Aku duduk di tepi kasur tidur, menengadahkan kepalaku ke langit-langit ruangan ini. Pak Nando menghampiriku, dan duduk di sebelahku.
"Vin, apa yang sedang kamu lakukan? Kamu belum tidur?" tanya Pak Nando sambil memandangiku.
"Ahh... belum pak. Saya sedang memikirkan sesuatu. Ini pertama kalinya saya menginap di rumah seseorang di hari valentine." jawabku. "Hari ini saya banyak bekerja, tapi cukup menyenangkan karena semua juga terlihat seperti itu." tambahku.
"Ahh.. kamu capek ya hari ini. Maaf ya karena pekerjaan hari ini cukup berat. Dan terimakasih karena kamu sudah bekerja keras." kata Pak Nando sambil menyentuh pundak kananku sambil melihatku.
Aku yang semula menatap ke depan, kini aku menoleh membalas tatapan Pak Nando. "Tidak apa-apa kok pak. Saya senang bisa bekerja bersama dengan Pak Nando. Saya menyukainya. Saya juga sangat berterimakasih pada Pak Nando, karena saya sudah diterima bekerja di cafe Pak Nando." kataku sambil tersenyum.
Pak Nando membalas senyumanku. "Sama-sama. Aku sangat senang karena kamu mau menemaniku di kamar ini. Sudah lebih dari 10 tahun ini aku selalu berada di rumah ini sendiri, tidur dikamar ini sendiri." kata Pak Nando sambil membuang muka menatap kedepan.
"Selama itu pak? Orang tua Pak Nando bagaimana?" tanyaku dengan sedikit kaget dan dengan nada yang sedikit tinggi.
Pak Nando diam menatap kedepan dengan tatapan yang kosong dan sedih.
"Ahh.. maaf pak. Saya bertanya tentang privasi Pak Nando. Saya tidak seharusnya bertanya tentang keluarga Pak Nando." kataku menyesal.
Pak Nando menoleh kearah ku dengan cepat. "Kenapa? Apa kamu ingin tahu?" tanyanya dengan suara yang datar.
"Kalau Pak Nando tidak ingin mengatakannya, tidak usah pak."
"Tidak apa-apa aku akan bercerita. Kamu ingin tahu?" tanyanya.
"Hah?" aku menganga kaget.
"Apa kamu ingin tahu tentangku?" tanya Pak Nando kepadaku dengan wajah yang terlihat lebih tenang dengan senyum kecil di bibirnya.
Aku menundukkan kepala, dan menganggukkan kepalaku. "Iya, saya ingin tahu tentang Pak Nando."
Beberapa saat suasana sepi tanpa suara, Pak Nando tertunduk dan terdiam sebentar sebelum ia mulai bercerita.
"Orangtuaku tidak pernah datang kemari. Mereka sibuk dengan urusan bisnis, terkadang mereka pergi keluar negeri untuk waktu yang lama. Lebih sering mereka berada di Amerika." kata Pak Nando sedih dengan wajah tertunduk.
"Amerika?" tanyaku dengan mata sedikit melebar.
"Iya. Tapi ada alasan lain, yang membuat keadaanku seperti ini. Hubungan kami sangat rumit." kata Pak Nando dengan wajah masih tertunduk.
Aku hanya diam. Aku kaget dengan dengan mata yang sedikit melebar dan mulut melongo mendengar ucapan Pak Nando.
Karena aku tanpa respon tak berkata apapun, Pak Nando menatapku dengan wajah yang sedih.
"Apa kamu kecewa kepadaku? Karena aku dari keluarga yang seperti ini?" tanyanya dengan raut wajah yang tambah sedih.
Aku menghindari tatapan matanya, mataku melirik kebawah. "Kalau di bilang kaget sih, saya memang kaget. Saya tidak menyangka keadaan Pak Nando seperti ini." kataku.
"Tolong, dengarkan dulu. Aku ingin menceritakannya kepadamu."
