Sedikit cukup lama bagiku berada di kamar mandi. Kebiasaan kalau baru bangun harus buang air besar dulu, kemudian mandi.
Setelah selesai mandi, aku langsung menuju ke dapur seperti yang diminta oleh Pak Nando. Di dapur Pak Nando baru akan memulai untuk memasak.
"Pak Nando sedang apa?" tanyaku.
"Mau masak untuk sarapan kita." jawabnya sambil menyiapkan bahan-bahan.
"Pak Nando masak sendiri?" tanyaku.
"Iya, soalnya Mbok Ijah masih sakit." jawabnya sambil memakai celemek.
"Kenapa tidak menyuruh Mbak Mina saja pak?" tanyaku.
"Kalau Mbak Mina yang masak, aku kurang cocok dengan masakannya. Jadi Mbak Mina hanya bertugas untuk bersih-bersih rumah saja." jelasnya.
"Oh begitu."
"Tadi Kak Ditto bilang mau datang kesini sebentar lagi. Dia juga tau kalau kamu sedang berada disini. Kamu memberitahu Kak Ditto ya?" tanyanya sambil mengambil panci dan penggorengan.
"Iya pak. Kemarin malam saya bilang ke Kak Ditto kalau saya sedang menginap di Rumahnya Pak Nando karena ban motor saya bocor. Apa tidak apa-apa pak saya bilang ke Kak Ditto seperti itu?" kataku.
"Ya... tidak apa-apa sih. Karena Kak Ditto akan kesini, berarti akan aku tambahkan sedikit masaknya."
"Pak Nando masak apa hari ini?" tanyaku.
"Sayur sop daging sama lauk bumbu Bali saja. Kamu mau kan?" tanyanya.
"Tentu saja pak. Tapi kalau masakan Pak Nando enak. Hehe." gurauku.
"Hmmm... Kamu ngeremehin masakanku ya? Coba saja sendiri nanti. Masakanku gak kalah dengan para master chef di hotel-hotel berbintang loh!" kata Pak Nando sambil mengisi panci dengan air dan meletakkannya pada kompor.
"Beneran pak?"
"Wah... Kamu dibilangin gak percaya." katanya sambil tersenyum dan memotong daging dengan cekatan.
"Iya... Saya percaya saja deh. Jadi apa ada yang bisa saya bantu pak?" tanyaku.
"Mmm... Kamu bisa mencuci dan memotong sayurnya. Tolong ya!" jawabnya sambil mencuci tangan setelah memotong daging.
"Baik pak!" kataku.
Aku mengambil sayur-sayuran yang sudah disiapkan oleh Pak Nando dan mencucinya.
"Kamu kok diam saja?" tanya Pak Nando.
"Saya harus ngomong apa pak. Pak Nando juga tidak mau memberitahuku hal yang tadi aku tanyakan di kamar." kataku yang hampir selesai dengan mencuci beberapa sayuran yang ada.
"Memangnya kenapa?" tanyanya sambil melihatku.
"Yaa... Menurut saya tidak adil saja saja, karena Pak Nando belum jawab setelah tahu kalau aku tidak pernah melakukan masturbasi." kataku.
"Wah kamu gigih sekali ya ingin tahu." katanya.
"Tentu saja pak. Kan keadilan harus diperjuangkan." kataku sambil melihat mata Pak Nando dengan tajam.
Pak Nando melangkah mendekat kearahku. "Kamu mau tahu?"
"Iya pak." jawabku tegas.
"Yakin kamu mau tahu?" tanyanya terus maju mendekat.
"Iya." kataku dengan memantapkan hati dan menekan kata yang aku ucapkan.
Pak Nando semakin dekat dan aku mulai mundur dengan perlahan.
"Kalau kamu sudah tahu, kamu mau apa?" tanyanya.
Aku tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Aku terus mundur ke belakang sampai menabrak tepi dapur yang setinggi pinggangku. Pak Nando kini berada tepat di depanku. Kedua tangannya memegang tepi dapur dan menghimpit tubuhku. Tubuhnya mendekat sampai kedua kaki kami bertemu.
Aku tidak bisa berfikir dengan jernih. "Apa yang akan Pak Nando lakukan padaku?" batinku.
"Kenapa kamu diam saja? Kamu tidak bisa menjawabku?" tanyanya sambil mendekatkan wajahnya pada wajahku.
Secara refleks aku menghindari wajahnya dan sedikit menolehkan wajahku.
