Kak Yuta mengantarku berangkat ke sekolah. Pagi sekali kak Yuta mengantar, padahal belum kelihatan murid sama sekali disana, selain diriku.
Katanya sekolah favorit, tapi nyatanya sepi seperti kuburan. Murid malas kali, apa aku saja yang berangkat terlalu awal.
"Dek, kakak antar kamu sampai depan gerbang saja, nanti kamu ke kantor," ucap kak Yuta mengusap pucuk rambut adiknya.
"Gak tau kantornya, kak."
"Tanya aja sama murid lain," jawab kak Yuta, kemudian menjalankan mobilnya pergi.
Sialan kak Yuta!
Aku berjalan memandangi sekolah baruku. Bagus. Besar pula sekolahnya, pasti mahal biayanya.
Akhirnya aku naik ke lantai atas gedung, belum berjumpa murid sama sekali. Aku hanya termenung memandangi halaman sekolah dari atas ke bawah. Hening sesaat.
"Sendirian saja."
Aku terkejut, kemudian langsung menoleh dari sumber suara tersebut. Melihat sosok lelaki yang datang menghampiriku.
Mataku membulat, bukannya dia laki-laki yang pernah aku jumpai di cafe kemarin.
"Lo kan...."
Laki-laki itu tersenyum ramah. "Gak nyangka kita bisa bertemu lagi."
Aku hanya tersenyum getir, membuang muka acuh.
"Namamu Nakamoto Nara, kan?"
"Kok tau?"
Lelaki itu mengedikkan dagunya menatap nametag dari seragam jas ku.
"Eh-iya." Aku tersenyum canggung, menggaruk tengkukku yang tak gatal.
Sang lelaki tersebut memandangi diri gadis itu dari ujung kaki hingga ujung atas, membuat dia heran melihatnya.
"Rok kamu mini sekali," ujarnya, tersenyum geli.
Mataku melotot, berani-beraninya dia bilang begitu. Ya, aku tau ini rok sudah dari kelas sepuluh saat aku pernah belajar di luar negeri.
"Ya, terus kenapa?" celetukku, menyilangkan kedua tangan di dada.
Laki-laki itu menyengir, "Enggak, gapapa."
Aku menghela napas kasar.
Dasar cowok aneh.
"Kenalin namaku Na Jaemin." Ia mengulurkan tangannya.
"Ya udah tau," sahutku cepat, membuang muka acuh.
"Ohiya? Secepat itu kamu tau namaku?"
"Dari kakak gue."
Balas Jaemin mengangguk paham.
"Apa kamu tidak ingin membalas jabatan tangan denganku?"
Aku merotasikan bola mata malas, lalu membalas jabatan tangan dari laki-laki yang bernama Jaemin itu dengan sekilas.
"Ruang guru di mana ya?" tanyaku, tanpa basa-basi dengannya.
"Di gedung tengah lantai dua, lalu kamu belok kanan, dan di situlah ada ruang guru," jelasnya.
"Thank you." Aku tersenyum manis padanya, lalu melangkah pergi meninggalkan cowok aneh itu.
Jaemin hanya tersenyum menatap lurus punggung gadis itu yang telah pergi menjauh sampai tak kelihatan lagi.
~~~
Saat aku telah bertemu dengan wali kelas yang bernama pak Xiumin, ia mengantarkan ku ke kelasnya. Berjalan melewati koridor yang dikerumuni beberapa murid.
"Ada murid baru gaes!"
"Cewek coy!"
"Gila euh! Cantik banget!"
"Ho'oh, ingin gue pacarin."
Banyak yang memperhatikanku, terutama cowok-cowok yang berada di sudut koridor.
Aku masuk kelas unggulan satu, yang dimana kelas itu hanya khusus bagi murid yang mendapat nilai terbaik. Ya, termasuk murid pintar.
Setelah masuk kelas, pandangan murid satu kelas pada ngelihatin aku semua sambil berbisik-bisik pada teman sebelahnya. Pak Xiumin menyuruhku untuk memperkenalkan diri.
"Perkenalkan namaku Nakamoto Nara, panggil saja Nara. Salam kenal."
"IYAAA!!"
Jawab murid satu kelas serentak. Aku hanya tersenyum ramah, semangat sekali mereka. Pandanganku kini mengarah pada sosok yang aku kenal dengan tatapan lebar kearahnya.
Na Jaemin.
Aku ingat namanya. Dia memandangku sambil senyum-senyum sendiri. Tidak. Aku ngak nyangka harus satu kelas dengan cowok aneh itu.
"Nara!"
Pandanganku buyar menatap lelaki itu ketika ada suara yang memanggil namaku, membuat aku langsung menoleh kearahnya.
"Mina. Nakyung!" pekikku girang, kemudian berjalan menghampiri kedua sahabatku.
Mina dan Nakyung adalah sahabat aku dari SMP.
"long time no see, Ra." Mina langsung memelukku.
"Kita kangen tauu." Nakyung ikutan meluk.
"Sama, gue juga kangen."
Kita saling berpelukan manis, biasa dilanda rindu.
"Ooh... sudah saling kenal rupanya," gumam pak Xiumin, menganggukkan kepalanya pelan.
Tak berselang lama kita melepaskan pelukannya. Ya kali lama-lama, nanti malah ada yang iri lagi.
Hhh, gak mungkin lah...
"Baiklah, Nara kau boleh duduk di bangku kosong itu," ujar pak Xiumin menunjukkan bangku kosong di sebelah.
Aku mengikuti jari telunjuknya yang mengarah pada bangku kosong tersebut.
What!
Gak. Gak mungkin. Masa aku harus sebangku sama cowok aneh itu.
To be continued...