"Capeknyaaa…" keluh laki-laki itu, baru saja melewati pintu ia langsung menghempaskan seluruh raga ke sofa nan empuk. Terbaring disana dengan rasa kantuk yang mengikuti.
Nadya memaklumi keluh suaminya menggeleng-gelengkan kepala. Sumringah senyumnya mengingat kejadian terakhir sore.
Melihat Revan yang tidak terdengar lagi suara, ia menghampiri. Benar saja, Revan sudah terlelap. Ia menggoyang-goyangkan tubuh terbaring nyaman itu.
"Kak Revan. Bangun. Kalo tidur mandi dulu. Setidaknya bersih-bersih" ocehnya menyuruh. Tidak ada respon apapun. Berkali-kali ia melakukan hal yang sama, hasilnya juga sama. 'Tadi kulihat dia belum sepulas ini' pikirnya.
"Sayang bangun. Mandi dulu" Revan tiba-tiba menyeringai mendengar nya. Benar saja terkaan istrinya. Tidak mungkin secepat ini pulasnya. jika seseorang tertidur jika dibangunkan akan terbangun. Yang pura-pura tidur sajalah tidak bisa bangun bagaimanapun cara membangunkannya.
"Apa katamu?" tanya Revan memastikan pendengarannya tidak salah.
"Tidak" elaknya beringsut menjauhi. Sayangnya Revan sempat menarik tangan cantik itu, membuat wajahnya membentur seperti mencium dada terlentang indah disana.
"Diam seperti ini, Nad. Tidak usah beranjak" mengoceh masih dalam mata terpejam. Memeluk Nadya yang merebahkan kepalanya dalam dekapan, walaupun dia yang memaksa Nadya melakukan itu.
"Kak, leherku pegal kalau seperti ini terus" protesnya, tidak bisa bergerak bebas. Tubuhnya yang duduk dilantai, sedangkan kepalanya menunduk didekap sang suami.
Sontak Revan membuka mata, sadar posisi nya dimana. Ia langsung duduk membuka kancing kemeja satu persatu.
"Apa yang kak Revan lakukan?" ujarnya terkejut.
"Tadi disuruh mandi. Ini aku baru saja melakukan langkah pertama tata cara mandi" jawabnya tanpa rasa bersalah. "Membuka pakaian kan" tambahnya, membuka jam tangan casual. Lalu ia taruh kemeja tosca di samping kiri tubuhnya.
Nadya tidak mau mendengar hal tidak penting ini, ia berdiri beranjak dari sana. Lagi-lagi ditarik hingga ia terduduk di tengah-tengah terkunci paha Revan.
"Mau kemana?" bisik nya berat bercampur hembusan napas.
Hembusan napas yang mengenai telinga dan tengkuk membuat Nadya merinding dan geli. 'Sudah tidak aman' pikir Nadya meneguk saliva nya kasar.
Pikirannya berkecamuk, beranjak lalu berdiri. "Haus kak" ungkapnya kelagapan. Revan hanya menghela napas panjang menyaksikan nya. Susah sekali menggoda Nadya.
'Sangat tidak peka' gumamnya kesal. Setelah beberapa menit berlalu, Revan tersadar sesuatu.
'Katanya haus, bukannya air ada didapur. Kenapa ke kamar?' herannya menaikkan ujung satu alis. Seingatnya, Nadya berjalan menuju kamar. Ia menyeringai tajam.
'Maaf mengataimu tidak peka, sayang'. Ia langsung menyusul Nadya kekamar, melanjutkan aksi yang tertunda.
Saat ia tiba dengan penuh semangat, kecewa tak dapat dielak. Nadya terlihat nyaman terbaring kasur, dan berselimut. Matanya sudah terpejam, tetapi belum terlelap.
Revan menyerah pada akhirnya, ia memutuskan mandi saja. ia berpikir, Nadya belum terbiasa dan masih sangat canggung untuk hal 'itu'. Buktinya, dipeluk dari belakang saja Nadya tegang serta kaku.
Nadya terjaga saat merasa kasur bergerak karena Revan juga akan tidur. Ia juga tahu Nadya belum tidur.
"Nad" panggilnya pelan. "Sudah tidur?" tanya nya lagi.
Nadya merasa bersalah, menolak keingianan suaminya, berbalik menghadap Revan.
"Belum" jawabnya.
"Kamu suka sama bunga pemberianku tadi?" Nadya diam sejenak.
"Suka"
"Bunganya bakal kamu pajang dimana?" sedari tadi ia belum melihat bunga itu. "Mana bunganya?"
"Masih dimobil" jawab Nadya enteng. Terlihat raut Revan yang menyedih.
Nadya sadar hal itu, sekejap beralasan. "Besok aku rapiin lagi, sepertinya cantik dipajang dikamar. Mawar merah sangat cantik, aku menyukainya"
Senyum cerianya Revan kembali.
