Chereads / Setelah Malam Itu / Chapter 10 - 10. Kamu di Mana?

Chapter 10 - 10. Kamu di Mana?

Ruri akhirnya memesan pada pelayan untuk menu tersebut. Setelah selesai memesan Ruri mengambil air mineral yang ada di sebuah kulkas yang tak jauh dari mejanya.

" Tadinya aku ingin minum bir. Tapi usiaku masih belum genap dua puluh tahun." Ruri terkekeh dan hanya bisa melihat orang-orang di sampingnya meminum bir dengan nikmat.

"Tahun depan. Mari kita minum bersama seperti ini." Karen menyodorkan botolnya.

"Bersulang?!!!"

Awalnya Ruri bingung namun ia tertawa setelah mengetahui maksud Karen.

" Jadi sekarang di mana kekasihmu?" tanya Ruri lalu tak lama kemudian pelayan datang dan meletakkan pesanan mereka.

" Kota," jawab Karen pendek ia tak tau pasti di mana Rafael saat ini. Ia hanya tau alamat agensi baru Rafael, " tapi masalahnya, dia tidak tau kalau aku sedang hamil."

"Hehh?!" Ruri menghentikan kegiatan menelan makanannya. Untuk sesaat makanannya terhenti di pipinya hingga membuatnya mengembung, "lalu kau akan memberitahunya kan? Jika kau tidak, kau akan kerepotan sendiri karena menjadi orangtua tunggal. Belum lagi masalah ini kedua orangtuamu tidak mengetahuinya."

"Maka dari itu. Aku datang ke sini juga bermaksud untuk memberitahu tentang hal ini padanya. Namun ada masalah lain juga."

"Apa itu?"

" Aku tak tau dia rumahnya di mana."

"Astaga??!"

Ruri melotot pada Karen yang seakan masih tenang-tenang saja menghadapi masalah hidupnya sendirian. Ruri tak tau apakah Karen memang memiliki sifat yang kalem ataukah bodoh.

**

"Kak!!!" Panggil Liam ia berlari mengejar Rafael saat keluar dari gedung agensi.

Rafael kemudian menoleh ke asal suara, "Ada apa?"

"Kita disuruh ke kantor polisi," ucapnya masih terengah-engah.

Ekspresi Rafael mengeras mendengar ucapan dari Liam. "Kantor polisi? Ada masalah apa lagi?"

"Kita diminta menjadi saksi percobaan pembunuhan kemarin."

"Ku pikir sudah selesai masalahnya."

Liam menggelengkan kepalanya.

"Mantan CEO kita ingin naik banding di pengadilan."

Rafael mendengus kesal, masalahnya dengan Karen saja belum ia sentuh, namun ada saja masalah yang muncul hingga ia harus menyediakan ekstra waktu lagi.

"Mereka mengatakan jika tak ada dugaan kuat CEO itu untuk membunuh kita."

Kejadian itu memang bukan sengaja dilakukan oleh CEO mereka. Hanya saja, Liam dan Rafael merasa CEO mereka tidak bertanggungjawab dengan mengatakan bahwa Marchel meninggal karena sakit.

Kalau saja CEO mereka mau mengakuinya. Mungkin semuanya tak akan terjadi.

" Lalu bagaimana dengan kecelakaan yang kita alami. Jelas-jelas semuanya sudah di rencanakan. Dan kau ingat kan, bagaimana manajer kita menyuruh kita meminum minuman yang dia berikan hingga membuat kita pusing lalu tak sadarkan diri."

"Entahlah, aku juga tidak tahu. Tapi kita disuruh ke sana. Nanti kita akan di temani oleh pengacara. Agensi kita sudah menyewanya."

Rafael memutar matanya seakan tak ingin berurusan dengan hukum.

"Hanya sebentar kan? Serius aku sangat lelah hari ini."

***

Satu tahun yang lalu....

Enam bulan setelah grup Liam dan Rafael debut. Mereka tidak menyangka akan popularitas yang mereka dapatkan. Lagu mereka yang berjudul You and Me menduduki chart lagu di seluruh negeri, bahkan masuk lima puluh besar dalam chart billboard.

