Niat baik Soo Yin yang ingin berusaha untuk berdamai terhadap Dae Hyun belum juga terwujud. Apalagi sudah tiga hari Dae Hyun tidak pulang ke villa Pyeongchang-dong ataupun menghubunginya melalui ponsel. Membuat Soo Yin kembali kesal.
Sekarang Soo Yin semakin merasa kalau Dae Hyun sudah memiliki wanita lain. Meski sudah memikirkan hal yang positif tentang suaminya, tapi tetap saja yang terlintas Dae Hyun bercumbu dengan wanita lain. Soo Yin merasa tidak akan pernah bisa berdamai dengan Dae Hyun.
Soo Yin duduk di sebuah kursi yang terdapat di aula hotel. Terus saja melihat ponselnya berulang kali namun tetap saja tidak ada panggilan ataupun pesan.
"Wah, kau punya ponsel baru! sini aku ingin melihatnya," ujar Jean sambil merebut ponsel yang ada di tangan Soo Yin. Mengamati ponsel tersebut, yang merupakan ponsel keluaran terbaru dari merk ponsel terkenal dengan logo apel yang sudah digigit.
"Bukankah ini sangat mahal?" tanya Jean begitu takjub melihat ponsel Soo Yin.
"Ah, itu tidak terlalu mahal," ucap Soo Yin sambil merebut ponselnya tapi Jean malah menjauhkan tangannya. Dirinya bahkan tidak tahu berapa harganya.
"Dari mana kau mendapatkan uang untuk membeli ponsel ini?" Ini merupakan ponsel dengan harga yang lumayan menguras kantong sehingga wajar Jean merasa sangat penasaran.
"Aku ... aku membelinya dengan cara menyicil. Mana mungkin aku sanggup membelinya secara kontan," tukas Soo Yin dengan terbata.
"Kau tidak mendapatkannya dari menjadi wanita simpanan om-om kan?" tanya Jean sambil menatap curiga Soo Yin.
"Tentu saja tidak, kau pikir aku tidak punya harga diri," ujar Soo Yin.
"Wajahmu sangat lucu, ha ha ha," ujar Jean sambil tertawa. Merasa lucu karena Soo Yin terpancing oleh candaannya.
"Ah, Jean kau sangat menyebalkan!" Soo Yin mengejar Jean yang berlari-lari kecil. Berusaha untuk memukulnya dengan menggunakan sapu.
Dari kejauhan Manajer Han merasa geram melihat dua gadis yang tengah bercanda. Membuatnya ingin memarahi mereka. Melangkahkan kakinya dengan cepat untuk menghampiri.
Menyadari tatapan Manajer Han dari kejauhan , Jean dan Soo Yin bergegas menyapu kembali untuk membersihkan aula. Akan ada acara pesta ulang tahun hotel yang akan diadakan besok malam. Sehingga semua pekerja sangat sibuk untuk mempersiapkan semuanya. Aula yang akan digunakan berada di lantai bawah yang terhubung langsung dengan taman hotel yang cukup luas. Biasanya digunakan untuk acara resepsi pernikahan ataupun acara besar lainnya.
Akan ada begitu banyak tamu yang akan di undang serta pengunjung hotel juga akan di undang ke acara pesta. Setiap tahun The Silla Seoul Hotel memang selalu mengadakan pesta besar untuk memperingati sejarah dibuatnya hotel tersebut.
"Apa kau sudah menyiapkan pakaian yang akan dikenakan besok?" tanya Jean yang begitu antusias.
"Untuk apa?" tanya Soo Yin sambil terus menggerakkan gagang sapu.
"Besok ada begitu banyak tamu undangan yang pastinya dari kalangan pengusaha. Kita harus tampil menarik siapa tahu ada pengusaha muda yang tertarik," ujar Jean sambil berangan-angan.
"Aku tidak tertarik, mungkin besok aku tidak akan datang," jawab Soo Yin dengan datar.
"Kenapa? bukankah besok semua orang akan datang? lagi pula ini adalah acara pesta yang semua orang tunggu-tunggu," ucap Jean sambil mengernyitkan dahinya. Tidak mengerti dengan pemikiran Soo Yin yang tidak tertarik untuk pergi ke pesta.
"Entahlah, aku benar-benar malas untuk datang. Aku besok akan beralasan sakit perut," jawab Soo Yin sambil memutar bola matanya.
"Pokoknya kau harus datang, kasihan Jae-hwa kalau tidak datang. Dia pasti akan merasa sedih," goda Jean.
"Ngomong-ngomong apa Jae-hwa sudah mengutarakan isi hatinya?" sambung Jean.
"Apa maksudmu? kepada siapa Jae-hwa mengutarakan isi hatinya?" tanya Soo Yin sambil memandang Jean.
