Jalanan malam kota Surabaya dengan bangunan-bangunan yang tinggi menjulang serta lampu yang berwarna-warni menghiasi setiap jalur jalanan. Dipadukan dengan langit yang cerah penuh bintang dan cahaya bulan purnama, menambah suasana romantis saat ini.
Meskipun hanya aku saja yang merasa seperti ini, bagiku berdua dengan Pak Nando sudah membuatku merasakan hal yang romantis. Bisa berdua dengan orang yang disukai membuat hati ini sangat bahagia. Ini pertama kalinya di hari valentine dan disinari cahaya rembulan, aku bisa berdua dengan orang yang aku sukai.
Melintasi jalan tunjungan yang diapit mall Tunjungan Plasa dan bangunan-bangunan besar, aku mengingat tentang buku novel yang belum aku bayar ke Pak Nando. Aku membuka tas yang aku pangku di depanku, dan aku mengambil selembar uang seratus ribuan dari amplop putih. Aku menyodorkan uang pada Pak Nando yang sedang mengemudikan mobilnya.
"Pak! Ini uang novelku kemarin buat beli novel. Maaf baru bisa mengembalikan uang Pak Nando sekarang." kataku.
Pak Nando mendorong tanganku yang memegang uang dengan tangan kirinya.
"Tidak usah dikembalikan. Aku membelikannya buatmu kok." katanya menolak uang yang aku berikan.
"Tapi pak..."
Belum sempat aku menyelesaikan perkataanku, Pak Nando sudah memotong ucapan yang akan aku ucapkan.
"Tidak usah tapi tapi. Apa kamu sudah menyelesaikan membaca buku novelmu?"
"Belum selesai semua pak. Hanya baru membaca setengah dari novelnya." kataku.
"Apa ceritanya menarik? Ceritanya tentang apa? Bisa kamu ceritakan sedikit kepadaku" tanya Pak Nando beruntun.
"Kalau menurut saya sih bagus pak. Ceritanya tentang orang yang menyukai seseorang dalam diam sejak mereka masih di bangku SMA. Saat mereka dewasa, mereka bertemu kembali di saat musim dingin. Perasaan orang itu akhirnya berbalas, karena dia menunjukkan perhatian, ketulusan dan kehangatannya pada orang yang dia sukai. Lama kelamaan, ada kenyataan pahit yang terkuak sehingga harus memisahkan mereka. Saya baru membaca novel itu sampai dibagian cerita ini pak. Nanti akan saya ceritakan lebih lengkapnya setelah saya menyelesaikan membaca seluruh cerita dari novel ini." ceritaku panjang lebar.
"Apa perasaanku juga akan terbalas suatu saat nanti?" dalam batinku.
"Sepertinya itu novel yang menarik. Apa judul novelnya kemarin?" tanya Pak Nando.
"When the weather is fine, pak!" jawabku.
"Oh iya, when the weather is fine. Ngomong-ngomong, apa kamu suka bunga yang aku berikan padamu tadi?" tanya Pak Nando.
Aku menunduk melihat tasku yang didalamnya terdapat setangkai bunga mawar berwarna cream. Aku mengangkat kepalaku, dan aku menoleh pada orang di sampingku yang sedang mengemudikan mobilnya. Aku berpura-pura senyum kepadanya, mungkin dia akan tau kalau senyumanku tidak tulus.
"Tidak apa-apa. Dengan mawar berwarna cream ini saja sudah cukup. Itu menandakan bahwa Pak Nando juga memberikan perhatiannya kepada ku. Meski perhatian itu bukan untuk seseorang yang spesial, tapi itu saja sudah cukup. Aku yang bukan siapa-siapa ini bisa mendapatkan sebuah perhatian dari Pak Nando, itu adalah suatu hal yang sangat istimewa bagiku. Aku tidak ingin bisa seperti ini, berada disisinya untuk waktu yang lama. Yaa...begini saja sudah cukup." batinku.
