Klara berjalan bersama keempat temannya menuju sebuah gudang tempat peralatan bersih-bersih, karena mereka adalah teman yang benar-benar solidaritas jadi mereka akan membantu Klara untuk membersihkan sekolah, padahal bel masuk sudah berbunyi beberapa menit yang lalu. Saat ini mereka sudah berada di pinggir lapangan sambil menatap ke arah halaman sekolah yang sangat besar.
"Gila kalau sampai kita bisa nyelesain semua ini dalam satu hari, " ucap Rico yang tidak kuat melihat luasnya halaman sekolah, belum lagi mereka juga harus membereskan aula di lantai dua, lalu perpustakaan dan juga kantin di lantai tiga dan satu.
"Kayaknya gue bakalan muntah nih, " timpa Erik yang juga menatap gedung dan halaman sekolah.
"Ah lu semua mau ngoceh terus atau mau bantuin gue sih? " tanya Klara yang kesal pada teman-temannya ini, mereka bukannya bantu tapi banyak bicara sekali.
"Ya udah yuk ah, kita mulai lapangan sekolah dulu, " ujar Mery, saat mereka akan berjalan menuju lapangan tiba-tiba Julian datang bersama Mila, mereka juga sambil membawa barang untuk bersih-bersih.
"Eh tunggu-tunggu, " Klara menyuruh temannya untuk berhenti dan memperhatikan Mila dan juga Julian.
Klara berjalan ke depan mereka, " Lu berdua di lantai dua sana, biar cepet beres! " titah Klara.
"Lu kurang ajar banget sih sama gue, gue ini ketua OSIS di sini, gue bisa berikan hukuman buat lu, " ujar Julian tak terima, ia merasa Klara sudah benar-benar kurang ajar padanya.
Klara tersenyum meremehkan, " Hey ketua OSIS juga manusia kan? ngapain mesti takut, " balas Klara sambil tertawa.
"Jangan pernah seenaknya sama gue lu yah, " Julian menarik kerah baju Klara.
Ketiga teman pria Klara langsung membalasnya, mereka melepas paksa tangan Julian lalu balik menarik kerah bajunya, setelah itu Rico baru saja akan melayangkan satu pukulan pada Julian tapi Klara menahannya.
"Ini urusan gue, " ujar Klara sambil menyuruh Rico melepaskan tangannya.
Rico pun melepaskan tangan nya dari baju Julian dengan kasar, kini Klara lah yang menghadap ke arah Julian, " Sorry temen gue emang pada kasar, bisakan sekarang turuti permintaan gue, buat pergi ke lantai dua, " ucap Klara pelan sambil membeskan krah baju Julian yang kusut.
Tanpa pikir panjang Julian langsung pergi ke lantai dua bersama dengan Mila, saat Julian peegi terdengar suara gelak tawa dari Klara dan juga teman-temannya, rupanya Julian tidak punya pilihan lain selain menuruti permintaan Klara, jujur saja Julian memang tidak terlalu jago jika berantem, namun jika hanya untuk mengalahkan Klara ia pasti bisa, namun jika mengalahkan ketiga teman prianya secara langsung itu tidak bisa.
Klara menatap kepergian Julian dengan senang, lalu mereka langsung menjalankan tugasnya. Setelah beberapa menit yang lalu akhirnya pekerjaan mereka sudah selesai, bahkan semua murid sudah waktunya pulang. Klara dan yang lainnya sedang berada di rooftop bersama dengan Julian dan Mila juga.
"Ah badan gue udah mulai retak nih, " ujar Klara sambil membarinkan tubuhnya di kursi panjang yang tersedia di sana.
"Lu gak kerja juga, malah belaga sok capek lagi, " celetuk Gilang, karena sesari tadi Klara hanya bisanya menyuruh-nyuruh saja.
"Tapi tetep ngeluarin tenanga gitu juga, " balas Klara sambil tersenyum.
"Bisa aja kalau lu ngomong, " ujar Rico sambil menoyor kepala Klara.
"Sakit bego, " kesal Klara sambil memegang kepalanya.
"Eh lu ngomong napa, bukannya tadi waktu di kantin lu paling cerewet juga, " ledek Erik pada Mila yang sesari tadi diam saja.
Mila hanya menatap Rico dengan tatapan datar sekilas, ia kembali menundukkan kepalanya ke bawah, tanpa menjawab pertanyaan dari Rico. Julian menatap tak suka pada Rico.
"Pulang yuk udah sore, " Klara mengajak teman-temannya untuk pulang di karenakan ini sudah mulai sore.
"Ya udah, " semua temannya langsung berdiri dan pergi dari sana, di ikuti oleh Julian dan juga Mila dari belakang, jujur sebenarnya kejadian ini juga memberi berkah untuknya, akhirnya ia bisa berlama-lama berdekatan dengan Julian, karena selama ini Julian selalau menjauhinya.
Klara pulang dengan membawa mobil miliknya, sementara yang lainnya juga pulang ke rumah mereka masing-masing. Setelah sampai di rumah Klara langsung di sambut dengan berbagai teriakan dan juga benda yang berceceran di rumahnya.
Klara bernafas kasar sambil terus menerus kan perjalanannya menuju kamar, Klara menutup kedua telinganya menggunakan tangan. Baru saja ia akan membuka pintu ibunya dari bawah berteriak memanggil namanya.
"Klara kamu ini baru pulang sekolah bukannya salam sama orang tua, ini mah malah langsung masuk ke kamar gak sopan banget yah, " teriak ibunya dari lantai bawah.
Klara berjalan untuk melihat ibunya dari atas, " Mah sorry, bukannya apa-apa cuman buat apa nyalamin kalian kalau lagi ribut? bukannya di sambut dengan senyuman ini mah tiap pulang sekolah pasti aja di sambut dengan keributan, bahkan sering banget aku kena lempar, " balas Klara lalu setelah itu ia kembali lagi ke kamarnya. Ia benar-benar sidah muak dengan dunia nya saat ini.
Ia membaringkan tubuhnya di kasur king size berwarna biru langit, sambil menatap langit-langit rumahnya yang terbuat dari kaca, ia bisa dengan jelas melihat langit indah di sore ini.
"Cuaca sore ini gak sama dengan apa yang sedang gue rasain, " ucap Klara sambil tersenyum miris.
"Kamu yang tenang yah di sana, aku pasti akan membalaskan kematian mu, " gumam Klara sebelum menutup matanya, karena ia sudah sangat mengantuk.
Di tempat lain Julian sedang bersama dengan kedua temannya, "Bro kenapa lu bengong mulu? " tanya Jefri pada Julian yang terlihat melamun terus.
"Lu tau gak murid baru di sekolah kita? " tanya Julian, bukannya menjawab pertanyaan Jefri ia malah bertanya kembali pada Jefri.
"Gue tau, gue tau, dia kan juga punya geng yah, " yang menjawab nya bukanlah Jefri melainkan Kevin sahabat nya juga.
"Geng apa? " tanya Julian yang penasana dengan mereka berlima.
"Gak tau sih gue lupa nama geng nya, tapi yang gue tau dari mereka sih katanya mereka adalah pasukan utama, atau apalah gitu sih gak tau namanya, katanya juga sampai saat ini gak ada yang tau siapa ketua mereka, " jawab Kevin, ia hanya tau mereka sedikit saja karena kan dia bukan anak geng seperti itu, ia hanya anak remaja biasa.
"Gue jadi penasana sama mereka, " rupanya Julian menjadi penasaran dengan mereka.
"Tumben lu penasaran, biasanya juga lu orangnya bodo amat, " heran Jefri yang merasa Julian saat ini berbeda.