"Bukankah dia menyukaimu?" tanya Jean.
"Ah, tidak itu mungkin," sanggah Soo Yin. Sejak masih sekolah begitu banyak orang yang mengatakan kalau Jae-hwa menyukainya. Tapi hingga sekarang Jae-hwa tidak pernah mengatakan apapun.
"Hei, kalian berdua! apa tidak bisa bekerja tanpa dengan bermain-main seperti itu?" tukas Manajer Han dengan nada dingin tepat di belakang mereka.
Soo Yin dan Jean terlonjak kaget hingga melepaskan sapu yang ada di tangan. Membalikkan tubuhnya sambil menunduk ke arah Manajer Han. Tadinya mereka berpikir Manajer Han sudah pergi dan tidak mengamati mereka lagi.
"Maaf, Tuan," sahut Jean dan Soo Yin secara bersamaan.
"Bekerjalah kalian dengan baik jika tidak ingin dipecat!" tukas Manajer Han sambil tersenyum miring.
"Terutama kau, Soo Yin!" sambung Manajer Han sambil menunjuk wajah Soo Yin.
Soo Yin hanya mengangguk pelan. Merasa setiap kali bertemu dengan Manajer Han, dirinya selalu mendapatkan masalah.
"Oh, aku hampir lupa! cepat kau pergi ke ruangan Tuan Dae Hyun!" tukas Manajer Han pada Soo Yin. Hampir lupa tujuan kemari adalah untuk mencari gadis itu.
"Untuk apa?" tanya Soo Yin.
"Sudah, jangan banyak tanya!" Manajer Han langsung pergi meninggalkan Soo Yin dan Jean.
"Ada apa?" tanya Jean yang merasa penasaran begitu Manajer Han sudah tidak terlihat lagi.
"Aku juga tidak tau," jawab Soo Yin sambil mengangkat kedua bahunya.
°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
Soo Yin segera bergegas menuju ruangan Dae Hyun. Di sepanjang perjalanan Soo Yin hanya bertanya-tanya dalam hati kenapa Dae Hyun memanggilnya.
Deg.
Tiba-tiba terlintas di pikirannya kalau Dae Hyun akan menceraikannya. Jantungnya tiba-tiba terasa berhenti berdetak. Bukankah seharusnya senang jika pria itu melakukannya. Saat ini yang dirasakan Soo Yin justru berbeda.
Soo Yin mengetuk pintu pelan dengan tidak bersemangat. Ada rasa takut ketika berpikir Dae Hyun akan menceraikannya.
"Masuk!" ujar Dae Hyun tanpa menoleh ke arah Soo Yin. Dirinya tengah sibuk memeriksa beberapa dokumen.
Soo Yin berjalan dengan hati-hati menuju meja Dae Hyun.
"Duduklah! tolong isi dan tanda tangani berkas ini." Dae Hyun menyodorkan map merah kepada Soo Yin.
Soo Yin hanya memandang map merah tersebut tanpa ada niat untuk membukanya. Keringat dingin keluar dari tubuhnya.
Apa Dae Hyun benar-benar akan menceraikanku? ~ batin Soo Yin dengan rasa sedih. Padahal ini yang sebenarnya ia minta, tapi di saat Dae Hyun mengabulkan permohonannya tak dapat dipungkiri hatinya terasa terluka.
"Bukalah!" ujar Dae Hyun sambil memandang Soo Yin yang diam saja.
Tanpa bertanya apa isinya, Soo Yin sudah menduga kalau itu pasti berkas surat perceraian. Soo Yin mengulurkan tangan untuk membuka map tersebut dengan gemetar.
Mengambil bolpoint yang tersedia di meja. Setelah membaca beberapa kalimat, itu sama sekali bukan berkas surat perceraian. Itu adalah berkas lamaran kerja untuk menjadi sekretaris.
"Apa ini?" tanya Soo Yin dengan raut wajah bingung.
"Mulai besok kau akan menjadi sekretarisku," jawab Dae Hyun sambil menatap mata Soo Yin.
"Hah?" Soo Yin hanya melongo karena tidak yakin apa yang di dengarnya.
"Maaf, beberapa hari ini aku tidak pulang karena begitu banyak hal yang harus aku kerjakan." Dae Hyun mengulurkan tangannya untuk memegang jemari Soo Yin yang berada di atas meja.
"Aku pikir kau akan menceraikanku," ujar Soo Yin lirih.
"Apa maksudmu barusan?" tanya Dae Hyun yang hanya mendengar samar-samar perkataan Soo Yin.
"Ah, bukan apa-apa." Soo Yin menarik tangannya dari genggaman Dae Hyun.
"Tapi aku tidak tahu pekerjaan seorang sekretaris," ujar Soo Yin.
