"Nenek tua siapa yang kau maksud, hm?!" Eros kembali memeras kain itu hingga menjerit lagi. Dia tidak suka jika gurunya disebut nenek tua.
"Maksudku … maksudku Atne." Kain itu membenarkan kata-katanya. Akhirnya Eros menghentikan siksaannya.
"Apa yang sebenarnya sudah terjadi?" Eros bertanya pada intinya. Dia malas membuang banyak omong kosong.
Ujung-ujung kain itu langsung mengerut. Dia tampak seperti sedang merengut. "Selshi ini benar-benar tempat yang tidak terduga. Ternyata ada bahaya tersembunyi yang bahkan tidak Atne sadari."
Eros mengerutkan dahinya. "Jadi benar itu bukan karena penyerangan?"
"Apa ada yang mengatakan itu adalah penyerangan? Itu … itu benar-benar omong kosong!" teriak si kain yang merasa tidak terima. "Apa tempat ini terlihat seperti pernah diserang oleh kekuatan tertentu? Jelas tidak."
Namara menghela napas. Dugaannya memang benar. Bahkan untuk dia yang cenderung tidak tahu apa-apa saja bisa merasakan kejanggalannya. Dia yakin, seandainya Eros sudah mengetahui hal ini pasti pria itu sudah sejak lama bertindak.
Sayang sekali masalah ini menghilang begitu saja. Namara sendiri bahkan baru mendengar tempat bernama Selshi. Tidak ada banyak hal yang bisa dia lakukan. Jadi dia hanya diam mengamati mereka.
"Kau tahu Hutan Carax?" Tiba-tiba kain itu bertanya.
Eros mengangguk. "Itu tidak begitu jauh dari sini," katanya.
Hutan Carax adalah hutan yang berisi pohon-pohon carak tua. Ukuan diameter masing-masing pohon carax mungkin lebih dari 50 kaki dengan tinggi yang bervariasi. Semuanya adalah pohon raksasa.
Tempat itu hampir tidak pernah dijamah orang-orang akademi karena mereka tidak ingin merusak pohon-pohon raksasa itu. Namun, apakah tempat itu menyimpan sesuatu?
"Nah! Itu!" Si kain berseru. "Semua berawal dari tempat itu."
"Ceritakan selengkapnya," kata Eros yang mencoba bersabar. Benda di tangannya itu terlalu cerewet dan bertele-tele.
"Selama ini Hutan Carax tidak pernah dimasuki oleh orang-orang. Mereka tentu saja tidak mengetahui apa bahaya yang tersembunyi di sana. Atne mungkin bisa menerawang, tetapi dia sendiri tidak mengetahui persisnya."
Saat itu Akademi Selshi kedatangan beberapa remaja yang entah dari mana asalnya. Mereka semua terlihat sangat berantakan dan tidak terurus. Atne merasa kasihan dan menerima mereka menjadi murid.
Namun, mereka anak-anak yang sulit dikendalikan. Mereka dengan sembarangan memasuki Hutan Carax tanpa memberi tahu orang lain. Setelah itu mereka menghilang begitu saja.
Atne memerintahkan orang-orang untuk mencari, tetapi orang-orang itu pun tidak kembali. Mereka semua seakan menghilang begitu saja. Hal ini membuat Atne merasa tidak tenang. Dia merasa sesuatu yang buruk sedang terjadi.
Akhirnya Atne dan beberapa orang yang tersisa pergi ke Hutan Carax. Mereka tidak menemukan jejak orang-orang yang menghilang sampai akhirnya sesuatu yang mengejutkan terjadi.
Tanah di sekitar pohon carax tiba-tiba terbelah dan membuka lebar. Kekuatan tarik yang begitu hebat langsung muncul dan menarik mereka masuk ke celah yang baru saja terbuka.
Sebelum Atna benar-benar ditarik masuk, dia merobek ujung bajunya dan memasukkan roh ke dalam robekan kain itu. Maka terbentuklah kain cerewet yang saat ini sedang dipegang Eros.
"Bagaimana ceritanya kau bisa dikunci di dalam kotak?" tanya Namara tiba-tiba.
Kali ini Eros yang menjawab, "Atne yang melakukannya. Sihir jarak jauh."
"Nah, itu benar." Kain itu setuju dengan jawaban Eros.
Namara merasa terkejut dengan semua ini. "Kalau begitu mungkinkah Atne masih hidup?"
"Tidak ada yang tahu. Pokoknya tugasku sudah selesai bukan? Kalau begitu bebaskan aku, tolong." Kain itu memelas. Namun, Eros tidak mengabulkan keinginannya.
"Ayolah, Nona cantik, kau mungkin bisa membujuk pria ini agar mau melepaskanku." Karena Eros tidak merespons akhirnya kain itu beralih pada Namara.
Namun, Namara sendiri tidak berniat berbicara untuknya. Lagi pula kain itu sudah bersikap sembarangan padanya. Dia masih merasa dongkol.
"Apa ceritamu bisa dipercaya? Bagaimana dengan para penduduk di luar akademi? Mereka juga menghilang," kata Eros.
Kain itu terdiam. "Apa kau bercanda? Kenapa mereka menghilang?"
Eros mengerutkan kening. Ternyata kain itu tidak mengetahui tentang menghilangnya penduduk Selshi. Mungkin karena kain tersebut sudah dikunci di kotak sehingga tidak mengetahui apa yang terjadi di luar.