Aku membalas tatapannya, aku hanya terdiam.
"Kenapa Pak Nando mau menceritakannya padaku? Apa karena aku bukan siapa-siapa?" batinku.
"Aku pikir, kalau itu kamu. Kamu pasti bisa mengerti keadaanku."
Aku menundukkan kepalaku. "Kenapa? Karena aku bukan siapa-siapa nya Pak Nando? Apa karena saya tak mempunyai ayah, sehingga kekurangan kasih sayang?" tanyaku sedikit kecewa.
"B-bukan... b-bukan seperti itu. Tolong jangan salah paham dulu dengan apa yang aku ucapkan barusan." kata Pak Nando yang wajahnya berubah menjadi gelisah.
Aku menatapnya dengan wajah sedihku. "Lalu, apa itu artinya karena tidak ada hal apapun yang aku harapkan dari Pak Nando? Jadi karena itu Pak Nando bisa mengatakannya padaku?" tanyaku.
"B-bukan... bukan begitu! Bukan seperti itu. Kenapa kamu terlihat mau menangis?" kata Pak Nando dengan menggoyangkan tangannya dan wajah yang sangat khawatir.
"Maaf... kalau memang begitu!" kataku sambil tertunduk dengan air mataku yang mulai menggenang.
"Apa?" tanya Pak Nando dengan wajah kaget.
"Kalau kau memang berpikir seperti itu. Aku akan berhenti menjadi orang yang menyukaimu dalam diam. Aku tahu, aku bukankah orang yang pantas, dan aku bukan orang yang ditakdirkan untuk bisa bersama Pak Nando. Aku tahu aku orang yang kotor, yang tak tahu malu karena menyukai laki-laki. Menyukai sesama jenis." kataku dengan tertunduk.
Momen-momen indah bersama Pak Nando terlintas di benakku. Perlakuan hangat dan senyumnya yang manis terbayang di kepalaku.
"Sekarang... banyak hal yang aku harapkan darimu. Banyak yang aku nantikan untuk bisa bersamamu. Dan aku juga semakin berfikir tentang mu semauku. Aku tidak bisa mengontrol diriku untuk tidak memikirkanmu, semua karena perbuatan hangatmu dan perhatianmu serta kebaikanmu kepadaku." wajahku tertunduk sedih.
"Oleh sebab itu, berhentilah berbuat baik padaku, aku tidak mau menyalah artikan kebaikanmu. Dan juga mulai sekarang tolong berhentilah membuatku bingung." tambahku. "Kau kan sudah punya orang yang kau cintai."
"Vin....!" teriak Pak Nando dengan nada yang tinggi dan kedua tangannya memegangi pundakku.
"Dengarkan dulu apa yang akan aku katakan! Dengarkan baik-baik!" kata Pak Nando dengan mengangkat daguku.
"Seperti apa yang sudah kamu ketahui. Yaa... memang aku sudah mempunyai pacar. Tapi... entah kenapa saat bersamamu, aku mempunyai rasa yang tidak bisa aku jelaskan. Aku merasakan rasa yang tidak bisa diberikan oleh pacarku sendiri." kata Pak Nando.
Aku terkejut mendengar pernyataan dari Pak Nando. "A-apa yang Pak Nando katakan itu benar?" tanyaku tak percaya.
"Iya, apa yang aku katakan itu adalah hal yang aku rasakan saat ini." kata Pak Nando sambil melihatku dengan mata sayu.
"Jadi.... Apa sekarang aku tidak perlu bingung lagi?"
"Iya... setidaknya aku pikir begitu." jawab Pak Nando sambil mengalihkan bola matanya ke bawah.
"Itu... apalagi maksudnya?" tanyaku tak mengerti.
Pak Nando hanya terdiam. Beberapa saat kemudian, dia kembali menatapku.
"Jadi, apa kau menyukaiku?" tanya Pak Nando dengan rona yang jelas pada pipinya.
