Chereads / Reinkarnasi Naga Primal / Chapter 21 - Serangan Malam (3)

Chapter 21 - Serangan Malam (3)

"Dante, kami menemukan beberapa makanan dari reruntuhan rumah."

Gill dan Branca baru kembali dari reruntuhan rumah dagang.

Kelompok mereka beristirahat di pohon terdekat di depan halaman rumah. Dengan Dante sangat kelelahan, dan Beltram yang terluka.

Gill dan Branca meletakkan kotak makanan di depan kelompok.

"Maaf, tapi kita hanya punya buah-buahan malam ini."

Ferrante menyipitkan mata dan berkata; "Kau bercanda?"

Di sisi lain, Dante tak memedulikan makanan apa yang mereka dapat.

"Kau serius mau memakannya?" tanya Ferrante heran.

"Kita sudah tak makan selama tiga hari. Sebaiknya abang menyerah untuk malam ini dan makan minimal satu untuk mengisi perut."

Dante dan Ferrante adalah saudara sepupu, dengan Ferrante sebagai sepupu yang lebih tua. Namun karena ibu Dante menikah dengan Pemimpin Kelompok, Dante memiliki darah seorang Pemimpin Wulfan, dan membuatnya menjadi pemimpin kelompok mereka.

Ferrante mengerut. Dia melihat ke sebelah, dimana Marq sedang memakan beberapa tubuh manusia-manusia biadab yang mereka bunuh barusan.

Marq menyadari tatapan Ferrante, lalu menawari satu kaki manusia miliknya ke Ferrante. "Kau mau?"

Ferrante mengerutkan dahinya lebih kencang.

"Melihat kau memakan sisa-sisa dari manusia-manusia biadab itu saja sudah membuatku muak," balas Ferrante pada tawaran Marq.

"Baiklah kalau kau tak mau. Setidaknya daging lebih enak daripada buah-buahan."

Ferrante melihat lagi ke kotak buah-buahan. Lima rekannya sudah mulai mengisi perut mereka, bahkan Beltram yang terluka berusaha untuk memakan lebih banyak untuk memulihkan kondisinya.

"Sialan, padahal kita anak-anak Carvinera."

Ferrante menyerah dan mulai ikut makan buah-buahan.

Mereka semua tertidur setelah mengisi perut.

"Ahhh, perutku."

Walaupun beberapa dari mereka merasakan perut mereka berguncang karena lambung mereka mengolah makanan yang tak biasa mereka makan.

Tidur di pohon terdekat yang masih dalam area halaman rumah dagang menjadi pilihan terbaik yang bisa mereka lakukan. Karena habitat di Hutan Besar masih belum diketahui, sangat berbahaya untuk berada dekat dengan area itu.

Berbeda dengan mereka, kelompok korban penjualan Inhuma berkumpul di arah yang berbeda dan dekat dengan area Hutan Besar.

Meskipun sama-sama korban dari kekejaman para Manusia, kelompok Dante dan kelompok Korban Penjualan Inhuma punya hubungan yang buruk.

Dimana kelompok Dante mengejar mereka yang ingin lolos dan tak memberikan mereka kesempatan untuk melepaskan diri.

Kelompok Dante melakukannya karena keterpaksaan. Entah dengan kelompok sebelah, tetapi Dante tak mau memperpanjang masalah antar mereka.

Masalah mereka selesai sampai disitu. Yang tersisa hanya bagaimana kedua belah pihak akan melanjutkan hidup mereka.

"Bagaimana langkah kita selanjutnya, Dante?" tanya Ferrante.

Dante berpikir sejenak. Rasanya sudah cukup lama kelompoknya menjadi budak penjaga di rumah dagang Inhuma. Hal itu sampai membuat mereka lupa apa tujuan mereka pergi dari kampung halaman.

"Kita akan kembali ke tujuan utama kita, ke timur laut."

Kelompok mereka tertidur pulas setelah semua yang terjadi. Malam itu menjadi malam pertama bagi mereka dimana mereka tertidur tanpa harus mengkhawatirkan esok hari.

Begitulah yang Dante pikir, tetapi tiba-tiba dia merasa ada bahaya yang datang.

Dante dengan pesat bangun, sesaat setelahnya, dia menemukan ada sebuah kapak besar terbang ke arah mereka.

Hal itu terjadi sangat tiba-tiba. Ketika Dante memikirkan dia akan mengorbankan satu tangannya untuk melindungi kelompok, Marq melakukannya lebih dulu.

Marq menangkis kapak besar terbang barusan dengan mengorbankan tangan kirinya.

Semua kelompok terbangun karena ledakan yang diakibatkan oleh kapak besar.

"Apa yang terjadi?!"

Semua orang terbangun.

Dante menyadari siapa yang datang. "Sepertinya si botak biadab kembali lebih cepat dari yang kita perkirakan. "

Di depan sana, seorang besar setinggi 2 meter lebih memasuki area rumah dagang.