"Aku akan memberitahumu. Aku melakukan masturbasi 1 sampai 2 kali dalam sebulan. Terkadang 2 bulan sekali kalau aku sedang malas atau tidak sempat melakukannya. Kamu sudah tahu kan sekarang." jelasnya sambil menatap mataku yang tidak bisa menatap matanya.
Aku hanya menganggukkan kepalaku.
Tidak sampai disitu, Pak Nando semakin mendekatkan wajahnya dan berbisik lembut di telingaku. "Apa kamu mau membantuku melakukannya? Mengeluarkan cairan kenikmatanku?"
Saat ini langsung saja wajahku memerah. Tak aku duga Pak Nando akan mengatakan hal seperti itu. Pikiranku melayang mendengar tantangan yang baru saja dia ucapkan. Jantungku sangat berdebar-debar.
"Sudah ah... Aku hanya menggodamu saja. Kamu sampai tidak bergerak seperti batu." katanya sambil menjauhkan wajah dan kepalanya. "Nih pakai dulu celemeknya. Kamu mau membantuku masak, harus pakai ini." kata Pak Nando sambil memakaikan celemek dan mengikatkan talinya di pinggangku.
Aku masih terdiam membatu dengan jantung yang berdegup kencang. Sungguh... Aku sangat ingin melakukan apa yang ditawarkan oleh Pak Nando. Ingin sekali aku mengucapkan kata 'iya', tapi bibir ini terasa membeku.
Meskipun aku sangat ingin, tapi di hatiku juga terasa sangat takut. Aku memantapkan hati untuk memberanikan diri.
"Sa-saya... saya ma-mau!" kataku gagap masih sedikit takut.
"Hmmm? Apa?" tanya Pak Nando kaget dengan mata yang melebar.
"Saya mau melakukan itu. Membantu Pak Nando seperti yang Pak Nando katakan." kataku sambil tertunduk malu.
"Masturbasi? Yakin kamu mau?" tanya Pak Nando tak percaya.
"I-iya...pak!"
"Tadi aku cuma bercanda loh tentang mengajakmu. Memangnya kenapa kamu mau dengan apa yang aku ucapkan?"
"Sa-saya... saya hanya ingin merasakannya saja pak. Saya ingin melakukan itu dengan ...." kataku terhenti.
"Bodoh kamu Vin. Kenapa kamu mau bilang kamu ingin melakukannya dengan Pak Nando?" batinku bertanya pada diriku sendiri.
"Oh... Jadi kamu ingin tahu rasanya masturbasi?" tanya Pak Nando.
Aku hanya menganggukkan kepalaku dengan tertunduk malu.
"Ya nanti aku ajarkan sama kamu. Hahaha." Pak Nando tertawa terbahak-bahak. "Aku akan jadi gurumu."
Aku mengangkat kepalaku dan melihat Pak Nando yang tertawa.
"Tapi nanti kamu bakal ketagihan loh saking enaknya. Masih mau?"
"Iya, pak. Saya mau."
"Kamu tidak malu melakukan itu? kita sama-sama laki-laki loh!" serunya.
"Tidak pak. Karena kita sama-sama laki-laki, maka dari itu saya rasa saya tidak akan malu. Kita punya senjata yang sama, bentuknya juga sama, dan juga kita selalu melihatnya tiap hari. Beda lagi kalau sama cewek, pasti saya malu menunjukkan nya." jelasku dengan polos.
"Ada benarnya juga sih apa yang kamu bilang." tanggap Pak Nando.
Pak Nando terlihat bingung, melihat kesana kemari sambil menggaruk-garuk kepalanya.
"Ya udah kalau begitu. Nanti aku kabari ya kapannya. Kalau gitu kita lanjutin masaknya." ujar Pak Nando.
"Baik, pak!"
Kita berdua saling diam tak berbicara. Suasana menjadi sangat canggung. Pak Nando mulai memasak dan aku memotong-motong sayur.
***
Beberapa menit kemudian Kak Ditto datang.
"Selamat pagi semua." sapa Kak Ditto dengan ceria. "Wah... Baunya harum, bikin lapar perut saja. Kamu masak apa Ndo?" tanya Kak Ditto.
"Tinggal lauk bumbu balinya saja kak. Sayur sop dan telur gulung kejunya sudah matang." kata Pak Nando.
"Wah... Aku udah gak tahan, pengen cepat-cepat makan." kata Kak Ditto.
