Chereads / Program 30 Hari Menulis NAD / Chapter 16 - Dangerous Time Journey

Chapter 16 - Dangerous Time Journey

#NAD_30HariMenulis2020

#Hari_ke_16

#NomorAbsen_144

Jumlah kata : 1130 kata

Judul : Dangerous Time Journey

Isi :

Aku bersembunyi di balik tumpukan jerami yang menumpuk rimbun. Jantungku berdegup keras. Keringat dingin mengucur di seluruh tubuhku. Sekali aku mengintip ke arah mereka. Tanganku tergenggam erat. Dalam hati berharap mereka tidak akan pernah menemukanku.

Pikiranku melayang ke beberapa hari lalu. Semua ini tidak akan terjadi seandainya aku tidak menemukan mesin waktu tersebut.

***

Semua berawal di hari itu. Aku dan Nina -temanku- pergi ke sebuah laboratorium yang sudah lama ditutup dan terbengkalai. Profesor dan orang-orang yang dulu bekerja di sana ditangkap oleh pihak berwajib karena dituduh menggunakan orang sebagai uji coba penelitian. Beberapa orang yang pernah ke sana tidak pernah kembali.

Rasa ingin tahuku sebagai wartawan membesar karena hingga kini tidak ada yang menemukan orang-orang yang hilang tersebut. Para polisi kelihatannya juga telah putus asa. Penyelidikan mereka tidak lagi seintens dulu saat kasus tersebut masih fenomenal dan menjadi sorotan masyarakat.

"Mungkin ada ruangan di laboratorium itu yang belum diketahui. Ruangan itu digunakan untuk menyimpan jenazah korban percobaan," ujarku.

"Bayangkan bila kita bisa menguak kasus ini, bukankah kita akan terkenal? Kantor berita kita juga akan berjaya."

Ucapanku tersebut ternyata berhasil meyakinkan atasan dan Nina. Aku dan Nina kemudian pergi ke sana untuk mencari tahu. Bila ditemukan sesuatu yang menarik, maka akan dikerahkan kru lengkap untuk meliput di sana.

Awalnya tidak ada yang kami temukan, selain ruang-ruang kosong yang mulai tampak berdebu dan dipenuhi sarang laba-laba. Aku menghela napas putus asa. Mungkin memang tidak ada apa-apa di sana. Jika ada sesuatu, pihak polisi pasti juga sudah menyitanya. Itulah yang terlintas di benakku.

Kami memutuskan untuk keluar, tetapi tiba-tiba aku terpeleset. Tanganku tanpa sengaja menyenggol dinding yang berlapis debu. Saat aku sibuk membersihkan tangan seraya menggerutu, dinding di sampingku mendadak terbuka. Aku dan Nina sama-sama tertegun sesaat.

"Pantas saja mereka tidak menemukan apa pun. Dinding ini bahkan terlihat sama seperti dinding biasa," ucapku sambil tertawa. Nina mengangguk. Kami berdua kemudian bergegas masuk ke dalam.

"Apa ini?" tanyaku pelan saat melihat sebuah mesin terhubung dengan beberapa kabel terletak di tengah ruangan. Aku lalu mengambil dan membaca kertas-kertas yang berserakan di lantai.

"Wow, ini mesin waktu!" seruku antusias.

"Nina, bagaimana kalau kita mencobanya?"

Nina sontak menggeleng.

"Itu berbahaya, Rin. Kita bahkan tidak tahu apa mesin ini benar-benar berfungsi. Bagaimana kalau terjadi sesuatu?"

Aku terus saja berusaha mendesak dan membujuk Nina. Sudah lama memang aku memimpikan melihat kehidupan orang-orang di masa lalu secara langsung.

***

Harusnya aku tidak melakukan itu, ucapku dalam hati kini dipenuhi penyesalan. Desakanku tersebut memang berhasil membuat Nina mengabulkan permintaan aku. Dan kini, aku tersesat di masa lalu. Aku bahkan tidak tahu cara untuk kembali ke jaman modern.

Semula aku agak pesimis mesin itu berfungsi. Akan tetapi, saat aku terbangun di hutan dengan suara kicau burung dan pohon-pohon tinggi di sekelilingku, aku sadar diriku tidak lagi berada di laboratorium.

Aku masih belum yakin hingga kuputuskan terus berjalan untuk mencari cara keluar dari hutan. Akhirnya aku tiba di sebuah perkampungan. Orang-orang berjalan mondar-mandir dengan pakaian ala jaman Victoria. Mereka menatap heran ke arahku. Tentu saja pakaian modernku berupa kaos dan celana jeans terlihat aneh untuk mereka.

Tidak lama terdengar suara derap kuda, orang-orang terlihat panik. Aku diam kebingungan. Seorang wanita paruh baya menyeretku pergi dari sana.

"Apa kau ingin mati?" ucapnya dalam bahasa inggris yang kaku.

Aku hanya menggeleng.

