Bulan ke-10 tahun 734 adalah awal perjalanan Athanasia menuju ke timur dan meninggalkan kekaisaran. Ia mempersiapkan segala sesuatunya dan meyakinkan dirinya bahwa ia akan menemukan apa yang ibunya inginkan untuk ia lakukan.
Awalnya ibunya ingin ia mengunjungi kota Shyek Sebelum ia meninggalkan kekaisaran. Akan tetapi, ia tidak mengerti apapun mengenai tujuan ibunya. Sehingga ia melanjutkan perjalanannya dan mengesampingkan rasa penasaran yang sempat mengganggunya sesaat.
"Ibu, aku telah berada di kota Shyek selama 2 bulan. Aku melihat betapa rusaknya kota ini dengan sistem pemerintahan yang di kelolah di kabupaten ini. Apakah yang ingin engkau sampaikan kepadaku? Di sini juga banyak orang-orang cacat. Apakah yang hendak engkau pinta aku untuk mengerti?"
Athanasia termenung di sebuah pinggiran kota. Tempat sejuk yang banyak di tumbuhi pepohonan akan membuatnya merasa sangat nyaman dan mengingatkannya akan ibunya yang telah pergi. Ia menggenggam sebuah sapu tangan sutera yang lembut dengan sulaman bunga lili yang memukau.
"Ternyata anda berada di sini nona Nasia!"
Suara lelaki yang mengacaukan suasana hening ini, siapa lagi jika bukan Dinand!
"Ada apa tuan Dinand mencari saya?"
"Saya akan menawarkan diri untuk ikut bersama kalian ke Timur. Apakah boleh?"
"Maafkan aku, tapi saya merasa bahwa tuan Dinand sangat mencurigakan. Bukankah anda datang ke tempat ini untuk menemukan seseorang! Lalu mengapakah anda ingin mengikuti rombongan kami ke Timur?"
"Saya telah mendapatkan informasi bahwa orang yang saya cari pergi ke timur nona. Jadi bukankah kita akan berjalan searah? Maka akan lebih baik jika kita pergi bersama. Perjalanan akan sangat panjang dan berbahaya. Kalian akan membutuhkan tenaga seorang pria, bukan?"
Dinand merayu Athanasia agar ia di perbolehkan untuk pergi bersama rombongan mereka. Dinand meminta dengan ekspresi yang lembut dan agak bercanda. Ia tahu bahwa Athanasia selalu dingin terhadapnya. Namun Ia sangat lembut kepada Beti dan Emely. Untuk menghadapi Athanasia dan mencair kan suasana, Dinand bersikap lembut dan kekanak-kanakan.
"Baiklah, kamu boleh pergi bersama kami. Tapi ingat, jika sesuatu terjadi padamu kami tidak akan menolong mu." Athanasia menyelesaikan kalimatnya dan pergi dengan wajah datar. Tidak ada senyuman di wajahnya sama sekali.
Ia berjalan beberapa langkah dan kemudian berbalik, "Apakah kamu akan menghabiskan waktu di sana? Tidakkah kamu akan pergi mempersiapkan keberangkatan! Kami akan pergi jam 2 siang ini. Jika kamu tidak datang tepat waktu, jangan salahkan kami meninggalkan mu."
"Baiklah, saya mengerti."
Dinand menjawab dan bibirnya memperlihatkan lengkungan tipis, mengeluarkan senyuman manis karena bahagia.
Dinand tau Athanasia adalah seorang anak dengan hati yang hangat. Ia hanya terlalu banyak menderita sehingga sangat dingin. Namun walaupun begitu, ia lebih suka menghindari kekacauan dan perdebatan.
Dinand hanya berharap bahwa lewat perjalanan mereka, maka Dinand akan semakin akrab dengannya. Bersama-sama dengannya untuk melewati tantangan di masa yang akan datang adalah impiannya sekarang. Walaupun nyawa ini taruhannya, Dinand akan memberikannya. Entah sejak kapan Athanasia menjadi berharga bagi Dinand. Entah saat pertama kali Dinand melihatnya atau saat bersama dengannya disini memecahkan kasus kota Shyek.
Perjalanan mereka pun di mulai. Mereka menggunakan kereta kuda dalam perjalanan mereka. Dan saat malam tiba, mereka akan berhenti di sebuah kota atau akan berkemah di sebuah hutan lebat. Kali ini, mereka membangun kemah di sebuah hutan di perbatasan antara kekaisaran dan Dinasti Qing.
Jauh di dalam hutan perbatasan, mereka menyalahkan api unggun di tengah-tengah perkemahan. Kemah Dinand disisi selatan dan kemah ketiga wanita itu di sisi Utara. Mereka juga membagi tugas masing-masing.