Mungkinkah ini kasus yang berbeda?
Pada saat itulah Eros tiba-tiba merasakan sesuatu yang datang. Dia segera berbalik. Kedua matanya menyipit melihat apa yang dia lihat.
Namara merasa waspada setelah melihat eskpresi Eros. Dia segera menoleh dan langsung dibuat terkejut setelah melihat batu-batu sebesar kepala manusia yang melayang-layang di langit.
"Ini …."
Itu adalah batu yang sama dengan yang sebelumnya dia tendang di jalan. Bagaimana batu itu bisa melayang-layang seperti itu? Jangan bilang kalau ini adalah ulahnya yang secara sembarangan sudah menendang salah satu batu itu?
"Kekekekkk! Itu, Nona itu … Nona itu yang sudah membangunkanku!" teriak salah satu batu yang melayang. Mereka bergerak semakin maju saja membuat Namara merasa semakin takut.
Eros menatap Namara dengan ekspresi yang gelap. "Kau yang membangunkan mereka semua?" tanyanya.
Namara menggosok hidungnya. "Aku tidak sengaja tersandung. Itu benar-benar bukan kesengajaan," kilahnya. Dia tidak mungkin mengatakan kalau dia sudah menendang batu itu, kan? Pria itu bisa membunuhnya di tempat.
Eros mendengkus. Dia menatap batu-batu itu dengan datar lalu bertanya, "Siapa kalian?"
Batu-batu itu tertawa keras. Mereka semua melayang semakin dekat. "Siapa kami? Kami adalah penduduk Selshi yang dikutuk! Tolong bebaskan kami …."
"Kabut itu beracun," lirih Eros. "Menjauhlah," perintahnya pada Namara.
Akhirnya Namara mundur menjauh. Dia tidak menyangka ternyata batu-batu itu adalah penduduk Selshi yang dikutuk. Jadi ini alasan menghilangnya penduduk Selshi.
"Siapa yang mengutuk kalian?" tanya Eros.
Batu-batu itu kembali tertawa terbahak-bahak. Namun, tawa itu sarat akan kebencian. Kabut hijau pun merebak semakin luas.
"Wah, jauhkan aku! Jauhkan aku!" Kain cerewet itu berteriak takut. Meskipun dia hanya roh kain, dia tetap bisa terpengaruh oleh racun mematikan itu.
Eros melemparkan kain itu ke Namara. "Jangan biarkan dia kabur," katanya.
Mau tidak mau Namara harus menjaganya. Dia memegang kain dengan erat agar tidak melarikan diri. Namun, kain itu malah terkekeh dan mengggoda, "Nona, cobalah tersenyum, kau pasti akan terlihat lebih cantik."
Meskipun merasa tidak senang, Namara tidak memedulikan kain itu. Lebih baik dia melihat apa yang akan dilakukan oleh Eros.
"Kau bertanya siapa yang mengutuk kami bukan?" tanya batu berkabut itu.
"Siapa lagi jika bukan penyihir tua itu? Kami semua tahu dia sudah pergi ke Hutan Carax dan menghilang begitu saja, tapi kenapa dia masih bisa menyihir kami?" Batu itu menuntut penjelasan. Mereka jelas tidak terima dengan kutukan itu.
Eros menjadi curiga. Atne tidak mungkin mengutuk orang dengan sembarangan. Pasti penduduk-penduduk itu yang pertama memulai kesalahan.
"Dia tidak akan mengutuk kalian tanpa alasan," ujar Eros.
"Itu memang benar." Batu-batu itu tertawa. "Kami berencana mencari harta yang tersembunyi di akademi. Siapa yang menduga kalau wanita itu bisa mengetahuinya …."
"Dan kalian menginginkan pembebasan?" Eros mendengkus dingin. "Jangan pernah berharap." Dia mengangkat tangannya. Asap hitam langsung menyelimuti jari-jarinya.
"Kau …."
Batu-batu itu langsung mundur setelah melihat asap hitam di tangan Eros. Mereka tidak menyangka bahwa pria yang mereka hadapi ternyata adalah seseorang yang berasal dari klan Sayap Hitam.
Seringai dingin muncul di wajah Eros. Dia mengayunkan tangannya dan asap hitam itu langsung menyebar ke depan. Hanya dalam sekejap asap hitam itu sudah menyelimuti batu, menggantikan kabut hijau yang beracun.
"Apa yang kau lakukan?!" Mereka mulai panik. Mencoba melarikan diri, tetapi tidak bisa.
Eros tidak menjawab. Dia menepuk kedua tangannya lalu batu-batu itu mulai meledak secara bersamaan.
Boomm!
Butiran pasir halus langsung menyebar dari batu yang sudah diubah menjadi bubuk. Suasana tiba-tiba menjadi sunyi. Suara ledakan yang keras sudah membuat seisi Selshi menjadi waspada.
Eros mendengkus dingin. "Sampah," gumamnya.
Namara menutup mulutnya rapat-rapat. Perasaannya sedikit … tidak bisa digambarkan.
"Tetap di sini, aku akan pergi ke Hutan Carax." Eros menatap Namara sekilas. Dia tidak ingin direpotkan dengan orang lain. Lagi pula tidak ada yang tahu bahaya apa yang menunggunya di sana.
Namun, siapa yang menyangka kali ini Namara tidak menurutinya. Dengan yakin gadis itu berkata, "Aku akan pergi dengan Tuan."