Sampailah Klara dan para sahabatnya di sekolah, mereka berjalan berdampingan menuju kelas. Namun tiba-tiba Klara malah menghentikan langkahnya secara mendadak, membuat yang lainnya juga ikut menghentikan langkahnya.
"Apaan sih Ra?" tanya Merry sambil menatap Klara.
"Kalian mau taruhan gak?" tanya Klara.
"Taruhan? Taruhan apaan sih?" tanya balik Rico.
"Iyah kita taruhan, gue mau buat si cowok sombong itu jatuh cinta sama gue," jelas Klara sambil menunjuk seorang pria yang sedang terdiam di depan kelasnya bersama kedua temannya.
"Emangnya bakalan bisa?" tanya Gilang tak percaya kalau Klara akan bisa menaklukkan pria itu.
"Jangan meremehkan diriku ini, taruhannya gini. Kalau gue bisa menaklukkan hatinya, maka kalian harus bayarin tiket gue ke Bali. Tapi kalau gak bisa gue bakal turutin semua permintaan kalian," balas Klara sambil menatap keempat temannya bergantian.
Erik menyodorkan tangannya, "Setuju?" tanya Erik.
"Ok setuju," balas Klara sambil membalas sodoran tangan Erik, Klara pun tersenyum miring.
Saat mereka akan melanjutkan langkahnya tiba-tiba mereka berpapasan dengan Mila, Klara menatap Mila dengan tatapan meledek. Sedangkan Mila menatap Klara dengan tatapan kesalnya, ia kesal karena Klara sudah membuatnya malu.
Sesampainya di kelas, Klara duduk di kursi sambil memandangi Julian. Ia tersenyum seakan-akan punya cara agar membuat Julian jatuh cinta padanya secepatnya.
"Woy udah kali jangan di pandangi mulu," ucap Merry sambil menepuk pundaknya Klara.
"Kalian tunggu di sini yah, ada hal yang mau gue lakuin," ujar Klara sambil berdiri dan mengambil buku milik Rico.
Ia berjalan ke kursi Julian, lalu ia duduk di sana dan mengusir Jefri yang tengah duduk.
"Ih apaan sih? Ngapain duduk di sini? Inikan tempat gue," tanya Jefri sambil menatap kesal Klara.
"Pinjem bentar napa sih, gue mau ngomong sama Julian," balas Klara sambil membalas tatapan Jefri.
Setelah itu ia kembali menatap Julian, "Bantuin gue bentar napa, kan kemarin ada PR matematika gue gak ngerti. Lu bisa tolong jelasin kan?" ujar Klara.
Julian membalas tatapannya Klara, "Sama orang lain aja, gue lagi gak mood buat jelasin rumus," balas Julian.
"Sombong amat yah lu, kan cuman minta tolong doang," ujar Klara kesal.
"Biasanya juga lu gak pernah kerjain tugaskan? Ngapain sekarang lu mendadak mau belajar," tanya Julian.
"Ah bilang aja pelit, kagak usah banyak bicara deh gedeg gue liat lu," balas Klara sambil berdiri dari samping Julian. Sebelum pergi dari sana Klara menendang meja dulu, sambil menatap tajam Julian.
Jefri menatap Klara dengan tatapan heran, ia bingung dan heran kenapa Klara menjadi seperti ini. Klara kembali ke kursinya lalu melemparkan buku Rico ke kursinya Rico, ia duduk sambil membuang nafasnya dengan kasar.
"Sombong amat sih tuh cowok, pengen gue cekik deh rasanya," gumam Klara.
"Sabar napa, kan segalanya butuh usaha," timpa Gilang.
"Tau ah pusing, ke atap yuk," ajak Klara yang sudah tidak mau berada di kelas itu lagi.
"Gue gak mau ikut deh, soalnya gue udah sering di marahin karena dapet surat dari sekolah," balas Merry.
"Ya udahlah gue ke atap sendirian aja," ucap Klara sambil berdiri.
"Sama gue aja, gue juga lagi bosen ada di sini. Gak ada yang mengasikan," Rico berjalan menghampiri Klara, setelah itu mereka pun berjalan secara berdampingan menuju atap.
Rico merangkul pundak Klara, setelah beberapa menit sampailah mereka di atap.
Di tempat lain, "Julian," panggil Kevin.
"Apa?" saut Julian.
"Gue rasa si Klara pengen deket sama lu deh," ucap Kevin.
"Iyah kayaknya gitu deh, soalnya yah gak biasanya dia kayak tadi. Temennya juga tadi gak larang dia buat duduk di samping lu, soalnya kalau dia gak niat buat deketin lu para temennya bakalan ancam lu," timpa Jefri yang setuju dengan ucapan Kevin.
"Udahlah gak usah di pikirin, terserah mereka mau deketin gue atau enggak. Yang penting gue gak peduli," balas Julian acuh.
"Yeh, si Klara tuh cantik tau. Mana anak orang kaya, pokoknya menurut gue dia itu udah sempurna banget," ujar Kevin sambil tersenyum dan membayangkan Klara menjadi pacarnya.
"Siapa bilang dia sempurna? Akhlaknya dia gak sempurna tuh," balas Julian.
"Yeh kalau masalah itu mah bisa di bicarakan baik-baik, kan bisa kita tuntun ke jalan yang lebih baik," jawab Kevin sambil cengengesan.
"Ya udah buat lu ajalah sana," balas Julian.
"Kalau dianya mau sih gak papah banget," ucap Kevin.
"Wah bener tuh, gue juga mau banget," timpa Jefri.
"Iyah, boro mau jadi pacarnya. Deket sama si Klara aja kita gak bisa, sebenarnya yang paling menakutkan dari teman-temannya si Klara tuh si Rico sih, menurut gue nih yah," sambung Jefri.
"Iyah bener, tatapannya tuh menakutkan kalau pas natap orang yang dia benci. Kek langsung menusuk gitu," setuju Kevin.
"Apaan sih? Masa takut sama manusia sih?" tanya Julian.
"Emang lu gak takut?" tanya balik Kevin.
"Enggak lah," balas Julian.
Di tempat lain saat ini Klara sedang menyenderkan kepalanya ke pundak Rico sambil menatap kosong ke depan.
"Lu kenapa? Ada masalah lagi sama keluarga lu?" tanya Rico.
"Kalau itu sih udah pasti ada tiap hari, cuman kali ini gue bukan lagi mikirin masalah itu," balas Klara.
"Terus apaan?" tanya Rico.
"Kemarin mantan gue yang waktu itu tiba-tiba SMS gue dan ancam gue," balas Klara dengan nada suara yang lemas.
"Beneran? Lu tau dia dimana sekarang?" tanya Rico.
"Enggaklah, kalau tau mah pasti udah gue samperin ke rumahnya," balas Klara.
"Dia ngancam apaan lagi?" tanya Rico.
"Yah ngancam kayak dulu lagi aja," balas Klara.
"Kalau lu ketemu dia, lu langsung hubungi gue aja yah. Gue bakalan kasih pria bajingan itu pelajaran," ucap Rico dengan tatapan yang penuh amarah.
Ia akan membuat mantannya Klara tau kalau bermain-main dengannya bukanlah hal yang baik, ia juga akan membuat pria itu menyesal karena telah dengan berani membuat Klara sedih.