Eros mengangkat cambuk lagi. Namara refleks menutup wajahnya sambil berteriak, "Dia mencoba menyelidiki Tuan!"
Kedua alis Eros langsung berkerut. "Jangan menipuku!"
"Tidak. Aku tidak berani menipu Tuan," balas Namara. Suaranya terdengar lirih, tetapi tetap meyakinkan.
Tangan Eros menggantung di udara. Akhirnya cambuk perak itu lenyap. Pria itu melangkah mundur. "Apa yang dia tanyakan?"
Namara menyingkirkan tangannya dengan perlahan. Setelah melihat Eros yang menjauh tanpa memegang cambuk, dia pun merasa sedikit lega.
Oh, Dewa …. Pria itu memang menakutkan.
Kepala Namara tertunduk. Dia membalas, "Tuan Leor … bertanya tentang hubungan kita. Apakah Tuan memperlakukanku dengan baik atau tidak. Dan dia juga bertanya apakah Tuan menyentuhku atau tidak."
Ekspresi Eros langsung mengeras. Keningnya semakin berkerut dalam. "Bagaimana jawabanmu?"
"Aku tidak menjawab dengan terang-terangan, Tuan. Sejak awal dia sudah terlihat seperti sedang mengorek-orek informasi. Aku tidak menyukainya." Pada dasarnya dia tidak menyukai semuanya, bukan hanya Leor saja.
Eros mendengkus. Dia tidak memercayai Namara begitu saja. Namun, tidak ada hal yang bisa dia lakukan pada wanita itu. Mungkin setelah ini dia harus memberinya pengawasan yang lebih ketat.
"Jika sampai aku menemukan kebohonganmu, maka bersiaplah dengan hukuman yang lebih berat dari ini," ancam Eros dengan dingin. Tanpa mengatakan apa-apa lagi dia langsung pergi.
Namara menyipitkan mata mengawasi sosok Eros yang menghilang di balik pintu. Setelah itu dia berdecih sebelum akhirnya mulai merintih kesakitan.
Sekarang garis merah sudah tercetak di lengan, pinggang dan pahanya. Bekas cambukan itu tidak meninggalkan darah seperti cambukan Verna, tetapi entah kenapa rasa sakitnya justru lebih dari itu.
"Benar-benar iblis berwajah malaikat."
Namara tersaruk-saruk mengganti pakaian. Rasa sakit dan perih tidak dia pedulikan. Saat ini dia merasa tidak tenang memikirkan Elise. Apa yang terjadi pada wanita itu?
Ketika Namara keluar dari kamar dia langsung melihat beberapa penjaga yang ditempatkan di koridor-koridor. Bah! Sial sekali. Eros benar-benar memperketat penjagaan.
"Nona, apa yang akan kau lakukan?" tanya salah satu penjaga. Wajahnya terlihat datar tanpa ekspresi.
"Mmm. Aku ingin melihat apa yang terjadi pada Elise," balas Namara.
"Tolong tetap di kamar. Jangan sampai Tuan Eros marah lagi," pinta penjaga yang lain.
Namara mengerutkan bibir tidak suka. Akhirnya dia memutar arah dan kembali ke kamar. Sekarang semakin sulit saja pergerakannya. Jika dia tahu hasilnya akan seperti ini maka dia tidak akan pernah menemui Leor.
"Memangnya apa yang terjadi antara kedua bersaudara itu?" gumam Namara setelah berbaring di kamar. Tubuhnya sedikit menggigil. Baru sekarang dia menyadari kalau tubuhnya membutuhkan perawatan.
Kedua mata Namara terpejam. Dia akan tidur saja. Sewaktu bangun nanti semoga dia sudah tidak merasa sakit lagi.
***
Sementara itu, Eros masih diselimuti emosi. Dia menenggak anggur merah yang diproduksi secara mandiri oleh para pelayan istana klan.
Orang lain mungkin tidak tahu. Namun, dia paham apa yang dilakukan Leor. Jika yang terjadi memang seperti yang Namara katakan maka Leor memang sedang mencari tahu lebih jauh tentangnya.
"Kenapa Tuan terlihat gelisah?" tanya Lyco yang sejak tadi memerhatikan Eros.
"Aku pikir aku sudah cukup baik hati tidak pernah ikut campur urusan kekuasaan. Kenapa Leor merasa begitu khawatir?" tanya Eros. "Aku bahkan tidak tertarik dengan jabatan kepala klan."
Lyco menggelengkan kepala. Dia cukup tahu apa yang terjadi di antara dua bersaudara itu. Dia juga menebak apa yang mungkin Leor pikirkan.
"Tuan memang tidak menginginkan jabatan kepala klan. Namun, Tuan Midas masih mempertimbangkan semuanya."
Meskipun Midas sering memarahi Eros atau bahkan menghukumnya, tetapi semua orang bisa melihat bahwa pria itu lebih menyukai Eros daripada Leor. Kenapa?