"Iya, pak. Saya suka kok. Ini adalah hadiah spesial buat saya, hadiah pertama saya di hari valentine. Sayangnya, pasti besok bunga ini sudah layu. Apa yang harus saya perbuat dengan bunga ini pak?" tanyaku dengan sedih.
"Kamu bisa membuangnya." jawab Pak Nando singkat.
"Dibuang? Tapi pak, ini kan pemberian dari Pak Nando. Sayang kalau harus dibuang." kataku dengan nada kaget.
"Tidak apa-apa, buang saja. Apa boleh buat kalau memang sudah layu. Nanti akan aku belikan yang lebih banyak jika kamu mau." kata Pak Nando sambil melihatku.
Aku hanya membalas perkataannya dengan senyum yang tulus, setulus yang bisa aku buat.
Pak Nando membelokkan mobilnya masuk ke kawasan perumahan elite. Rumah-rumah besar dan megah bak istana raja saling berjajar rapi.
"Wah... rumah-rumah di Pakuwon City besar-besar dan bertingkat. Pak Nando juga tinggal daerah sini juga?" tanyaku.
"Iya, setelah ada air mancur di bundaran, kita akan sampai." Kata Pak Nando.
Tidak lama, di depan memang ada sebuah kolam kecil dengan air mancur berwarna-warni karena sorot lampu. Kita berhenti di depan sebuah rumah besar dan megah. Pak Nando turun dari mobil dan membuka pintu gerbang rumahnya. Kemudian Pak Nando masuk ke dalam mobil dan memasukkan mobilnya.
"Kita sudah sampai, ayok turun!" kata Pak Nando sambil membuka pintu mobilnya.
"Baik pak." jawabku.
Rumah Pak Nando yang didominasi oleh warna putih dan abu-abu, menambah elegan dari rumah yang begitu besar. Dengan taman di depan rumah yang terawat sempurna, rumput dan bermacam-macam tumbuhan tertata rapi. Dari bunga, pohon palem, dan tanaman hias sejenis bonsai tumbuh terawat di taman yang cukup luas ini.
Aku berjalan menghampiri Pak Nando yang sudah berada di depan pintu rumahnya. Dia memencet beberapa kali tombol bel pintu, sembari menunggu untuk dibukakan pintu dari dalam.
"Pak Nando hanya tinggal sendiri di rumah yang sebesar ini?" tanyaku.
"Nggak. Ada 2 pembantu dan 1 tukang kebun." jawab Pak Nando.
Pintu dibukakan oleh wanita yang masih terbilang muda. Kalau dilihat-lihat dari wajahnya, kemungkinan dia masih berumur 35 tahun keatas.
"Tumben Mbak Mina yang membukakan pintu. Mbok Ijah kemana?" tanya Pak Nando kepada wanita itu.
"Mbok Ijah sedang sakit kepala tadi pak. Jadi dia bilang ke saya untuk membukakan pintu kalau Pak Nando sudah pulang."
"Ohh begitu. Apa tadi Mbok Ijah sudah masak untuk makan malam?" kata Pak Nando sambil berjalan masuk kedalam.
"Iya, sudah pak." jawab Mbak Mina.
"Tolong hangatin ya mbak, soalnya ada temenku yang akan menginap disini."
"Iya, pak."
"Ayo masuk Vin. Kenapa kamu masih diluar?" kata Pak Nando sambil tangannya melambai memanggilku.
"Ahh..iya pak." kataku.
"Silahkan masuk mas." kata Mbak Mina mempersilahkan aku.
"Iya. Terimakasih ya mbak." kataku sambil melangkahkan kakiku. "Permisi mbak." kataku sambil sedikit membungkukkan badanku.
"Silahkan mas." jawab Mbak Mina.
Aku berjalan menuju Pak Nando yang menungguku sambil berdiri didekat sofa ruang tamu.
