ujar Wijaya memprovokasi perasaan Tasya Lin. Ia melirik ke bawah, sambil memperhatikan betapa saat ini Tasya Lin sedang kesulitan untuk berjijit terus-terusan.
"Apa kau bilang?" Tasya Lin mulai terprovokasi. "Menunduklah jerapah hidup!" Kata Tasya Lin dengan berkoar-koar sambil menarik kerak baju Wijaya, agar wajah Wijaya sejajar dengan wajahnya.
Wajah mereka kini sejajar, tatapan Wijaya ke arah Tasya Lin bukanlah tatapan musuh yang ingin mencari masalah. Sekilas Wijaya mengagumi keindahan wajah dari Tasya Lin yang sedang naik pitam itu.
"Kau cukup cantik juga jika dilihat dari dekat, kerdil... Tapi ada baiknya jika kau juga menyisir rambut mu dan mandi saat mau ke sekolah!" Tutur Wijaya menyeringai.
Wajah Tasya Lin merona. Kedua wajah mereka terlalu dekat, sehingga Tasya Lin bisa melihat garis wajah yang indah dari anak laki-laki itu. Namun saat teringat pada kalimat terakhir dari Wijaya, tentu saja ia pasrah karena apa yang Wijaya ucapkan benar adanya.
Ia menggelengkan kepalanya, sembari menyadarkan diri bahwa Wijaya yang dihadapannya adalah musuh yang harus dibasmi dan dia tidak boleh terpesona dalam keadaan apapun.
Ia lalu menguatkan tekatnya, digigitnya bibir bawahnya dan langsung melayangkan kepalanya menubruk keras hidung Wijaya hingga berdarah, sambil berteriak: "Yahhhh...."
Bruukkk... Benturan yang sangat keras. Semua mata tertuju dan memandang ke arah mereka yang menjadi tontonan menarik saat itu.
"Rasakan itu jerapah payah!" Ujar Tasya Lin dengan puas telah melukai anak laki-laki yang bahkan belum ia ketahui namanya itu.
Mata Ananda Karen tercengang. Ia ragu-ragu ingin berkata sesuatu...
~To be continued