Namara mengejar ketertinggalannya. Dia menyusuri jalan berbatu sampai akhirnya melihat bangunan yang ukurannya lebih besar dari beberapa rumah yang sudah dia lewati.
Struktur dan bentuk bangunan itu terlihat begitu tua. Sepertinya Namara belum pernah melihat bangunan yang lebih tua dari itu. Rasanya seperti sedang mengunjungi monumen.
Sama seperti rumah-rumah sebelumnya, bangunan besar yang satu ini juga sudah ditumbuhi lumut dan rumput liar. Beberapa kali dia juga melihat serangga kecil yang melintas.
Di depan bangunan terdapat gerbang besi yang tinggi menjulang. Gerbang itu pun tidak lolos dari sulur-sulur tanaman yang merambat.
Namara memasuki gerbang yang sudah terbuka setengahnya. Pasti Eros yang sudah membukanya. Kini dia tiba di depan bangunan, tetapi rasanya sedikit ragu untuk masuk.
Ini memalukan, tetapi kalau boleh jujur dia memang merasa kurang berani. Bagaimana jika ada penyihir jahat yang mendiami bangunan itu?
Sebelum pikirannya semakin berkelana, dia mendengar suara-suara keributan di belakang bangunan. Tanpa merasa ragu dia melangkah mengelilingi bangunan sampai tiba di begian belakangnya.
Perasaannya menjadi lega setelah melihat Eros ada di sana. Pria itu sedang meninju benda entah apa itu. Setelah melangkah lebih dekat akhirnya dia bisa melihat dengan jelas.
Eros sedang mencoba membuka permukaan besi yang berbentuk persegi di tanah. Namun, sepertinya benda itu tidak bisa dibuka secara paksa. Akhirnya pria itu mengubah strategi. Dia mulai menggambar array sihir di permukaannya.
Entah apa yang ada di baliknya. Namara tidak tahu. Dia hanya mengamati dengan baik. Dari apa yang dia lihat, sepertinya Eros sudah mengetahui ada sesuatu yang penting di dalam sana.
Ekspresi Eros tidak bisa dibaca. Pria itu terlihat begitu fokus. Beberapa saat kemudian array sihir akhirnya terbentuk dengan sempurna. Bentuknya begitu rumit hingga Namara tidak bisa menghafal hanya dengan sekali lihat.
Lingkaran array tiba-tiba mengeluarkan sinar biru. Eros melangkah mundur dan tiba-tiba sebuah ledakan terjadi. Ledakan itu tidak begitu besar, tetapi cukup mengejutkan Namara.
Debu-debu langsung mengepul. Untungnya Namara tidak terlalu dekat dengan pusat ledakan. Setelah debu menghilang, lubang yang cukup besar langsung terpampang jelas.
Di dalam lubang itu terdapat kotak besi berukuran sedang yang sedikit berkarat. Eros melompat masuk ke lubang dan mengambil kotak besi itu.
"Apa itu?" tanya Namara. Dia sudah tidak bisa menahan rasa penasarannya. Jika Eros masih orang yang sama seperti saat mereka berada di istana Klan Sayap Hitam, mungkin dia tidak akan berani bertanya.
Namun, seperti yang Namara pikirkan sebelumnya. Pria itu seakan berubah menjadi orang lain sejak mengubah penampilannya. Jadi, Namara tidak begitu ketakutan lagi.
Eros tidak menjawab pertanyaan Namara. Dia meletakkan kotak itu ke tanah lalu keningnya mulai berkerut dalam. "Kau tahu bukan alasan kenapa aku membawamu ke sini?" tanya Eros.
Namara langsung mengangguk. "Bukankah Tuan ingin mencari tahu mengenai rune tanda lahirku?"
Eros menganggkuk. "Tempat ini adalah bekas akademi Selshi yang sudah berdiri ratusan ribu tahun yang lalu. Salah satu masternya adalah seorang wanita yang sudah berusia sangat tua," ucapnya.
"Dia sudah melewati dua era, yaitu Era Kuno yang berakhir 300.000 tahun yang lalu dan Era Baru atau era yang berlangsung sampai saat ini. Jika kita menanyakan rune pada wanita itu … dia pasti mengetahuinya," imbuhnya.
Namara terkejut mendengar hal ini. Dia memang sudah mendengar tentang Era Kuno. Ya, Era Kuno dikenal sebagai era yang memiliki banyak misteri kehidupan. Bukankah orang itu berarti sudah sangat tua?
"Kalau begitu, bagaimana tempat ini bisa …." Kalimat Namara menggantung.
"Hancur?" tanya Eros. Namara mengangguk ragu.
"Thris mengatakan akademi Selshi mengalami penyerangan dan mereka hilang dalam satu malam. Tidak ada yang tahu ke mana mereka pergi," jawab Eros.
Namara merasa sedikit kecewa dengan kabar ini. Bagaimanapun juga Selshi adalah salah satu harapannya. Bagaimana jika Eros tidak memiliki kenalan lagi yang mungkin bisa mengetahui mengenai rune?
