Chereads / Please, Love Me.. / Chapter 2 - Penolong

Chapter 2 - Penolong

Dariel POV

"Nak..." Seseorang menepuk bahuku.

"Iya om, saya lagi beres-beres. Bentar lagi saya keluar.." Aku yang sejujurnya masih belum tahu akan kemana jika aku pergi.

"Kamu pembantu disini?" Tanya orang tua itu. Kini aku berdiri. Memandanginya. Dia keliatannya baik.

"I..iya."

"Siapa nama kamu?"

"Saya...Dariel..." Aku berucap pelan.

"Stefan." Pria itu mengulurkan tangannya pelan. Dengan sedikit keraguan aku menyalaminya.

"Kamu asli orang mana?"

"Saya asli sini."

"Tinggal dimana?"

"Ehm...saya...saya tinggal disini tapi dulu, saya bakalan pergi kok pak." Aku kembali mengemasi barang-barangku lebih cepat.

"Keluarga kamu dimana?"

"Ehmm....mereka...udah ga ada." Tanganku semakin melamban memasukkan barang. Aku melihat lagi barang-barang yang lain. ah...satu tas saja tak cukup, aku harus cari kantong plastik."

"Kamu mau kemana?"

"Kemana aja om.." Aku lalu berdiri merapikan barang-barang yang dengan terpaksa aku buang. Aku tak mungkin membawanya termasuk buku-bukuku dulu.

"Saya pamit om. Sisa barang saya disini tinggal di buang aja." Aku dengan sedih menatap barangku lagi tapi jelas aku tak bisa berbuat apa-apa. Kini berjalan ke arah pintu. Ya...ini terakhir kalinya aku menginjakkan kakiku disini.

"Awas ya jangan balik lagi.." Seru salah satu pria saat melihatku keluar. Dia benar-benar kejam. Aku menatapnya tajam tapi untuk apa juga toh aku tak bisa berbuat apa-apa.

"Eh..eh.. bentar. Coba sini kamu.." Pria bernama Stefan tadi memanggilku. Aku membalikkan badan seolah memastikan apa benar dia ingin memanggilku. Tanganku menunjuk pada diriku sendiri seolah bertanya. Saya?.

"Iya kamu, coba sini.." Pria itu membukaku kembali ke depan teras padahal tadi aku sudah siap membuka pagar.

"Dia cuman penjaga rumah ini aja pak.."

"Iya ga papa, saya pingin ngobrol dulu sama dia."

"Jadi kamu dulu tinggal disini?"

"Iya om.."

"Sama keluarga kamu?"

"Hmm..."

"Ga papa cerita, kenapa?"

"Saya dulu tinggal disini sama keluarga saya tapi mereka pergi tanpa sepengetahuan saya."

"Kamu ga sekolah?"

"Saya masih sekolah SMP." Aku membuat om Stefan diam sejenak. Dia menatapku dari bawah sama keatas. Dia seperti mengecek sesuatu dariku.

"Om, orang tua saya pergi gitu aja tapi saya ga tahu dimana mereka sekarang, saya tiba-tiba disuruh meninggalkan rumah ini tapi.. om saya masih butuh biaya untuk sekolah. Kalo om berkenan boleh saya kerja disini?saya bisa masak, membereskan rumah dan pekerjaan rumah lainnya, cuci mobil, benerin genteng saya bisa." Aku mencoba mempromosikan diri dengan kemampuan seadaku.

"Tadi nama kamu siapa?"

"Dariel om.."

"Kamu ga usah kerja disini tapi di toko saya aja." Lelaki paruh baya yang tak pernah aku bayangkan akan menolongku itu dengan baik hati menawarkan pekerjaan lain untukku.

"Be..nner om?"

"Iya, kamu boleh tinggal disini, saya pindahan satu Minggu lagi."