"Tidak apa-apa, nanti aku akan membantumu. Lama-lama juga kau akan terbiasa," ujar Dae Hyun sambil menatap Soo Yin. Tiga hari tidak bertemu dengan gadis itu membuat dirinya sangat rindu.
Ada rasa senang sekaligus tidak mengerti kenapa Dae Hyun menyuruhnya untuk menjadi sekretarisnya. Tapi tanpa berpikir panjang Soo Yin segera mengisi dan menandatangani berkas-berkas yang ada.
"Dae Hyun, maafkan aku selama ini ...." belum sempat menyelesaikan perkataannya tiba-tiba saja pintu terbuka.
Soo Yin menoleh, ternyata seorang wanita cantik yang datang yang tidak lain adalah istri pertama Dae Hyun. Tubuhnya ramping, tinggi, kulitnya mulus sehalus kapas. Tidak heran Aeri membintangi begitu banyak iklan kecantikan dan kosmetik. Jangankan pria, setiap wanita yang melihatnya pasti akan merasa iri.
Soo Yin tidak mengedipkan matanya saat melihat Aeri, begitu kagum dengan kecantikan yang dimilikinya. Ini pertama kalinya melihat Aeri dari jarak dekat.
"Hai, sayang," sapa Aeri melangkahkan kakinya menuju Dae Hyun. Mencium pipi Dae Hyun secara bergantian.
Soo Yin tersadar kemudian segera membuang muka untuk menoleh ke arah lain, rongga dadanya terasa sesak saat melihat mereka berdua saling memeluk dan mencium pipi.
"Hai, ada apa kau kemari?" tanya Dae Hyun.
"Apa harus ada keperluan jika aku menemui suamiku?" ujar Aeri dengan nada manja.
"Tentu saja tidak." Dae Hyun menyunggingkan senyum sambil melirik Soo Yin yang masih duduk. Merasa tidak enak dengan Soo Yin.
"Hai, kenalkan aku Aeri istri dari Dae Hyun." Aeri mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Soo Yin.
"Aku Soo Yin." Soo Yin juga mengulurkan tangannya. Merasakan kalau kulit Aeri benar-benar halus dan lembut, Soo Yin segera menarik tangannya.
"Apa kau bekerja di hotel ini?" tanya Aeri.
"Dia sekretaris baruku yang akan menggantikan Eun Bee," ujar Dae Hyun.
"Semoga kau bisa membantu meringankan pekerjaan suamiku karena Eun Bee sangat baik dalam melakukan pekerjaannya," ujar Aeri yang menggandeng lengan Dae Hyun dan membelai wajahnya.
Dae Hyun berusaha melepaskan tangan Aeri dari lengannya. Saat ini benar-benar merasa takut Soo Yin akan terluka meski tidak tahu pasti apa yang dirasakan gadis itu.
Soo Yin mengepalkan tangannya yang berada di bawah meja. Berusaha menahan rasa ingin muntah menyaksikan edegan romantis antara suami istri yang ada di depannya.
"Maaf, aku pergi dulu." Soo Yin langsung melangkahkan kakinya ke luar tanpa menoleh lagi. Dirinya benar-benar merasa bingung dengan apa yang dirasakannya saat ini. Seharusnya tidak perlu marah dengan Aeri yang bersikap manja, bagaimanapun juga mereka adalah suami istri.
Soo Yin juga merasa minder dengan Aeri yang sangat berbeda jauh dengannya. Meski sudah berkepala tiga tapi Aeri sangat memperhatikan penampilannya.
Dae Hyun hanya diam melihat Soo Yin yang perlahan hilang di balik pintu. Tidak pernah berharap kalau Aeri tiba-tiba datang. Kini hanya pasrah kalau Soo Yin akan semakin membencinya. Tapi dirinya tidak akan menyerah.
"Sayang," panggil Aeri ketika melihat Dae Hyun yang termenung sambil melihat arah pintu yang sudah tertutup.
"Aeri, aku harus kembali bekerja. Pergilah, jika tidak ada hal penting lagi," ujar Dae Hyun sambil memeriksa kembali berkas yang ada di mejanya.
"Apa kau lupa? hari ini kita akan memilih baju yang akan dikenakan besok. Aku juga mengajak Jo Yeon Ho," ujar Aeri.
"Baiklah, aku akan segera menyusul. Kalian berdua duluan saja," ujar Dae Hyun. Dirinya benar-benar lupa.
"Baiklah." Aeri segera pergi meninggalkan ruangan Dae Hyun.
Dae Hyun mengusap gusar wajahnya dengan kedua tangan. Mengambil ponselnya yang berada di laci. Segera menghubungi nomor ponsel Soo Yin tapi tidak dijawab oleh gadis itu.