"Awal magang diperusahaan papa, Adit nanya kamu terus, Nad"
"Tiba-tiba?" herannya, juga beringsut duduk menyamai posisi Revan yang bersandar pada kepala ranjang.
"Tahu tidak apa yang dia pinta?" Nadya menggeleng. "Dia minta dijodohkan sama kamu-".
"Aku langsung menatapnya tajam, tidak terima. Langsung saja aku beri tahu kamu istriku" wanita itu manggut-manggut, sedikit mengulas senyum melihat semangat Revan bercerita.
Revan yang melirik tahu hal itu, mengambil kesempatan. Menyandarkan kepala dipaha Nadya. ia raih tangan istrinya menuntun untuk mengelus puncak kepalanya. Nadya awalnya sedikit ragu, perlahan menjadi terbiasa.
"Apa yang kamu suka dariku? Apa kamu menyukaiku?" terang Revan, ia sempat berpikir jika hanya dia yang merasa menyayangi Nadya sepenuh hati.
Deg
Jantungnya berdegup tak karuan, Nadya tergagap, ia tak tahu harus jawab apa.
"Nad. Nad. Kamu mendengarku? Kamu boleh jujur, kalaupun kamu tidak suka a…" ocehannya dipotong langsung oleh Nadya.
"Tidak-"
"Benar. Memang benar aku menyukaimu, semua yang ada padamu aku menyukainya" jelasnya tanpa jeda. Revan melongo mendengar pengakuan tidak disangka-sangka. Ia sangat senang mendengarnya.
Lalu Revan menelusupkan wajahnya diperut rata milik istrinya, memeluknya. Yang tadi Nadya tangannya mengelus, menjadi terpaku. Revan memang selalu membuatnya tak berkutik.
"Apa kamu punya mantan kekasih?" tanya Revan yang kesekian kali.
"Tidak"
"Ha? Kenapa?"
"Tidak dibolehkan paman-" Revan tampak berpikir. Namun, tak menemukan jawaban.
"Paman memberitahuku, jangan dekati laki-laki sebelum kamu menikah kelak. Kamu sudah dijodohkan dengan pria itu sejak lahir. Aku tidak mengerti! Aku juga tidak ambil pusing, aku hanya fokus pada satu orang saat itu"
"Satu orang?" ujar Revan, kemudan mendudukkan tubuhnya. Sedikit tidak memahami mendengar cerita sambil berbaring.
"Iya"
"Siapa?" kali ini Revan benar-benar penasaran.
"Kakak tidak perlu tahu"
"Hei. Ayolah Nad. Sekarang aku suamimu, siap mendengar keluh dan kesah mu. Dan aku harus siap membantu dan melindungimu" ungkapnya bersungguh-sungguh.
"Tidak perlu kak, aku malu"
"Nad. Kelak kita akan hidup bersama, selamanya, aku harap tidak ada yang perlu ditutupi"
"Hm… orangnya dia" tunjuk Nadya dibahu Revan. Dengan cepat ia Tarik telunjuk itu, masih kalah cepat dengan Revan yang menggenggamnya.
Dikecupnya singkat bibir lembab didepannya, membuat Nadya membeku, seperti kehilangan jiwa. Melihat tingkah menggemaskan Nadya menambah senyum lenbutnya.
'Sudah aku cium berkali-kali masih juga tegang' Revan menggeleng tak percaya.
***
Dering handphone menggema, Nadya meraba-raba nakas tempat letak ponselnya.
"Halo" ucapnya serak. Telepon terputus, sedikit membuka mata, Nadya melihat nomor tidak dikenal meneleponnya.
Notifikasi pesan masuk "HALO. SALAM KENAL. KUHARAP KITA BISA JADI TEMAN" nomor yang sama saat menelepon tadi.
Nadya tidak menghiraukannya, sangat tidak penting basa-basi seperti itu zaman sekarang. Bisa saja hanya orang iseng.
Merebus air hingga mendidih, ia tuangkan pada gelas berisi kopi, gula dan susu. Menghangat kan perut dipagi hari, ditambah Revan yang masih menyukai susu. Baunya menyeruak didapur, lalu ia taruh diatas meja, menyeruputnya bersama Revan.
Nadya bingung sarapan apa pagi ini, ia memilih sayur-sayuran, rasanya sudah lama ia tidak memasak sayur asem. Nadya penyuka makanan berasa asam-asam bercampur asin. Dia juga pecinta rasa yang kuat, rasa asin salah satu contohnya.
Ia buka penutup panic yang digunakan memasak, uap nya melenggang kemana-mana, Revan baru bangun saja menciumnya sampai pejam-pejam mata.
Melihat Nadya meniupi kuahnya disendok untuk mencicipi, Revan langsung menghampiri.
"Mau mencicipi juga, Nad-" Revan menyecap-nyacap rasanya.
"Mmm… feeling good" pujinya mengangkat kedua jempol.