Karena kepopulerannya, agensi mereka pun tak tanggung-tanggung memberikan schedule acara yang sudah di luar batas mereka. Dalam seminggu mereka harus mengikuti puluhan acara variety, belum lagi tampil live dalam acara musik setelah comeback. Kemudian tawaran bermain drama yang agensinya sodorkan pada Rafael. Mereka benar-benar kelelahan dalam fisik dan mental. Saat mereka berdua menginginkan satu hari saja untuk berlibur, keinginan mereka selalu ditolak mentah-mentah oleh CEO yang saat ini sedang di selidiki.

"Popularitas kalian itu tak akan berlangsung seperti ini terus. Jika kalian bermalas-malasan. Bagaimana kalian bisa menghasilkan uang?" ucap CEO tersebut saat Rafael mengajukan libur untuk grupnya.

"Lalu anda akan memeras tenaga kami, hingga kami kelelahan dan mati seperti nasib Marchel?!"

Mendengar nama Marchel, CEO mereka langsung membalik kursinya hingga menghadap ke arah Rafael.

"Kau ingin mengancamku?!"

"Itu bukan ancaman, tapi itu adalah fakta."

Marchel, nama panjangnya adalah Marchel Hwang. Anak laki-laki berusia tujuh belas tahun yang seharusnya ikut debut bersama mereka sebagai sulung juga main dancer di Flower Boy. Namun akibat latihan yang terlalu di forsir dan kesehatannya yang semakin memburuk akhirnya dia harus menyerah karena Tuhan berkata lain. Ia meninggal saat di ruang latihan. Rafael menemukan Marchel tergelatak tak bernyawa keesokan paginya.

Waktu itu CEO mereka memang tak bisa membiarkan para trainee nya bermalas-malasan. Apalagi mendekati hari menjelang mereka debut.

Kematian Marchel di samarkan karena penyakitnya. Bukan karena kekejaman peraturan dari CEO nya. Jika netizen di sana mengetahui semuanya mungkin agensi tersebut akan dipaksa untuk tutup. Agar tidak terjadi korban lagi.

Rafael masih menyimpan foto-foto dirinya beserta dengan Liam dan Marchel saat menjadi trainee. Keinginannya untuk membongkar peristiwa itu sangat besar namun Liam selalu menahannya karena semuanya pasti akan menyerang balik pada mereka.

"Kak, bagaimana kalau sementara kita berpura-pura saja tidak tahu. Itu juga bisa menjadi senjata rahasia kita kan?" ucap Liam waktu itu.

Namun mereka tak akan menyangka jika senjata rahasia mereka malah menjadi boomerang untuk mereka sendiri.

**

Setelah urusan makan dan membeli kasur selesai akhirnya Karen dan Ruri bisa tidur nyenyak malam ini. Melamar kerja masih ada waktu sekitar lima hari lagi. Dan sebelum waktunya, Karen akan memeriksa kehamilannya terlebih dahulu. Karena jujur, Karen sangat ingin mengetahui bagaimana keadaan janin yang ada di dalam perutnya.

Ponselku bergetar, muncul tulisan "ayah" pada layar. Ah, pasti dia sudah menunggu kabar dari anaknya hari ini. Karena sibuk, Karen sampai lupa untuk memberikan kabar padanya.

" Halo ayah..." ucap Karen setelah menggeser option warna hijau di layar.

"Kau sampai kota jam berapa?" ayahnya pasti mengkhawatirkan anaknya karena Karen tidak menelponnya saat Karen sudah sampai di kota.

"Sekitar jam tiga sore."

"Sudah dapat tempat tinggal kan?"

"Iya, Karen juga mendapatkan teman dari pulau juga. Dia akan mendaftar di kampus dan aku akan bekerja." Karen hanya refleks mengatakan hal itu.

Tapi sebenarnya Karen masih ragu apakah ia bisa bekerja?

"Baguslah kalau begitu. Akhir bulan ayah dan ibu ke sana ya."

GLEK!!!

Karen menelan salivanya, belum cukup Karen memikirkan tentang kerja, namun sekarang Karen harus memutar otaknya bagaimana caranya agar orangtua Karen tidak curiga padanya.

"Ehmm.. Tapi jangan dadakan, Karen tak tahu karena pasti akan sibuk." Karen mencoba menghindar dan terus membohongi mereka.

Ahh.. Maafkan Karen ayah, ibu. Karen sebenarnya juga tak ingin terus berbohong pada kalian.

" Ya sudah kalau begitu. Yang penting kau jaga diri baik-baik dan jangan bertindak yang aneh-aneh. Jika uang sudah menipis, beritahu ayah."