Seperti apa yang aku bayangkan, bagian dalam rumah Pak Nando sangat besar dan luas. Ruang tamu yang cukup luas dengan sofa berwarna keemasan yang terlihat cukup mahal harganya. Dindingnya dihiasi dengan lukisan pemandangan, dan salah satu diantaranya ada lukisan ikan koi yang cukup besar.
"Oh iya mbak. Tolong tutup dan kunci pintu pagarnya ya mbak! Tadi aku lupa menutupya kembali." suruh Pak Nando
"Siap, pak." jawab mbak Mina.
"Ayo Vin kita keatas dulu. Bersih-bersih dulu dan ganti pakaian. Setelah itu temani aku makan malam dibawah."
"Baik, pak." kataku.
Aku mengikuti Pak Nando dari belakang menuju keanak tangga, dan menaikinya menuju keatas. Dari sini aku bisa melihat ruang keluarga yang berada di tengah-tengah rumah. Ruangan yang luas hanya terisi dengan satu set sofa besar dengan meja, dibawahnya ada karpet berbulu yang terlihat lembut, dan di depannya rak televisi dan diatasnya terdapat televisi yang besar dengan alat elektronik lainnya. Menurutku sangat sayang kalau ruangan yang begitu luas hanya dipenuhi dengan sedikit furnitur. Yaa.. mungkin Pak Nando ingin tidak terlalu sesak di ruangan tersebut, dalam pikirku.
Hingga sampai di lantai kedua rumah Pak Nando. Aku masih mengamati setiap sisi rumahnya yang begitu besar. Ini pertama kali aku masuk ke sebuah rumah yang sebesar ini. Bahkan rumah ini lebih besar dari rumah Kak Zaki yang aku tahu 2 kali lebih besar dari rumahku.
"Di lantai 2 ada 3 kamar. Ini kamar tamu, yang di sana ruang kerjaku, dan yang tengah itu kamarku." jelas Pak Nando sambil tangannya menunjukkan tiap bagian lantai 2 rumahnya.
"Kamar tamu sepertinya belum dirapikan, jadi nanti kamu tidur di kamarku saja ya!" jelasnya lagi.
"Oh... tidak perlu pak. Saya bisa tidur di kamar tamu saja pak." kataku.
"Ehm... Ja-jangan...! Aku benar-benar tidak mempersiapkan kalau aku akan mengajakmu tidur di rumah ku. Jadi kamar tamu belum dibersihkan. Aku takut nanti kamu merasa tidak nyaman. Kamu tidak mau tidur dikamarku?" tanya Pak Nando.
"Eh..bukan begitu maksud saya pak. Saya tidak enak hati kalau sampai merepotkan Pak Nando. Saya juga takut Pak Nando tidak akan nyaman karena adanya saya." tandasku.
"Tidak perlu sungkan begitu. Kan aku yang mengajak kamu untuk menginap disini!" seru Pak Nando. "Mau ya tidur dikamarku?" tanyanya dengan mata yang sangat berharap.
Saat ini, aku belum pernah melihat sisi Pak Nando yang seperti sekarang. Dia menunjukkan sikap yang seperti anak kecil. Biasanya dia bersikap dewasa dan cuek. Entah kenapa kali ini terlihat lucu dan manis, ketika dia sedang memohon seperti anak kecil.
"Iya...baiklah! Terserah apa kata Pak Nando saja, saya akan mengikuti." kataku tanpa bisa menolak.
Pak Nando hanya tersenyum lebar mendengar perkataanku.
Aku mengikutinya sampai di depan pintu kamarnya.
.
.
.
*****
Hai, author kembali. Maaf karena 2 minggu ini author hiatus karena sedang dalam keadaan berduka dan berkabung.
Pikiran sedang dalam keadaan kacau, sehingga author tidak bisa fokus dalam membuat cerita ini.
Aku minta maaf pada semua reader yang sudah menantikan kelanjutan cerita ini. Author minta maaf yang sebanyak-banyaknya.