Chereads / Setelah Malam Itu / Chapter 5 - 5. Kejutan yang Hebat

Chapter 5 - 5. Kejutan yang Hebat

Seharusnya ia mendapatkan tamu bulanan di awal bulan namun mundur hingga dipenghujung bulan. Awalnya ia berpikir positif mungkin saja ia stress maka dari itu belum mendapatkan menstruasi namun saat ia mencoba mengetesnya dengan test pack, ia terkejut karena muncul dua garis merah pada alat itu.

Apakah ia hamil?

Tangannya bergetar saat melihat alat tersebut menunjukkan jika dirinya positif hamil. Lalu ia membuang barang bukti tersebut agar tidak diketahui oleh orangtuanya.

"Kau akan mempertahankan calon bayi itu?" suara Nana membuatnya tersadar dari lamunan sesaatnya.

"Iya. Lagi pula anak ini juga tidak bersalah. Mengapa aku harus membunuhnya? Yang salah adalah aku dan Rafael."

"Lalu kau akan bekerja apa? Keadaanmu yang seperti itu mana mungkin bisa bekerja sampai melahirkan. Belum lagi biaya hidup di sana lebih mahal daripada di sini."

"Itu bisa kupikirkan nanti. Yang penting adalah bagaimana caranya agar orangtuaku tidak tau jika aku sedang hamil."

Nana menatap Karen kasihan.

"Nanti aku akan sering mengunjungimu."

***

Karen mengecek ponselnya kembali. Namun lagi-lagi dia harus menelan rasa kecewannya karena Rafael tidak membalas bahkan melihat pesannya di instagram.

Ia melihat di postingan terakhir Rafael, banyak ucapan dari penggemarnya yang mendukungnya setelah kejadian naas di pulau tersebut.

Rafael dan Liam keluar dari agensinya. Dan pindah ke agensi lain. Setelah kejadian tersebut banyak agensi yang menawarkan mereka untuk masuk ke agensi mereka, namun pilihan Rafael dan Liam adalah masuk ke agensi kecil yang tidak terkenal. Banyak yang beranggapan jika mereka berdua masuk ke agensi besar hanya untuk mendulang popularitasnya saja. Jadi Rafael dan Liam lebih memilih masuk ke agensi kecil.

Karen mengirimkan sebuah komentar emot sedih pada postingannya Rafael. Karena ia tak tau harus bagaimana lagi untuk menghubunginya.

Ia tak mungkin mendatangi agensinya dan mengatakan jika dirinya hamil anak dari Rafael. Karena yang ada nantinya adalah Karen lah yang di bully bahkan di teror oleh penggemar fanatiknya.

Suara pintu diketuk. Ibu Karen membawakan makan malam untuknya. Ada beberapa buah-buahan dan ikan.

Namun saat melihat ikan di depannya Karen nampak mual dan ingin muntah.

"Kau ini kenapa?!!" tanya Ibu Karen ia mengikuti anaknya menuju kamar mandi.

"Aku tidak suka bau ikan." jawab Karen ia menyeka sudut bibirnya, ia terpaksa berbohong pada ibunya. Karena yang sebenarnya adalah ia memang sedang merasakan mual karena kehamilannya.

"Apa karena terlalu lama di laut jadinya kau seperti ini?"

Karen mengangguk, namun matanya tak berani menatap wajah ibunya.

"Bu, lusa aku akan pergi ke kota. Aku pindah bekerja di sana."

"Kenapa?"

"Akan ada kesempatan kalau aku bekerja di sana, kesempatan naik jabatan."

"Kamu yakin?"

"Tentu saja."

Ibu Karen memandangi anaknya curiga mengapa ia bisa berubah pikiran secepat itu. Padahal dulunya, Karen lah yang tidak ingin jauh dari orangtuanya.

"Sepertinya ada yang aneh denganmu." tanya Ibu Karen penuh selidik. Ia mengamati wajah anaknya yang semakin hari semakin berubah menjadi agak berbeda.

"Aneh? Apanya yang aneh? Aku hanya ingin bekerja dan cepat mendapatkan uang. Apa itu salah?"

"Kau yakin hanya hal itu? Tak ada lagi yang kau sembunyikan?"

Karen menganggukan kepalanya.