Cukup sederhana. Itu karena Eros dan Leor dilahirkan dari ibu yang berbeda. Ibunda Eros yang bernama Irhea adalah istri kedua yang sangat dicintai Midas. Sayangnya wanita itu meninggal ketika melahirkan Eros.
Sementara itu Leor dilahirkan oleh Edheliel, istri utama Midas yang saat ini sudah sering sakit-sakitan. Pernikahan itu hanya berdasarkan pada hubungan politik antar klan. Jadi Midas tidak begitu mengistimewakannya.
Meskipun Midas lebih dominan pada Eros, dia tidak mungkin mewariskan klan pada Eros. Leor yang dilahirkan dari istri utama dan lebih tua dari Eros tentu akan lebih pantas mewarisinya.
"Ya. Mungkin di sana masalahnya. Apa Midas secinta itu pada ibuku? Aku jadi ingin tahu secantik apa wanita itu," ujar Eros dengan suara yang lirih.
Lyco terkekeh. "Tuan, sudah ada banyak lukisan Nyonya Irhea di istana. Bahkan patungnya pun ada di pusat kota."
Eros menggeleng. Dia menatap Lyco dan berkata, "Tetap saja itu bukan wujud nyata."
Lyco hanya diam tanpa membalas. Mungkin saat ini tuannya ingin bertemu sosok yang sudah melahirkannya. Bagaimanapun juga pria itu memang tidak pernah melihat secara langsung.
"Kurasa selama jabatan kepala klan belum benar-benar dipegang, Leor masih akan merasa terancam," Eros bergumam yang langsung disetujui oleh Lyco.
Sebenarnya belum lama ini juga ada beberapa pembunuh bayaran yang mengincar Eros. Setelah diselidiki ternyata dalangnya tak lain adalah Leor.
Mungkin dari luar Leor adalah pria yang tampak ramah dan baik hati. Citranya sangat baik, berbanding terbalik dengan Eros. Namun, hanya beberapa orang yang tahu bagaimana karakter sebenarnya.
"Tuan, sepertinya ada seseorang yang datang," ucap Lyco. Tiba-tiba saja dia merasakan ada aura kuat yang begerak memasuki bangunan di mana mereka berada.
"Ya. Itu ayah," balas Eros. Dia bisa mendeteksi kehadiran ayahnya.
Benar saja. Tak selang lama kemudian, pintu terbuka menampilkan Midas yang berdiri dengan wajah muram. Pria itu langsung masuk tanpa merasa sungkan.
Lyco membungkuk sejenak sebelum akhirnya keluar ruangan. Dia tidak akan megganggu pmbicaraan kedua orang itu.
"Kenapa Ayah datang ke sini?" Eros bertanya. Biasanya Eros yang dipanggil menemui Midas, bukan Midas yang datang menemui Eros.
"Ayah ingin memberikan tugas untukmu," kata Midas. Dia menyambar cangkir piala di tangan Eros. "Kau mabuk setiap hari?!"
"Tidak juga," balas Eros dengan tenang. "Tugas apa yang ingin Ayah berikan?"
Midas mendengkus dan melempar cangkir piala itu ke lantai hingga menimbulkan bunyi kelontang keras. "Aku ingin kau mengambil alih wilayah barat klan Matahari. Aku benar-benar marah pada mereka."
Eros mnghela napas jengah. Lagi-lagi mengambil alih wilayah klan lain. Ayahnya ini terlalu rakus. Daripada mengambil alih wilayah baru kenapa tidak menyelesaikan saja perang yang masih terjadi di beberapa wilayah perbatasan?
"Memangnya apa yang membuat Ayah marah?" tanya Eros.
Midas mendengkus. Mengingat hal itu membuat amarah yang sudah reda kembali memuncak. Dia menatap Eros dengan serius. "Apa kau ingat perselisihan kita dengan klan Matahari?"
Eros mengangguk. Itu sekitar dua atau tiga tahun yang lalu. Saat itu memang kedua klan sedang memperebutkan satu wilayah yang memiliki sumber daya tersembunyi. Wilayah itu adalah kota kecil Watbell.
Namun, tiba-tiba kabar duka datang dari klan Matahari. Kepala klan mereka beserta istrinya tewas secara naas dan tiba-tiba. Akhirnya kekuatan mereka merenggang dan klan Sayap Hitam berhasil mengambil wilayah Watbell.
"Memangnya kenapa dengan perselisihan itu?"
Midas menggertakkan gigi penuh amarah. "Mereka menyebarkan kabar yang tidak benar," geramnya.
"Kabar apa?" Eros menaikkan sudut alisnya.
"Mereka memfitnah klan Sayap Hitam yang membunuh kepala klan mereka! Bagaimana mungkin aku akan diam saja?!"