EP 19 – Jadilah Bebas
"Terus, ini gimana?"
Azure sudah bisa melihat dalam gelap. Enam ekor Wulfan masih menunggu perintahnya. Tetapi dia malah bingung apa yang harus dia – 'Oh iya!'
Karena Azure yang memegang kendali situasi, dia bisa duduk tenang.
Azure berdehem sekali. "Baiklah, kalian sudah bisa bangkit!"
Kalau lawannya hanya enam Wulfan yang kemarin, Azure pikir dia tak perlu terlalu terbawa serius.
Enam Wulfan bangkit – tepatnya bersujud pada Azure.
Ekpresi Azure jadi masam karena perlakuan seperti dewa itu. Dia memang berada dalam tubuh Naga Perkasa, tetapi dia tak terbiasa dan mungkin takkan terbiasa dianggap seperti dewa.
Ooh iya, berlutut kan masih lebih baik. "Berlutut!"
Enam Wulfan langsung berlutut pada Azure.
"Nah, begitu lebih baik. Jadi, apa lagi yang kalian inginkan?"
Harusnya Azure tak perlu bertanya hal itu karena dia sudah bisa menebak.
...
"Hm." Azure masih menunggu jawaban, tetapi jawabannya tak kunjung datang. "Kenapa?"
--------------------------------------
Dante kewalahan, sebagai pemimpin dari kelompoknya, dia harus tanggap menangani masalah yang mereka hadapi. Tetapi, karena yang mereka hadapi adalah Naga Primal yang sudah terbangun dari tidurnya.
'Menyeramkan!'
Dante mencoba mencuri pandangan, matanya langsung menemukan pandangan mengerikan dari si Naga Primal.
__________________________
'Si pemimpin tadi ngelirik aku kayanya.'
Azure tak yakin. Dia memang sudah bisa melihat dalam gelap, tetapi karena belum terbiasa, dia jadi ragu-ragu pada pandangannya.
'Awkward banget lagi kalau diem begini terus.'
Situasi canggung itu membuat kepala Azure gatal.
"!"
Kelompok Wulfan barusan seperti disambar petir. Mereka terkejut hanya karena Azure menaikkan tangannya.
'Segitu takutnya mereka padaku?'
Mungkin ibaratnya seperti, Azure yang berhadapan dengan perempuan. Dia pasti akan sangat waspada pada setiap gerakan yang mereka lakukan.
Namun kalau begitu terus, masalahnya takkan selesai.
Azure ingin mencoba sesuatu. "Bicara atau kuhabisi kalian."
Berkata seperti itu, membuat Azure seperti seorang villain, dan rasanya cukup nikmat, menindas yang lemah.
"Tolong ampuni kami, Wahai Sosok Yang Agung!"
Mengejutkan, yang merespon bukan si pemimpin, melainkan Wulfan yang bergetar paling hebat di sisi belakang.
"Kalau begitu bicara, kenapa kalian kemb – " tunggu, mereka tak kembali. Itu pertama kalinya mereka sampai ke kaki Gunung Besar. Jadi pertanyaannya – "Bagaimana kalian bisa sampai disini?"
Kalau mereka menembus Hutan Rimba, berarti mereka makhluk yang hebat. Azure saja membutuhkan waktu yang sedikit lama dan kecepatan tinggi untuk sampai di tengah-tengah ujung sisi hutan. Lokasi dimana Azure bertemu dengan mereka. Itu juga karena dia terbang.
"Kami," si pemimpin yang menjawab, "menggunakan teleport yang ada di situ untuk sampai kesini, Wahai Sosok Yang Agung."
Azure melihat ke arah yang ditunjuk, dan menemukan portal yang dia buat kemarin masih terbuka. 'Kupikir portal itu akan tertutup ketika aku sudah melewatinya.'
Mungkin itu ada kaitannya dengan sistem waktu dari [Order]. Seperti [Divine Bright], mungkin portal itu takkan tertutup kecuali Azure menghentikan programnya.
"Begitu." Azure mengangguk. "Lalu, kalian datang kesini untuk merebut Perlyn kembali?"
"Ss-saya pikir, kami tak perlu menjawab pertanyaan anda lagi, Wahai Sosok Yang Agung."
'Kenapa begitu?"
'Kk-kar-na-karna anda bb-bilang, anda akan menghabisi kami kalau kami menampakkan diri lagi di hadapan anda."
Azure mengkerutkan dahinya. 'Aku bilang begitu ya, kemarin?'
Azure tak yakin. Dia mudah lupa terhadap sesuatu yang dia anggap tak penting.
"Hmm." Azure melipat tangannya. "Karena kalian datang menyerahkan diri tanpa menunjukkan niat bertarung, kuhadiahi kalian pengampunan."
'Udah kaya dewa beneran aja gw bilang begitu.'
Azure dulunya hanyalah manusia biasa tanpa kekuatan. Walaupun sekarang dia sudah bereinkarnasi di tubuh Naga Perkasa, dia menolak ide untuk bersikap seperti dewa ataupun penguasa.
"Anda yakin, Wahai Sosok Yang Agung?!"
Pemimpin Wulfan menggunakan kata 'yakin' daripada 'serius'. Hal itu membuat Azure penasaran.
"Kenapa, apa kau tak mau hidup?"
Pemimpin Wufan membisu.
Azure mendapatkan dugaan, kalau mereka benar-benar berada dalam kendali seseorang.
'Oh, mungkin ini saat yang tepat untuk mendapatkan informasi dari mereka!'
Informasi adalah senjata paling mematikan di dunia. Meskipun Azure punya kekuatan yang besar, selama dia lemah dalam aspek informasi, hidupnya akan terancam.