"Aku mendapatkan pesan kalau si Mutiara Emas kabur dari kandangnya."

Orang itu memiliki tubuh kekar seperti banteng.

"Karena itu aku merelakan waktuku untuk bermain-main dengan wanita klan Artare dan datang kesini."

Memiliki kulit coklat kering yang tebal. Baju singlet yang dia pakai menunjukkan beberapa bekas luka kering berupa retakan, bukti hasil pertarungan di masa lalu.

"Tapi apa yang kudapat? Sekumpulan anjing liar yang membunuh majikan mereka dan sekarang sedang tertidur pulas. Sangat mengejutkan."

Wajah cacat sebelah dan dua tanduk yang patah satu. Itu adalah wajah yang paling Dante benci setelah manusia-manusia pedagang Inhuma.

Namanya adalah Dorke. Pengawal khusus yang berada di bawah perintah ekskekutif Pedagang Besar Inhuma. Dia kembali lebih cepat karena pemilik rumah dagang selatan memanggilnya untuk kembali.

Ferrante mendekat ke Dante, lalu berbisik; "Sebaiknya kita pergi, tak ada guna melawannya saat ini."

Marq sudah merelakan tangan kirinya untuk menyelamatkan mereka semua. Beltram bisa berdiri, tetapi tak banyak yang bisa dia lakukan kalau dalam pertarungan.

Opsi yang dikatakan Ferrante adalah yang terbaik yang bisa mereka lakukan untuk sekarang.

"Apa yang kalian bisikkan disitu?! Biarkan aku mendengarnya juga!"

Dorke punya riwayat kekejaman yang lebih kejam dari tiga manusia pedagang Inhuma. Dia adalah veteran perang dan dulunya mantan pemimpin penginterogasi yang sangat suka menyiksa.

Kelompok Dante tak lepas dalam siksaannya. Beberapa waktu di masa lalu, mereka merasakan siksaan banteng itu yang membuat mereka sangat kesal melihat wajahnya lagi.

Tetapi mereka harus mundur untuk sekarang.

"Kemana kalian mau pergi!?"

Dorke berlari mengejar kelompok Dante, dan mengambil kapak besarnya.

Kelompok Dante masuk ke dalam hutan, mengarah ke timur. Kemungkinan besar mereka takkan bertemu lagi dengan banteng biadab itu. Meskipun mengesalkan mereka tak bisa balas dendam, itu adalah yang terbaik.

"Verdal pengecut!"

Dante terhenti; membeku di tempat.

Ferrante ikut terhenti karena menyadari nama yang Dorke panggil. "Dante?"

Dante pikir saat itu adalah selamat tinggal untuk Hutan Besar, ternyata dia harus menyelesaikan urusan terakhir sebelum pergi.

"Dante, jangan termakan hasutannya!"

Sudah terlambat. Dante melesat kembali ke area rumah dagang. Dorke sudah menunggunya, dengan wajah cacat yang terlihat sangat mengesalkan.

"Akhirnya kau mau mendengarkanku," ucap Dorke sombong.

"Darimana kau tahu nama pria itu?!"

Dante sangat murka, tanpa ragu dia melesat ke banteng biadab itu. Dengan seluruh ototnya mengeras, kuku dan taringnya tumbuh panjang; dalam mode bertarung.

Dorke menaikkan kapaknya, mencoba menebas Dante yang ada di udara. Tebasan Dorke lambat, tetapi punya daya dorong yang kuat.

Tebasan itu mengarah tepat ke arah Dante. Meskipun begitu, Dante takkan menerima serangan itu begitu saja.

Dante memperlambat momentum terbang di udara, lalu dengan dimulai dari tangan kiri, Dante menyentuh permukaan kapak besar dan berhasil untuk melompat ke arah lain.

Berhasil mendarat, Dante langsung menyiapkan telapak tangan kanannya untuk menyerang sisi kanan Dorke yang terbuka.

Dorke melepaskan pegangan kapak besar, lalu menangkis serangan Dante.

Serangan Dante punya daya dorong yang kuat. Namun itu hanya bisa mendorong Dorke sedikit, dan mementalkan Dante beberapa meter ke belakang.

"Dante!"

Ferrante dan kelompoknya menyusul Dante. Bersiap untuk mendukung.

Dorke yang berhasil menahan serangan barusan, melihat ke punggung tangan kanannya, dimana ada sebuah bekas serangan yang cukup terasa nyeri.

"Buh, bahahaha!" Dorke tertawa puas. "Kau kuat, bocah!"

Dante tak merasa sekuat itu. Kalau dia memang kuat, dia pasti bisa memutuskan tangan Dorke dengan serangan barusan.

"Tapi sayang," lanjut Dorke, "Kau belum sekuat pria itu, yang dulunya bisa mematahkan tandukku!"

Dorke sekali lagi memicu amarah Dante.

"Kau, darimana kau tahu nama itu?!"

"Kalahkan aku dulu, baru aku beri tahu."