"Ya sudah kalau begitu. Kau minta ijin saja pada ayahmu. Kalau dia mengijinkan ibu tak bisa berbuat apa-apa lagi selain menyetujuinya."

**

Sudah tiga hari sejak Karen mengirimkan nomor ponselnya pada Rafael, namun belum juga dibalasnya. Ia mulai putus asa dan mencari cara lain untuk memberitahu keadaannya yang sekarang. Karena lambat laun perutnya akan terus membesar dan ia pun harus bergegas untuk segera pindah ke kota.

Ayahnya yang tanpa menaruh curiga pada Karen langsung mengiyakan tanpa banyak pertanyaan, sangat berbeda dengan ibunya. Ia malah beberapa kali membujuk suaminya tersebut agar menahan anak semata wayangnya itu pergi meninggalkan rumah untuk bekerja.

"Lagi pula dia sudah dewasa. Sampai kapan kau mau menahan anakmu?!" Ayah Karen mencoba memberikan alasan pada ibu Karen agar ia tidak terlalu mengkhawatirkan anaknya yang akan menginjak usia dua puluh tiga tahun itu.

"Firasat seorang ibu itu tak pernah salah. Aku takut kalau nanti ada apa-apa dengan Karen nanti. Kau lihat anak kita, cantik dan masih muda. Bagaimana kalau di sana nanti dia--"

"Sudah cukup, jangan terlalu berlebihan. Nanti kita bisa menjenguknya sebulan sekali kan? "Ayah Karen memotong ucapan ibu Karen.

Sedang Karen tertegun mendengar ucapan Ayahnya yang berkata akan mengunjunginya sebulan sekali. Ada rasa takut dalam pikirannya. Bagaimana jika nanti ayahnya tau jika ia tengah berbadan dua tanpa suami? Apakah ia akan langsung mencoret namanya dari daftar keluarganya. Atau yang bahkan yang lebih buruk ia akan membunuh Karen karena sudah mempermalukan nama keluarganya.

"Kalau ayah sudah mengijinkan. Aku akan kembali ke kamar untuk membereskan pakaianku." Karen berdiri dan masuk ke dalam kamarnya. Ia masih bisa mendengar jika ibunya masih berdebat dengan ayahnya.

Padahal kemarin ibunya mengatakan akan mengikuti pendapat ayahnya. Namun sekarang saat ayahnya sudah setuju ia malah kebingungan tak menyangka jika Karen akan diijinkan begitu saja.

"Kau benar mau bekerja di kota sendirian?" Ibu Karen masih belum begitu merelakan anaknya untuk pergi.

Karen hanya mengangguk entah mengapa ia tak bisa menatap wajah ibunya saat itu. Ada rasa takut jika ia tak bisa menyembunyikan kebohongannya lagi.

"Aku hanya ingin hidup mandiri Bu, tenang saja. Aku akan baik-baik saja. Percaya saja padaku." Karen memeluk ibunya dan meyakinkannya bahwa semua akan baik-baik saja. Meskipun Karen sebenarnya tak yakin. Dan tak akan pernah tau apa yang akan terjadi padanya saat ia di kota.

**

Perempuan cantik itu masih termenung memikirkan Rafael malam itu. Bagaimana jika dia benar-benar tidak mau bertanggung jawab. Bagaimana jika dia sudah melupakan semua janjinya saat di pulau waktu itu. Semua pikiran negatif terus berkelebat dalam pikirannya.

Kepercayaan dirinya semakin goyah saat ia mengetahui jika grup Rafael dan Liam saat ini sedang populer dan banyak digilai oleh penggemar yang dominan adalah wanita. Karena sejak kejadian di pulau itu, tak sedikit orang yang penasaran dengan kisah mereka. Belum lagi saat ini mereka akan melakukan comeback album lagi.

"Tak bisakah kau membaca pesanku sekarang?!" rutuk Karen, ia mengacak-acak rambut panjangnya hingga berantakan.

Pandangannya tak lepas dari pesan masuk di instagramnya. Berharap ada sebuah keajaiban akan menghampirinya. Sempat ia berpikir jika mungkin saja pesannya tertumpuk oleh pesan yang lain. Maka dari itu ia sesering mungkin mengirimkan pesan pada Rafael. Namun tetap saja tak ada tanggapan dari pria itu.