Dinand mencari kayu dan makanan di hutan. Beti memasak beberapa hasil buruan Dinand. Sedangkan Emely berjaga di tenda dan berpatroli di sekitar kemah.
"Nona mengapa anda mengijinkan pria itu mengikuti kita?" Ujar Beti
"Dia belum menemukan orang yang dia cari di kota Shyek dan telah mendapatkan informasi bahwa orang yang ia cari sedang menuju ke timur. Oleh sebab itu ia mengikuti rombongan kita kali ini." Jawab Athanasia
Beti membalas dengan ekspresi curiga "Kita harus tetap berhati-hati, jangan sampai ia mempunyai maksud tersembunyi nona."
"Ia, saya mengerti. Kita memang harus berhati-hati karena kita tidak mengetahui asal-usulnya dan apakah benar ia sedang mencari seseorang. Kita lihat saja nanti. Selagi dia tidak merugikan kita, tidak ada salahnya untuk membawa ia ke group kita." Jawab Athanasia penuh pertimbangan.
Krek... krek... Auuu....Auuu...
"No..na, anda mendengarnya?"
"Bukankah suara itu berasal dari belakang mu kak Beti?" Athanasia mencoba menakut-nakuti Beti dan mencoba berlagak sedikit dramatis. Dan bunyi suara-suara aneh semakin membuat malam terasa mencekam.
Beti mulai menggigit jarinya, ia melihat sekelilingnya dan memalingkan wajahnya kekiri dan kekanan. Bola matanya mengeluarkan aura ketakutan, lututnya tidak kuat lagi untuk berdiri tegak dan seketika tiba-tiba ada sebuah tangan yang memegang belakang Beti dan...
"Bhuawah..." Terdengar suara kejutan dari belakang Beti.
"Aaaakh.." Teriakan Beti menggantikan heningnya malam dengan kehebohan.
"Bhuahahah.... Bhuahahah..." Emely tertawa terbahak-bahak, Ia sangat puas melihat respon dari Beti yang ketakutan. Athanasia tersenyum melihat candaan mereka.
Sesaat setelah itu, terdengar suara yang tergesa-gesa keluar dari gelapnya malam dan berlari menuju arah mereka. Sosok seorang pemuda tampan dengan nafas yang terengah-engah, ia membawa kayu bakar di tangannya dan melihat-lihat ke sekitar...
"A..apa yang terjadi, apakah kalian baik-baik saja? Saya datang terburu-buru saat mendengar seseorang berteriak!" Dinand mencerna situasi dan ternyata semuanya baik-baik saja.
"Kami tidak apa-apa. Suara yang kamu dengar tadi adalah suara Beti. Mereka hanya bercanda." Ujar Athanasia
"Hah... (Dinand menghela nafas panjang) saya pikir terjadi sesuatu. Syukurlah kalo begitu." Setelah lega mendengar apa yang sebenarnya terjadi, Dinand berjalan maju dan meletakkan kayu bakar dengan hati-hati ke perapian.
"Hmt...Hmt... Baiklah. Saya telah memeriksa daerah sekitar hutan. Saya melihat ada jejak pemukiman warga disekitar sini. Mungkin jaraknya tidak akan terlalu jauh dari posisi kita di sini." Ucap Emely memecahkan suasana menjadi kembali normal.
"Baiklah, kalo begitu besok kita akan segera kesana. Untuk malam ini mari beristirahat
lah dulu dan menikmati santapan hasil buruan tuan Dinand tadi sore." Ujar Athanasia dengan memasang muka yang datar
"Baiklah." Mereka menjawab serentak.
Malam ini menjadi malam yang panjang. Ini adalah malam perkemahan pertama kami setelah keluar dari Kota Shyek. Kami menghabiskan santapan kami sambil bercerita. Namun Athanasia selalu membiarkan dirinya duduk di pojokan dan melihat ke arah langit malam. Dia tidak banyak bicara, disaat kami sangat banyak bicara dan bercanda. Aku semakin ingin mengetahui apa yang di pikirkan oleh putri Duke Karen ini. Ia selalu bisa membuat aku menjadi penasaran mengenai dirinya.
Udara semakin dingin, dan waktu menjadi semakin larut. Kami memutuskan untuk beristirahat. Aku dan Emely membagi tugas untuk menjaga tenda dan berpatroli dengan pembagian 4 jam waktu istirahat. Aku akan berjaga pada 4 jam pertama dan Emely akan beristirahat. Setelah itu Emely akan berjaga selanjutnya sampai pagi. Begitu lah jadwal waktu jaga kami seterusnya.
***