Blush...
Pipiku terasa hangat, memerah saat ini.
"Ah... itu iya sih." kataku malu.
Aku menghindari tatapannya. "Tapi kalau diungkapkan dengan kata-kata....!"
Belum sempat aku menyelesaikan perkataanku, wajah Pak Nando mendekat pada wajahku sambil berkata, "Kalau begitu, aku juga ingin memastikannya."
"Apa?" mataku tebelalak melihat wajah Pak Nando yang sangat dekat.
Mata Pak Nando melihatku tajam. Menusuk kedalam jantungku.
"Perasaanmu! Aku ingin memastikannya." kata Pak Nando.
Tubuhku gemetar dan aku sangat gelisah.
"Bagaimana... bagaimana caranya? Apa aku harus membuka isi hatiku dan memperlihatkannya padamu?" kataku sambil memegang kaos di dadaku.
Tangan Pak Nando menyentuh telingaku, jari-jarinya mengusap rambutku.
Kepalanya mulai mendekat mendekat. Dahinya menyentuh dahiku. Hidung kami pun mulai bersentuhan.
"Kalau kau yakin dengan perasaanmu. Aku harap kamu tidak menghindari apa yang akan aku lakukan." kata Pak Nando lirih dengan suara yang lembut.
Aku terdiam tak bisa berkata-kata, aku menuruti apa yang ia minta.
Dia mulai memiringkan kepalanya. Matanya mulai terpejam.
Jantungku berdetak begitu cepat. Masih belum percaya dengan apa yang akan terjadi.
"Mimpikah? Apa ini hanya mimpi?" batinku.
Plukk...
Bibir kami saling bersentuhan. Dia mulai mengecup bibirku dengan lembut.
Aku memejamkan mataku. Merasakan kenikmatan yang diberikan oleh bibir tipis Pak Nando. Aku mulai mengikuti irama permainan bibirnya.
Dia mulai melumat bibirku. Mempercepat tempo gerakan bibirnya. Aku terengah-engah mengikuti ciumannya yang liar.
Sampai beberapa saat dia melepaskan lumatan di bibirku. Dia melepaskan kaosku, aku hanya bisa menuruti kemauannya.
Sekali lagi dia melumat bibirku. Permainannya sungguh sangat liar, seperti orang yang sudah sangat ahli dalam hal beginian.
Dia mulai menjambak rambut belakangku dengan lembut. Pak Nando mulai mencumbu leherku. Aku menikmati setiap cumbuannya.
Dia mendorong tubuhku sampai terjatuh di kasur. Dia duduk di atas pahaku. Mata kita saling bertemu. Aku melihatnya mencopot kaos singletnya. Terpampang jelas tubuh indah atletis yang memantulkan cahaya lampu yang menerpa kulitnya.
Dia menjatuhkan tubuhnya, menindih tubuhku. Tangannya mengarahkan tanganku keatas kepalaku. Lagi-lagi, dia mulai melumat bibirku yang aku balas permainannya dengan rasa nikmat.
Puas dengan bibirku, kini dia beralih dengan memainkan dadaku. Melumat puting dadaku dengan gigitan lembut. Hanya desahan kenikmatan yang keluar dari mulutku, dengan tubuhku yang bergetar merespon setiap rangsangan yang ia berikan.
Dia menyudahi hal ini. Sekang dia turun dari kasur dan berdiri. Dia membungkukkan tubuhnya, dan melepas boxer ku, kemudian dia melepas boxer yang ia kenakan juga.
Penisku yang dari awal sudah terangsang, terlihat jelas mengeras dan kokoh. Begitu pula dengan penis Pak Nando. Dengan keadaan dia berdiri, penisnya yang bulat besar, panjang dan berurat, mancung kedepan dan mengeras dengan kulup yang yang masih menutupi sedikit bagian atas kepala penisnya.