Meskipun begitu, dia juga merasa takjub. Tempat ini ternyata memang bersejarah. Seandainya dia bisa mengetahui hal ini beberapa tahun yang lalu mungkin dia tidak akan terlambat.
Namara menghela napas. Dia menatap Eros dengan tatapan rumit. Kenapa pria itu terlihat begitu serius dengan hal ini? Maksudnya, dia merasa Eros mengenal Selshi dengan sangat baik. Apa mungkin pria itu memiliki keterikatan tertentu?
Tiba-tiba Eros menatapnya. "Wanita itu mengenal ibuku dengan baik," ucapnya yang seakan menjawab kebingungan Namara.
"Namanya Atne, seorang penyihir hebat di benua ini. Aku pernah mempelajari beberapa hal darinya," lanjut Eros.
"Ah …." Namara mengangguk mengerti. Pantas saja Eros terburu-buru datang ke Selshi, ternyata tempat ini memang berarti untuknya.
"Lalu kapan penyerangan itu terjadi?" tanya Namara.
"Tiga tahun yang lalu."
"Apa itu benar-benar karena penyerangan?" Namara merasa ragu, pasalnya Selshi terlihat baik-baik saja. Tidak ada kerusakan yang berarti selain dari kerusakan yang disebabkan oleh alam. Tidak ada bekas ledakan atau senjata-senjata yang tersisa.
"Bukankah kau meragukannya? Aku juga merasa seperti itu," ujar Eros.
"Mungkin ini tidak sesederhana yang terlihat," ucap Namara. Baru kali kali ini mereka sependapat dan sepemikiran.
Eros tidak mengatakan apa-apa lagi. Tangannya mulai bergerak menggambar array yang sama seperti sebelumnya di permukaan kotak. Namun, kali ini tidak ada ledakan yang terjadi.
Bunyi 'klik' terdengar setelah array sihir terbentuk sempurna. Eros langsung membuka tutup kotak itu. Dan setelahnya, sebuah kain berwarna putih langsung melayang keluar dari kotak.
"Kekekekek …." Suara kekehan tiba-tiba keluar dari kain tersebut. Bentuknya persegi kecil. Ajaibnya kain itu melompat dan menari-nari di udara sambil terkekeh-kekeh.
Namara yang melihat itu langsung terperangah. Apa itu? Bagaimana kain bisa hidup dan tertawa? Mungkinkah seseorang telah memasukkan roh ke dalamnya? Ini sedikit … mengejutkan.
"Apa ada yang ingin kau sampaikan?" tanya Eros.
Kain itu berputar-putar riang di udara seakan tidak mendengar pertanyaan Eros. Tiba-tiba kain itu meluncur lincah ke arah Namara dan menabrak wajahnya sambil terkikik-kikik.
Namara hanya bisa termangu tanpa tahu harus merespons apa. Kemudian kain itu meluncur turun ke hidungnya seperti sedang bermain perosotan. Tak hanya sampai di sana, benda itu mendarat di dada Namara dan menempel erat di sana.
"Kamu …." Namara kehabisan kata-kata. Kain itu benar-benar terlihat seperti seorang pria bajingan yang sangat senang menempel di dada wanita. Benar-benar kurang ajar.
Eros yang melihat ini menjadi geram. Dia langsung mencubit kain itu dan menyeretnya menjauh dari Namara. "Kau benar-benar bajingan kecil," katanya.
Sepertinya kain itu takut pada Eros. Dia langsung diam kaku dan berhenti bergerak.
"Katakan padaku, apa yang sudah terjadi?"
Kain itu membisu seolah sedang marah dan enggan berbicara pada Eros. Pria itu mulai kehabisan kesabaran. Tangannya meremas-remas kain itu hingga membuatnya meraung kesakitan.
"Aahhh … iya iya aku akan bicara! Tapi, lepaskan aku dulu …," kain itu merintih. Suaranya terdengar seperti suara lelaki kecil yang memelas.
Namara menjadi cemberut. Pantas saja tadi kain itu langsung berlari mendekatinya. Ternyata kain pun bisa menjadi tidak tahu malu.
Selanjutnya, Eros berhenti menyiksa benda itu. "Jangan bermain-main denganku," katanya dengan nada yang sedikit mengancam.
Kain itu mengerang lalu mengeluh. "Aku baru saja keluar setelah tiga tahun dikurung di dalam kotak. Apa kau tidak kasihan padaku? Ah, Nona itu … apa kau juga tidak kasihan padaku?"
"Jika kau mengatakan omong kosong lagi, percayalah pria di depanmu itu akan membakarmu," ucap Namara dengan lirih.
"Oke!" Kain itu tiba-tiba menegakkan seluruh tubuhnya, ya, anggap saja itu adalah tubuhnya.
Kemudian dia berkata, "Nenek tua itu menyuruhku menunggu seorang penyelamat. Mungkinkah itu kalian orangnya?"