Kak Ditto datang menghampiriku.
"Pagi Vin!" sapa Kak Ditto padaku.
"Pagi juga kak." jawabku sambil melihat Pak Nando yang masih memasak.
"Hmmm... Aku kangen banget sama kamu Vin!" kata Kak Ditto sambil mengacak-acak rambutku dan memelukku dari belakang.
Aku kaget dengan pelukan yang Kak Ditto lakukan padaku. "Kak... Jangan begini!" kataku sambil memberontak. "Malu sama Pak Nando tuh."
Aku melihat Pak Nando yang mencuri pandangan kepadaku.
"Biarin! Nando sudah terbiasa denganku yang seperti ini." jelasnya.
"Kak.... Lepaskan aku dong!" kataku masih terus memberontak.
"Gak mau. Aku masih ingin seperti ini. Kamu tadi tidur dimana?" tanya Kak Ditto tidak mau melepaskanku.
"Tidur di kamar Pak Nando, kak!" jawabku.
"Wah... Kalian tidur seranjang? Kalian ngapain saja?" tanya Kak Ditto kaget.
"Gak ngapa-ngapain kak. Cuma tidur bareng saja." kataku.
"Apa? Apa kamu bilang?" tanya Kak Ditto dengan nada yang tinggi sambil memutar tubuhku.
"Hanya tidur berdua dan berjauhan kak! Kakak pikir kita bakal ngapain? Jangan samakan aku dengan Kak Ditto ya! Tidur dengan laki-laki manapun langsung dilahap." sindir Pak Nando.
"Hahaha. Ya gak gitu juga kali, Ndo! Gak semuanya kok." sanggah Kak Ditto.
"Isshhh... Pembohong! Dasar tukang bohong." celetuk Pak Nando.
"Haha. Sudah... sudah... Stop jangan lanjutkan! Disini ada Davin yang tidak tahu apa-apa." kata Kak Ditto sambil tertawa.
"Heleeeh... Ngomong aja kalau Kak Ditto takut kalau Davin tau kelakuan Kak Ditto." celoteh Pak Nando.
Aku memutar tubuhku kembali, aku hanya terdiam mendengar pertengkaran mereka berdua. Aku tersenyum melihat Pak Nando yang masih berkutat dengan penggorengan di depannya. Aku merasa senang mengetahui sisi Pak Nando yang seperti ini. Tidak biasanya dia menunjukkan berceloteh dan banyak omong dengan sedikit marah-marah. Dia terlihat lucu di mataku.
"Sudah ahh... Jangan di bongkar disini urusan ranjangku. Tapi aku benar-benar iri sama kamu loh, Ndo! Bisa tidur bareng sama Davin." kata Kak Ditto pada Pak Nando. "Terus kamu kapan mau tidur bareng sama aku, Vin?" tanya Kak Ditto padaku.
Aku hanya diam dan tidak menjawab.
"Cukup Kak! Kalau Kak Ditto datang kesini bikin onar, lebih baik Kak Ditto pulang saja. Atau bantu aku menyiapkan sarapan di meja." kata Pak Nando sedikit membentak.
"Baik bos... gak usah galak-galak begitu kenapa? Masak aku baru datang sudah di suruh balik lagi?" kata Kak Ditto. "Ayo Vin kita bantu siapin sarapan. Sebelum orang yang sedang mens tidak marah-marah lagi." ajaknya.
"Baik, kak." jawabku.
"Tcih... Siapa yang lagi mens?" kata Pak Nando marah. "Buatkan aku jus alpukat kak. Ada di kulkas alpukatnya. Terserah kalian mau minum apa nanti. Bikin sendiri!" kata Pak Nando sewot.
"Baik bos... Gak perlu sewot begitu juga kali." kata Kak Ditto. "Kalau kamu mau minum apa Vin? Biar sekalian aku buatkan." tanya Kak Ditto.
"Sama dengan Pak Nando saja kak. Terimakasih!" kataku. "Aku akan membantu Pak Nando menyiapkan makanan ke meja dulu kak." tambahku.
"Oke." jawab Kak Ditto.
.
.
*****
Halo, maaf atas keterlambatan uodatenya. Untuk bulan ini akan update di weekend, karena jadwal kerjaku bulan ini sangat padat.
Author disini sungguh-sungguh minta maaf. Apalah daya kerjaan banyak dan waktu sedikit. Semua ini hanya untuk mencari sesuap nasi. Hehehe.
See you di next chapter.