Menggunakan Spidol merah, Alan menggambar sebuah mata di balik Smartphone ditambah dengan beberapa coretan untuk membuat sebuah struktur sihir.
Setelah beberapa puluh coretan, Alan menutup kembali spidolnya, membuka aplikasi kamera pada Smartphone dan mencoba mengarahkan pada sekeliling.
Ketika kamera mengarah pada meja Pak Kersen, dia tersenyum.
"Ambil ini Pak Pengawas, dan arahkan kamera ke arah sana" Sekali lagi Alan tersenyum, membuat seseorang yang melihat nya merasa Alan menyimpan sebuah konspirasi.
Tetap saja karena sedikit penasaran Pak Kersen dan Pak Pengawas mengikuti kata-kata Alan.
Melalui layar smartphone mereka kemudian melihat seorang wanita tua sedang sibuk mengerjakan sesuatu di meja Pak Kersen. Tapi anehnya baik wanita tua tersebut ataupun dokumen di depannya semuanya transparan.
Saat mereka berdua mengangkat pandangan mereka kembali dan melihat meja Pak Kersen tanpa melalui layar Smartphone, mereka tidak melihat apapun di sana.
"Mas Alan apa ini?"
"Aku yakin, kalian pasti sudah memiliki jawaban nya di hati kalian, karena itu aku hanya akan menegaskan bahwa jawaban tersebut benar"
Alan tidak memasang trik ilusi apapun, dia benar-benar memodifikasi Smartphone tersebut dengan menambahkan sebuah sihir kecil.
"Smartphone ini benar-benar bisa melihat hantu?"
"Ya, tapi mungkin hanya akan bertahan 2-3 jam. Tanpa suntikan energi sihir, coretan di belakang tidak bisa terus di aktifkan"
Mendengar ini mereka berdua tanpa sadar menelan ludah, terutama Pak Kersen dia sudah ingin mengumpat, lagi pula ini mejanya yang di duduki.
Melihat Alan yang masih duduk di sofa dan dengan tenangnya menyeruput teh yang di sajikan membuat mereka sedikit lebih rileks.
Mereka berpikir karena Alan tidak lari, itu berarti hantu tidak terlalu berbahaya.
Meski begitu mereka berdua sudah bersiap untuk lari, untuk berjaga-jaga jika kemungkinan terburuk terjadi.
Tidak ada yang memulai percakapan lagi, membuat suasana sedikit hening.
Mereka mungkin sedang berpikir dan bertanya-tanya tentang banyak hal, karena itu Alan berniat untuk menambahkan sedikit bensin untuk membuat otak mereka bekerja lebih cepat.
Alan berdiri dari kursinya dan mengambil teh milik Pak Kersen yang belum di minum.
"Silahkan di minum Nona" dengan senyum sopan Alan meletakkan teh di meja Pak Kersen.
Pak Kersen "..."
Pak Pengawas "!!!"
Mereka benar-benar ingin mengumpat, apa yang di lakukan bocah ampas ini? kenapa dia seenaknya saja mencoba berkomunikasi dengan hantu, apakah dia tak takut mati?
Mereka memang ingin mencoba berkomunikasi dengan hantu itu tapi tidak secepat ini, setidaknya harus menyiapkan beberapa skenario terlebih dahulu.
Segera mereka mengangkat Smartphone untuk melihat reaksi Hantu, di sana Alan dan Hantu perempuan terlihat sedang saling menatap, membuat Pak Kersen dan Tuan Pengawas sekali lagi menelan ludah karena gugup.
Hantu wanita tersenyum dan mengucapkan sesuatu pada Alan, mereka berdua tidak bisa mendengar apa yang ia katakan, tapi dari gerak mulutnya mereka tahu dua kata pertama yang hantu ucapkan adalah Terima kasih, sedangkan kata berikutnya mereka tidak terlalu jelas.
"Sayang sekali, kalau begitu aku hanya bisa mengembalikan ke pemiliknya"
Alan kemudian menatap ke arah Pak Pengawas, dan hantu wanita pun mengikuti tatapan Alan.
Melalui layar Smartphone Pak Pengawas melihat hantu perempuan tersenyum padanya dan kemudian melanjutkan pekerjaannya lagi.
Itu hanya lah senyum sopan, tapi Pak Pengawas tiba-tiba merasakan rasa dingin menusuk punggungnya, rambut-rambut di tubuhnya terasa ingin berdiri, itu bukan hanya ilusi karena ketakutan, tatapan hantu itu benar-benar membuat tubuhnya bereaksi seperti ini.
Bahkan Pak Kersen yang tidak mendapatkan tatapan hantu secara langsung merasa jantungnya berakselerasi dengan sangat cepat.
"Adnan, tembak ke arah kursi Pak Kersen" Tentara yang sebelumnya hanya berdiri seperti patung di dekat pintu, langsung mengangkat senjata nya tanpa mempertimbangkan alasan dari perintah tersebut.
