Chereads / (Hiatus) Perfectionist Girl's / Chapter 5 - Apa ada masalah?

Chapter 5 - Apa ada masalah?

"Anu, Ta..." Ananda Karen ingin menyelesaikan kesalahpahaman yang mungkin saja terjadi antara sahabat dan anak laki-laki yang belum pernah terlihat sebelumnya di lingkungan sekolah.

"Tidak usa memujiku Ren, aku melakukan pekerjaan yang bagus dengan memberinya pelajaran! Lihat dirimu yang basah dengan kuah bakso karena dirinya..." Kata Tasya Lin dengan puas. Ia bahkan tersenyum lebar ke arah Ananda Karen sahabatnya, mengira bahwa ia telah menjadi superhero wanita yang telah menyelamatkan nyawa seorang gadis yang tertindas.

Mendengar Tasya Lin berkata-kata dengan percaya diri, Ananda Karen menjadi sedikit merasa bersalah. "Sebenarnya laki-laki yang kau lukai itu sedang membelaku tadi...!" Kata Ananda Karen ingin menjelaskan situasi yang sebenarnya.

'Apa...? Jadi... mampus aku!' Teriak Tasya Lin di dalam hatinya.

Tasya Lin yang terguncang kemudian memucat. Iya menundukkan kepalanya, seakan merasa bersalah kepada anak laki-laki yang telah ia sakiti. Dengan senyuman manisnya yang khas, ia berbalik tersenyum ke arah Wijaya yang jatuh tergeletak di atas lantai ruangan kantin sekolah.

Tasya Lin kemudian mengulurkan tangannya kepada Wijaya. "Maafkan aku. Aku tidak tau kalo ini hanya salah paham." Ujar Tasya Lin ragu-ragu, sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal itu.

Tangan Tasya Lin yang terulur, tidak digapai oleh Wijaya. Ia seakan-akan ingin membuat suasana hati Tasya Lin menjadi runyam. Melihat hal itu Ananda Karen menghampiri Wijaya.

Ananda Karen membantu anak laki-laki itu bangkit. Ditopangnya Wijaya dengan memegang pinggul serta sebelah tangannya untuk berdiri. "Tolong maafkan teman saya, ia hanya berusaha melindungi saya tadi." Ujar Ananda Karen kepada Wijaya agar ia tidak mempermasalahkan hal ini sampai kepada pihak sekolah. Anehnya Ananda terlihat bisa berinteraksi, berbeda dari biasanya.

'Apa ini? Apa Ren-ren baru saja membantu anak itu! Ya Tuhan... mungkin sebentar lagi dunia akan kiamat!' Cerca Tasya Lin di dalam hatinya.

Wijaya yang memperlihatkan wajah suntuknya kepada Tasya Lin, lalu berbalik membentuk siluet wajah yang hangat setelah melihat Ananda Karen. Senyuman yang terukir diwajahnya memperlihatkan betapa ia akan berbesar hati, karena Ananda Karen yang memintanya.

"Ah, tentu saja aku akan memaafkannya. Ini hanya luka ringan." Ujar Wijaya sambil melap darah yang keluar dari hidungnya.

'Dia barusan bilang apa? Cih... dasar laki-laki murahan!' Gumam Tasya Lin sambil memainkan bibirnya membentuk ujaran isi hatinya.

Tasya Lin tampak sedikit emosi, ia merasa Wijaya telah mendiskriminasi dia! Namun walaupun ia sangat emosi, ia tak bisa melakukan apapun terhadap Wijaya. Itu karena dialah yang bersalah di posisinya sekarang.

Ananda melihat ke arah Tasya Lin, sahabatnya. Tasya Lin yang tampaknya sedang acuh tak acuh tersebut melipat kedua tangannya sejajar dada. Sambil bergumam sendirian!

"Sekali lagi, tolong maafkan kami. Dan terimakasih buat pertolongan mu tadi." Kata Ananda Karen. "Apa kita perlu ke ruang perawatan?" Sambung Ananda Karen dengan hangat.

"Tidak usah Ren. Kita harusnya membersihkan dirimu dulu. Lihat betapa konyolnya dirimu sekarang!" Tasya Lin memotong pembicaraan mereka. "Kau juga setuju kan, Je...ra...pah...?" Ujar Tasya Lin melirik sinis ke arah Wijaya, sambil mengejakan nama panggilan yang ia buat untuk anak laki-laki yang berdiri dihadapannya.

Melihat lirikan Tasya Lin, Wijaya tersenyum paksa. "Aku tidak apa-apa, kalian bisa pergi membersihkan dirimu dulu. Aku bisa mengobati luka kecil ini sendirian." Kata Wijaya kepada Ananda Karen dengan senyuman.