"Makasih om...makasih.." Aku segera menciumi tangan om Stefan dengan girang. Pria disampingnya hanya menatapku sinis. Ah..biarlah yang jelas aku sekarang tidak usah pusing pergi kemanapun. Sejak saat itu aku bekerja di tokonya dan bisa membiayai sekolahku sampai aku tamat SMA. Istri pak Stefan juga sangat baik dan ramah. Ternyata benar istri pak Stefan sedang hamil tua dan itu anak pertama mereka. Aku sempat kasihan mendengar cerita jika mereka sebenarnya sangat mengharapkan anak ini dari dulu sampai akhirnya istri pak Stefan yang bernama Tante Vani hamil di usia tuanya. Anak itu bernama Serena. Wanita paling lucu dan menggemaskan bagiku. Serena lahir dan membawa kebahagian bagi keluarga kecil mereka. Pak Stefan sangat menyayangi anaknya sampai apapun yang diinginkannya pasti diwujudkan dan aku diperintahkan juga untuk menjaga Serena, jujur aku menganggap dia adalah adikku. Oh iya sejak aku kuliah pak Stefan dengan resmi mengangkatku sebagai anaknya bahkan namaku ada di kartu keluarganya. Meskipun prosesnya sangat sulit dan terkesan bingung karena asal usulku dulu yang tak jelas tapi Pak Stefan benar-benar mengurusnya. Aku merasa bahagia sekarang dipertemukan dengan orang-orang baik di dunia ini. Perbedaan agama kami bahkan tak menjadi penghalang bagi keluarga pak Stefan menerimaku. Bukan hanya mereka tapi keluarga besarnya pun menyambutku dengan kehangatan.

****

"Rena... cantik...manis tidur sayang.." Aku dengan perlahan menimang Rena yang kini ada di dekapanku.

"Kuliahnya gimana Riel ga ke ganggu kan?"

"Engga pak.."

"Kalo ganggu, udah ga usah kerja dulu."

"Ga papa pak, Dariel pingin kerja."

"Kamu sekolah aja dulu yang pinter.."

"Dariel bisa juga kok cari uang pak sambil cari ilmu."

"Bener ya, kalo bapak liat ada nilai yang turun kerja berhenti."

"Iya pak.."

"Lagian kamu tinggal jaga toko aja Riel cukup kok.."

"Ga papa Bu. Dariel kerja pun libur tetep bisa jaga toko."

"Kapan istirahatnya kalo gitu?"

"Malem bisa Bu.."

"Udah ah jangan jaga toko mending bantu ibu jagain Rena.."

"Dariel nurut aja sama ibu sama bapak.." Aku sambil tersenyum dan ternyata obrolan kami membuat Rena tertidur. Dia tampak begitu semakin manis dan cantik saat tidur begini.

"Besok bapak sama ibu ibadah ya.."

"Dariel anterin Bu.."

"Bapak aja ga papa bawa mobil."

"Besok Dariel libur pak, nanti Dariel tungguin aja di depan sambil jajan-jajan di deket situ."

"Baik banget anak ibu."

"Kan ibu sama bapak juga baik sama Dariel."

"Ibu sama bapak ikhlas baik sama kamu, jangan dipikirin."

"Dariel juga ikhlas."

"Sini, Rena biar ibu tidurin.." Ucap ibu yang kemudian mengambil alih Rena dalam dekapanku dan pergi menuju kamarnya.

"Mau Dariel pijitin kakinya pak?"

"Engga, ga usah. Kamu ga tidur?"

"Nanti aja pak."

"Bapak pingin kenalin kamu sama Dikta."

"Pak Dikta Manager Keuangannya pak?"

"Iya kali aja kamu bisa masuk timnya."

"Dariel bisa kerja segini juga bersyukur kok. Berkat bapak Dariel bisa kerja sambil kuliah."

"Sayang ilmu kamu kalo cuman duduk diposisi itu aja. Pokoknya kalo kamu ga enak sama bapak jangan malu-maluin dikantor, belajar yang bener."

"Iya pak.."

"Keluarga SC itu baik kok Riel. Bapak kenal sama orang owner SC bahkan pernah kerjasama bareng."

"Bapak Ryan?"

"Iya Ryan. Bapak kenal baik, beberapa kali main golf bareng."

"Tapi kalo ke kantor wajahnya kaya nyeremin."

"Emang gitu, Dia orangnya kalo udah A harus A ga bisa B. Anaknya aja ga ada yang bisa lawan."

"Tapi Bu Bella jarang keliatan pak."

"Soalnya digantiin suaminya."

"Pak...Dariel kalo udah lulus lanjut boleh?"

"Boleh dong, bagus malah."

"Tapi S2 kali ini, Dariel ga mau bapak yang bayar. Biarin Dariel ya pak."

"Loh kok?kenapa?gapapa Riel.."

"Dariel pingin cobain sendiri pak. Kali ini...aja pak."

"Tapi ada syaratnya."

"Apa pak?"

"Ga boleh bohong kalo kurang. Kalo ketahuan bohong bapak ga ijinin kamu bayar sepeserpun."

"Iya pak, Dariel janji ga akan bohong." Aku bersemangat. Kini bapak menepuk-nepuk bahuku pelan.

"Anak bapak udah bujang. Cari pacar sana."

"Pa..pacar?" Aku terbata. Aku tak terbiasa dengan kata itu. Aku bahkan tak pernah memikirkannya.

***To Be Continue