"Bang, bang"
Tembakan mengenai kursi tapi hantu masih utuh seperti yang semua orang duga.
Hantu segera berdiri dan menatap Pak Pengawas dengan tatapan marah.
Pak pengawas merasakan punggungnya dingin sama seperti sebelumnya, tapi dia tidak berlari ataupun ketakutan, karena ia tahu jika terjadi sesuatu Alan pasti akan menyelamatkannya, bahkan jika Alan tidak tidak mau melakukan sesuatu Pak Kersen pasti akan membujuknya.
Posisinya yang ia duduki cukup sensitif, jika terjadi sesuatu padanya pasti akan menjadi masalah untuk Departemen Dungeon.
Dia ingin menembak hantu bukan karena dorongan hati ataupun ketakutan, dia ingin menguji apakah senjata api bisa melukai hantu atau tidak, dan hasilnya ternyata memang tidak bisa, meskipun dia sudah tahu ini akan terjadi pak pengawas tidak bisa untuk tidak berharap dan ingin mencoba.
Melalui kamera hantu terlihat menggumamkan sesuatu yang tidak bisa mereka dengar, dengan ekspresi marah dan tangan mengulur ke depan hantu terbang ke arah Pak pengawas.
Cekikan terasa di leher Pak pengawas, mendorongnya ke belakang hingga membentur dinding.
Suara benturan yang keras membuat siapapun tahu, itu pasti sangat meyakinkan.
Tentaran Panik, ingin menolong tapi tak tahu apa yang harus di lakukan.
Pak Kersen sendiri, hanya menatap Alan dengan tatapan memohon.
"Tuan Alan..." panggilan yang ia gunakan sudah berubah, untuk menunjukkan ketulusan dari permintaanya.
Meski sambil mencibir, Alan menanggapi tatapan memohon itu dan mau menolong pak Kersen.
Dia marah dengan tindakan Pak pengawas sebelumnya, lagi pula sasaran tembak tepat ada di sampingnya, tetap saja setelah melihat Pak pengawas mau mengambil resiko sendiri untuk menguji, Alan jadi sedikit memiliki rasa hormat untuknya.
Karena itu meski Alan tahu dirinya sedang 'dimanfaatkan', dia memutuskan untuk menolong Pak Pengawas ini.
"Hentikan itu Selatri, bukan dia yang menembakmu"
Begitu kata-kata itu keluar, tubuh Pak Pengawas segera di jatuhkan, sebagai gantinya tubuh tentara di angkat ke udara.
"Tidak...Tidak... tolong aku"
Berbeda dengan Pak Kersen, tubuh tentara tidak di cekik dan di dorong ke dinding, melainkan di bawa ke jendela, menghancurkan jendela kaca.
Tentara yang lain ingin menghentikan nya, tapi Hantu telah bertindak terlalu cepat.
"Sialan, apa yang kau lakukan Alan?!"
Salah satu tentara menodongkan senjata nya kearah Alan.
Dari tatapan nya Alan bisa membaca emosi menyalahkan, seolah Alan lah yang menyebabkan semua ini.
"Apa maksudmu?"
"Berhentilah berpura-pura bajing*n"
Alan tahu dirinya memang sedang berpura-pura, tapi... apakah mereka tidak salah paham tentang sesuatu?
"Lihat tatapan kalian, apakah kalian baru saja menyalahkan ku?"
Mereka tidak mengucapkan apa-apa, tapi tangan mereka sudah menonaktifkan pengaman pada senjata di tangan mereka.
"Maksudku, kenapa kalian berpikir aku bisa melakukan sesuatu pada hantu?"
Alan hanya menanyakan Alasan dan tidak mengatakan dia tidak bisa melakukan sesuatu pada hantu, tapi hal kecil ini tidak ada yang menyadarinya.
Mereka semua sudah dikejutkan oleh rasa realisme yang mereka sadari dari kata-kata Alan, memang pola pikir dimana Alan bisa melakukan sesuatu pada hantu hannyalah kesimpulan yang seenaknya saja mereka ambil.
Mereka tidak pernah melihat bukti atau pun fakta atas kesimpulan itu, yang mereka lihat hannyalah Alan yang bisa melihat dan berkomunikasi dengan hantu tanpa alat tambahan.
"Karena itu aku hanya punya 2 pilihan, merelakan Pak pengawas yang terhormat atau mengorbankan penembak, selain itu..." Alan tersenyum mengejek.
"...Bukankah lebih baik kalian menolong Pak Pengawas yang sedang kritis itu?"
Alan menunjuk pada Pak pengawas yang tergeletak di lantai, dengan bagian belakang kepala sedikit dinodai warna merah.
"Pak Bambang!!!"
"Sial, cepat tolong Pak Bambang"
Kata-kata Alan membuat mereka menyadari bahwa atasan mereka sedang dalam kondisi kritis.