Hari ini terasa sangat berat dan melelahkan.Suasana dirumah pak Utomo tampak ramai.Banyak dari keluarga,sanak saudara dan tetangga yang datang untuk bertakziah.Banyak ibu-ibu yang datang menghampiri Pipit memeluk dan menghibur dia sambil mengucapkan kata turut berdukacita.
Aku hanya dapat memandangi istri kecilku dari kejauhan.Aku memang belum bisa menghampirinya untuk sekedar menyapa apa lagi menghiburnya.
yah...dari sejak aku mengucapkan akad nikah untuk nya belum sekalipun kami bertegur sapa.
Saat ini kusibukan diriku pada acara pemakaman.
Bukan aku tidak perduli dengan kesedihan istri kecilku,tapi status kami yang canggung ditambah kami belum saling mengenal secara pribadi membuatku tak berani untuk menghampirinya.Tapi aku cukup merasa lega karena banyak orang yang simpatik padanya.
Ibukupun selalu menemaninya berusaha untuk menghibur dan menguatkan hatinya.
proses pemakaman dilakukan siang hari.
Selesai pemakaman kami kembali ke rumah duka untuk mempersiapkan acara tahlil almarhum.Selesai tahlil ayah dan ibuku pamit untuk pulang ke kota.Sementara aku masih harus tinggal di rumah duka sampai acara tujuh hari almarhum selesai.
Pada acara tujuh hari almarhum, orang tuaku kembali datang mengikuti acara tahlil sekaligus untuk menjemput aku dan Pipit kembali ke kota.
Awalnya Pipit merasa keberatan meninggalkan rumah peninggalan almarhum ayahnya.Tapi setelah dibujuk oleh keluarganya akhirnya Pipit setuju ikut dengan kami.Tidak banyak barang yang dibawa oleh Pipit.
Dia hanya membawa beberapa stel baju ganti , tidak semua baju yang dimiliki Pipit dibawa.Dia masih berharap bisa kembali menempati rumah yang menjadi satu-satunya kenangan dari ayahnya.
Setelah merapikan bawaannya diapun menyerahkan kunci rumah kepada Bu Ema,salah satu tetangga yang rumahnya memang paling dekat dengan rumah itu.Pak Utomo memang tidak memiliki saudara dekat.Beliau anak tunggal sementara orang tua pak Utomo juga sudah lama meninggal.Ada beberapa saudara dari ibunya tapi rumahnya lumayan jauh.kalaupun ada yang dekat itupun masih beda kampung.Keluarga pak Utomo termasuk keluarga terpandang. Mereka rata-rata pedagang dan sudah memiliki rumah sendiri-sendiri.Karena itu rumah itu terpaksa ditinggalkan kosong.Bu Ema bersama suaminya Pak Yasin diminta ayah untuk membantu merawat rumah itu selama ditinggalkan.
Pipit tampak berat meninggalkan rumahnya berkali-kali ia nampak menatap ke arah rumah.
Mang Parman membuka pintu belakang mobil untuk aku dan Pipit sementara ayah duduk di bangku depan samping mang Parman.
Tak lama mobil yang dikendarai mang Parman melaju meninggalkan rumah pak Utomo.Mata istri kecilku kembali berair...
Istri kecilku kembali menangis....
Dan aku.....
Diam
Hanya bisa diam memandang wajah mungil yang kembali berurai air mata.
satu detik...
dua detik....
tiga detik..,....
kepalaku terasa pusing aku dan ayah hanya bisa diam menyaksikan istri kecilku menangis...
Andai ibu ada di sini pasti dia bisa menghiburnya.
"Ayolah istri kecilku berhentilah menangis....hapus air matamu aku sungguh tak tahan mendengar tangisanmu itu".ucap batinku.
Kulirik istri kecilku ku ulurkan sapu tangan padanya tanpa mengucapkan apapun.Ia memandang ke arahku dengan tatapan penuh kesedihan.
"Terimakasih kak" ucapnya padaku seraya menghapus air matanya.Sekilas kumemandang wajahnya.Wajah mungil berbulu mata lentik dengan hidung yang mancung dan mata yang sedikit membengkak karena terlalu banyak menangis.
"Cantik..."
istri kecilku ternyata sangat cantik....
kulitnya yang putih mulus dan rambut hitam tebal dan panjang menambah kecantikannya
"upsss ..."pikiran konyol apa yang tiba-tiba memasuki otakku.
kupejamkan mataku untuk menetralisir perasaanku dan mencoba beristirahat karena memang beberapa hari kemarin aku kurang istirahat.