"Apa yang terjadi?" tanyaku akhirnya saat kami berada di tempat yang menurut dia aman. Di kejauhan, kami melihat pasukan berkuda tersebut membawa gadis-gadis muda di dalam kurungan besi beroda berukuran besar. Wajah mereka meski tidak terlalu jelas dari tempatku berada, terlihat ketakutan. Beberapa dari mereka bahkan terisak pilu.

"Gadis-gadis itu bernasib malang. Mereka akan dibawa ke istana dan setelah itu tidak terlihat lagi," ucapnya.

"Apa? Bagaimana bisa? Apa yang terjadi di dalam istana?"

Wanita itu hanya menggeleng.

"Kau terlihat berbeda. Jika mereka sampai melihatmu, mereka pasti akan menangkap dan membawamu ke istana."

"Siapa yang memimpin di istana?" tanyaku setelah beberapa saat. Aku sering membaca buku sejarah. Terutama sejarah bangsa asing yang menarik minatku.

Seharusnya aku berada di jaman sejarah Indonesia. Kenapa aku bisa berada di sini? Tempat ini benar-benar asing. Pasti ada kesalahan di mesin itu, gumamku dalam hati.

"Ratu Elizabeth Bathory," jawab wanita itu dengan suara setengah berbisik.

Aku kembali tertegun. Jantungku berdegup keras. Kenapa aku bisa berada di sini? Nasibku pasti benar-benar berakhir buruk jika bertemu sang ratu. Aku memutuskan tinggal dan bersembunyi di rumah wanita itu

***

Itulah yang akhirnya terjadi, para prajurit itu berusaha membawaku pada ratu mereka. Entah dari mana sang ratu yang menurut sejarah gemar mandi dan minum darah para gadis muda itu mendengar tentangku. Meski aku telah berusaha melarikan diri, para prajurit akhirnya berhasil menangkapku.

Wanita berpenampilan anggun tersebut kini berdiri di hadapanku. Senyum puas terukir di wajahnya. Sorot matanya memperlihatkan kegembiraan seolah ia berhasil mendapatkan barang berharga yang sudah lama diincarnya.

"Ternyata benar kabar itu, dia memang berbeda," ucapnya sambil mengamatiku.

"Siapkan semuanya. Aku sudah tidak sabar lagi untuk menikmati darahnya!" perintah beliau pada para pengawal. Mereka mengangguk patuh dan menyeretku pergi.

Keluar dari kediaman sang ratu, aku segera memberontak. Aku berhasil menggigit tangan salah seorang prajurit dan memukul yang lain, setelahnya aku segera melarikan diri. Itu awal pelarianku dan para prajurit itu terus mengejarku.

***

Aku akan mati. Aku benar-benar akan mati jika tidak bisa pergi dari sini, gumamku dalam hati. Tangan membekap mulutku yang mulai terisak pelan. Aku sangat ketakutan dan berharap hidupku tidak berakhir di tempat asing. Aku hanya ingin pulang ke jamanku.

"Dia berada di sini!" teriak salah seorang prajurit. Tempat persembunyianku terbongkar sudah dan mereka mengepungku. Kini aku tidak bisa lari lagi. Kurasa nasibku benar-benar akan berakhir sekarang.

"Ayo kita tangkap dia dan membawanya pada ratu!"

Mereka bergerak mendekat. Aku sudah pasrah. Kurasakan tangan-tangan kasar mereka menarik tanganku. Aku tidak mungkin lagi melawan. Dulu aku hanya beruntung bisa lolos dari mereka. Kupejamkan mata dan kuucap doa penuh harap agar mungkin bisa bertemu keluargaku untuk terakhir kali.

***

"Rin, bangun, Rin," panggil seseorang yang suaranya sangat kukenal.

"Rin, kamu kenapa? Buka matamu, Rin!"

Suara orang itu terdengar khawatir. Dengan ragu, kubuka mata dan kulihat Nina berdiri di hadapanku dengan beberapa orang.

"Nina? Apa aku bermimpi?" tanyaku. Nina menggeleng dan memelukku sambil menangis.

"Aku benar-benar cemas dan ketakutan saat melihat kamu menghilang di hadapanku. Aku akhirnya memanggil orang untuk meminta bantuan. Apa yang terjadi, Rin? Apa kamu benar-benar ke masa lalu?"

"Sebaiknya lupakan saja. Mesin ini rusak dan tidak bisa digunakan lagi," ucapku sambil menatap ke arah mesin waktu tersebut. Aku beruntung bisa kembali di saat hampir menjadi korban ratu Bathory. Jika orang lain memakainya, mungkin mereka akan tersesat dan mati di suatu tempat yang berada pada masa lalu yang berbahaya.

Mungkin itu pula yang terjadi pada orang-orang yang selama ini menghilang. Mereka akhirnya meninggal tanpa diketahui pada jaman lampau tanpa bisa kembali, dugaku.

Nina terus mendesakku untuk bercerita yang terjadi, tetapi aku menolak. Ingatan buruk tentang peristiwa di jaman ratu Bathory ingin kuhapus saja dari ingatan untuk selamanya.

Tamat