Dia mulai merangkak di atas tubuhku. Tangannya menyentuh penisku yang sudah tegang sambil mengocoknya perlahan. "Ahh... ahhh." desahan nikmat yang keluar dari mulutku.
Dia mengambil bantal, mengangkat kepalaku dan meletakkan bantal itu di bawah kepalaku. Dia mendekatkan tubuhnya ke mukaku, menyodorkan penisnya yang sudah tegang memanjang di hadapanku.
Tanpa aba-aba, dan seperti tubuh ini sudah mengerti apa maksud yang diinginkan Pak Nando. Aku mengelus dan menarik kulit penis Pak Nando dengan lembut. Membebaskan kepala penisnya yang masih sedikit tertutup kulup yang berwarna putih ini. Aku menarik kulit penisnya sampai pangkalnya.
Aku mengurut dan mengocok dengan lembut dan perlahan. Setelah itu aku masukkan kedalam mulutku. Aku kulum maju mundur sampai batas rongga mulutku.
Suara desahan nikmat keluar dari mulut Pak Nando. "Ahh... enak Vin!". Suara itu semakin membuatku lebih bersemangat untuk memompa maju mundur lebih cepat.
Puas dengan lubang mulutku, Pak Nando menyeret tubuhku sampai pinggulku berada di tepi an kasur. Mengangkat kakiku pada bahunya. Pak Nando mencoba menerobos pertahananku.
"Ahh... sakit pak. Pelan-pelan!" erangan kecilku.
Sampai akhirnya batang yang panjang masuk ke dalam lubang kenikmatanku. Batang penis Pak Nando yang begitu besar terasa sangat sesak pada lubangku.
Pak Nando memompa maju mundur secara perlahan, menunggu tubuhku rileks terlebih dahulu. Beberapa saat kemudian ia menaikkan tempo gerakannya lebih cepat.
"Ahh... ahhh... ahh..." hanya suara desahan itu yang bisa aku buat.
Tangan kirinya bertumpu pada dadaku. Sedangkan tangan kanannya dengan lincah memainkan penisku. Di kocoknya dengan ritme yang sama dengan gerakan maju mundur yang ua lakukan saat ini.
Tubuh kami berdua di basahi dengan keringat yang cukup deras. Sambil memompa maju mundur, ia menjatuhkan tubuhnya padaku dan melumat bibirku. Suara desahan dan erangan Pak Nando membuat gairahku semakin menjadi-jadi.
Aktifitas malam ini berlangsung cukup lama, dengan berbagai macam gaya telah kita lakukan. Sampai aku mencapai puncak kenikmatanku.
"Ahh.. pak! Aku mau keluar." kataku sambil mendesah.
"Aku juga mau keluar, sayang." kata Pak Nando sambil terengah-engah menikmati kenikmatan yang tiada tara.
"Ahhh... ahh... pak!" aku mengocok penisku semakin cepat.
Croott.. crott.. crott..
Semburan cairan putih kental menyembur ke perutku.
Pak Nando memompa lebih cepat lagi. Ia menjatuhkan tubuhnya pada tubuhku.
"Yang... Aku mau keluar." bisiknya lirih di telingaku.
Aku memeluk tubuhnya yang mulai bergetar. Lubang kenikmatanku merasakan denyutan pada batang penis Pak Nando yang masuk seutuhnya.
"Ahh... ahh.. ah... aku keluar didalam yang."
Tubuh Pak Nando yang penuh keringat, jatuh di atas tubuhku, terkulai lemas. Aku memeluknya erat dengan kedua tanganku. Dengan posisi kakiku yang masih mengangkang, dan batang Pak Nando yang mulai melemas memberikan sedikit celah udara pada lubangku.
Pak Nando mengusap dahiku yang penuh keringat dan mencium keningku. Kemudian ia berkata,
"I LOVE YOU."
.
.
.
******
Maaf atas ketidak nyamanan nya saat membaca. Ini hanya sebuah imajinasi kotor author..๐๐