"Kalo begitu, sampai jumpa." Ujar Tasya Lin sambil menggandeng tangan Ananda Karen dihadapan Wijaya, lalu berbalik meninggalkan kerumunan.

Ananda Karen melemparkan senyuman hangatnya ke arah Wijaya, dan Wijaya pun membalas seadanya.

'Barusan Ananda tersenyum! What's? Apa langit benar-benar akan runtuh?' Tasya Lin tidak pernah melihat tingkah manis Ananda seperti tadi. Karena biasanya Ananda adalah anak yang dingin.

"Tampaknya gadis yang dibilang sombong itu hanya rumor deh...." Pikir Wijaya dalam hati, kemudian ia juga meninggalkan ruangan kantin tidak lama setelah mereka menghilang dari pandangannya.

**

"Katakan padaku, sebenarnya apa yang terjadi?" Tanya Tasya Lin yang penasaran dengan kebenaran dibalik kejadian yang terjadi tadi. Mengapa tubuh Ananda Karen bisa penuh dengan kuah bakso dan mengapa tingkahnya sangat aneh dihadapan pria itu.

Ananda Karen yang sedang membersihkan tubuhnya dengan mandi di shower room sekolahnya, menghentikan keran air setelah mendengar pertanyaan Tasya Lin yang berada di balik shower room.

"Entahlah Ta, aku juga tidak tahu siapa gadis tadi... Tiba-tiba saja ia menyerang ku dengan bakso yang ada ditangannya. Dan saat aku hendak mau membentak gadis itu, pria yang kau lihat tadi entah muncul dari mana lalu membelaku dan mengusir gadis itu." Ujar Ananda Karen santai.

"Jika saja aku tahu siapa orangnya, aku akan merobek tangannya itu." Ujar Tasya Lin tidak ragu-ragu.

"Hahahaha... kau bisa aja, Ta." Balas Ananda Karen dengan tawa diwajahnya. "Kau kan tahu aku tidak mudah untuk diintimidasi!" Sambungnya lagi.

Waktu berlalu seperti biasanya sampai tiba waktu untuk pulang sekolah. Tasya Lin bergegas menuju tempat kerja part timenya di butik pakaian milik bibinya.

"Ren aku duluan yah." Ujar Tasya Lin kepada Ananda Karen yang lagi memasukkan buku pelajaran ke dalam tasnya.

Ananda Karen melambaikan tangannya ke arah Tasya Lin yang sudah berlari keluar kelas. "Dia tak pernah berubah..." Gumam Ananda Karen sambil berdiri menuju ke parkiran mobil.

Ia kembali ke rumahnya dengan suasana hati seperti biasa. Sesampainya di rumah, ibunya telah menyiapkan makan siang yang nikmat dan siap untuk disantap.

"Ibu, aku pulang." Ananda Karen berjalan naik ke lantai dua kamarnya untuk mengganti pakaiannya. Setelah itu dia akan turun ke lantai satu untuk langsung mengunjungi dapur tempat ibunya berada.

Menyadari keberadaan Ananda Karen, ibunya bertanya akan hal-hal yang biasanya ia tanyakan. "Bagaimana sekolah mu hari ini?" Tanya Margaretha dengan lembut.

"Biasa saja. Tidak ada yang spesial!" Ujarnya datar. "Dari pada membicarakan mengenai sekolah ku, lebih baik ibu menceritakan masakan apa yang ibu siapkan untuk ku hari ini." Ucap Ananda Karen dengan bersemangat.

Margaretha tersenyum, "Ibu sedang memasak kepiting yang ibu buat dengan bumbu Indonesia yang kaya akan rasa. Cicipilah sedikit! Ibu akan mengambilkan nasi untukmu." Tutur Margaretha sambil mengambilkan dua mangkuk nasi untuk mereka.

"Nah sekarang ayo kita makan bersama." Sambung Margaretha.

Ananda Karen tampak antusias, "Selamat makan..." Ujarnya.

"Apa kau sudah menentukan akan berkuliah dimana? Ayahmu ingin kau mengambil jurusan manajemen bisnis perhotelan." Margaretha membuka suara menyarankan.

"Baiklah ibu, aku akan mengambil jurusan itu." Kata Ananda Karen dengan senyuman ceria di wajahnya.

Ananda Karen selalu menjadi anak yang tidak pernah membantah kedua orangtuanya. Akan tetapi hatinya gelisah karena sifat penurut Ananda itu. Bagi ibunya Ananda Karen adalah sebuah anugerah yang diberikan Tuhan padanya untuk mengisi hari-hari hidup mereka.

Ananda Karen dengan sejuta impian itu tahu, hal yang terbaik adalah mendengarkan kata kedua orangtuanya. Sehingga ia akan melakukan apapun yang bisa ia lakukan untuk kedua orangtuanya itu dengan mengesampingkan apa yang ia ingin lakukan.

~To be continued