"Siapa yang mengirim kalian kemari?" tanya Azure mengintimidasi.
"Kami dikirim oleh anak buah dari organisasi Pedagang Inhuma Gelap yang beroperasi di halaman depan Hutan Besar, Wahai Sosok Yan g Agung."
"Pedagang Inhuma Gelap?"
Mengejutkan, pemimpin Wulfan menanggapi serius pertanyaan Azure satu itu.
"Apa itu organisasi terlarang yang menculik dan menjual Inhuma ke pasar gelap?"
"Benar sekali, Wahai Sosok Yang Agung."
"Hmm." 'Ternyata di dunia manapun, pasti selalu ada organisasi gelap yang merugikan dunia.'
Di bumi, Azure mengenal nama sebuah jaringan gelap yang bernama, [Dipweb]. Jaringan gelap itu memiliki semua hal mengerikan yang bisa dijual.
"Jadi dengan kata lain, kalian adalah penjaga yang bertugas melindungi tempat kotor di halaman depan rumahku?"
________________________________
Dante merasa seperti disambar petir. Tubuhnya lemas, dia merasa punggungnya terasa sangat dingin.
Kata-kata Naga Primal sebelumnya seperti pesan kematian yang ditujukan pada seluruh orang yang mengotori halaman rumahnya.
_______________________________
Azure secara sepihak mengklaim Hutan Besar adalah rumahnya.
'Siapa juga yang mau rumah seluas ini? Aku lebih memilih rumah simple yang cuma ada ruang tidur, dapur dan kamar mandi.'
Rumah impian bagi seluruh generasi millenial.
Tiba-tiba suasananya jadi sepi. Azure kembali bingung apa yang harus dia lakukan.
'Masalahnya, ini enam serigala jadi-jadian dari tadi plin-plan. Mereka gak punya niat menyerang, gak punya niat merebut Perlyn, dan gak pengen mati juga. Terus aku harus gimana?'
Mereka semua seperti bergantung pada pilihan Azure. Di sisi lain, Azure sendiri tak merasa kalau dia punya kapasitas untuk memberikan keputusan.
Sesuatu membuat Azure bertanya-tanya. "Kalian, sebenarnya tak ingin melakukan hal ini, kan?"
Keraguan enam Inhuma itu memberikan Azure spekulasi. Mereka melakukan semua itu karena mereka terpaksa.
"Itu benar, Sosok Yang Agung."
Kalau Azure lebih peka, dia tak perlu bertanya.
Empati Azure tumbuh pada enam Inhuma muda itu.
"Kenapa kalian tak melawan? Atau, mereka menawan sesuatu yang membuat kalian tak bisa melawan?"
"Itu benar, Sosok Yang Agung."
Azure menghela nafas panjang. Dia tak percaya akan bertemu langsung dengan seorang protagonis di dunia baru itu.
"Apa yang mereka tawan?"
Pemimpin Wulfan menaikkan tangan kanan, lalu menyentuh leherrnya. "Kami sendiri," ucapnya dengan nada penuh kekesalan yang dipendam.
Menghadapi nasib dimana mereka tak bebas, dikekang oleh benda yang membuat mereka tak boleh melawan perintah. Perbudakan.
'Aku yakin hal seperti itu pasti ada. Tapi aku tak menyangka kalau akan menemukan hal sekeji itu secepat ini.'
Pemimpin Wulfan memiliki penampilan yang berbeda dari rekan-rekannya. Bulunya lebih hitam dari mereka. Di dahi, ada bulu bercorak pedang berwarna putih.
'Dia protagonist-able banget.'
Kalau Azure masih menjadi komikus, dia takkan ragu untuk menjadikan pemimpin Wulfan itu menjadi protag – "Tunggu!" – Azure tiba-tiba bangkit.
______________________________
Sang Naga Primal sekali lagi mengejutkan mereka.
Naga itu tiba-tiba bangkit, berdiri untuk beberapa waktu, lalu berjalan ke Dante.
Dia pasti akan menghabisi mereka semua, dan Dante akan jadi yang pertama.
"Aku tak percaya hari seperti ini akan datang lagi," ucapnya.
Sang Naga pasti sedang membicarakan soal dia membunuh jutaan kehidupan, menenggelamkan kepulauan, membumihanguskan kerajaan-kerajaan, dan meneror dunia.
Malam itu, kematian mereka, akan jadi langkah pertamanya.
Dante melirik ke belakang. Dia melihat anak-anak buahnya sangat kesal. Mereka harus menghadapi kematian sebelum bisa memberikan perlawanan terhadap kehidupan kejam yang mereka alami.
"[High Order – ]"
Seperti biasa, Sang Naga tak memberikan ampunan, meskipun pada makhluk rendahan seperti mereka.
[Binding Spell: Liberation]
Dalam sekejap, kalung yang mengikat leher Dante terpecah menjadi partikel cahaya. Hal yang sama terjadi pada 5 anak buahnya.
"Ha?"
Dante tanpa sadar mendongak, melihat ke wajah Sang Naga Primal, bertanya-tanya.
"Lakukan apa yang ingin kau lakukan. Wujudkan impian yang kau harapkan. Jadilah bebas."
Mata Dante terasa panas. Dadanya terasa sesak. Tanpa dia harapkan, air matanya mulai menetes. Lima anak buahnya juga merasakan hal yang sama.
Itu adalah kebaikan yang sangat tulus yang sudah lama tak dia dapatkan. Dante tak menyangka dia akan mendapatkannya dari sesosok Naga Primal yang dahulu sekali pernah ingin menghancurkan dunia.