Nama ku rindu, entah mengapa ibu memberi nama ku rindu, yang pasti di dalam sebuah nama terdapat harapan dan sejarah mengapa nama itu di berikan.
Aku pernah bertanya kepada ibu kenapa aku di beri nama rindu, namun jawaban ibu selalu membuat ku tak puas.
"Bu kenapa namaku Rindu?"
ibu tersenyum, "apalah arti sebuah nama Ndu."
Begitu lah ibu ku.
Hari ini aku tepat berumur 24 tahun, jika aku ingin menikah, maka umur ini sudah lebih dari cukup, namun aku belum berfikir untuk itu.
Aku harus menyelesaikan kuliah ku dahulu, setelah semua ini selesai, mungkin aku bisa berfikir tentang sebuah pernikahan dan membina bahtera rumah tangga.
Tak ada perayaan special di hari ulang tahun ku. Lantas apakah aku sedih?, tidak, sama sekali tidak. Aku tidak pernah merayakan ulang tahun ku, bukan karena tidak ingin, namun ibu tidak pernah mau merayakan ulang tahun seperti kebanyakan orang-orang.
masih sangat hangat di kepala ku saat ibu berkata jika ulang tahun itu adalah sebuah petaka yang harus di evaluasi. itu semua karena ulang tahun adalah pengurangan umur, bukan penambahan umur.
ibuku memang ideologis, dia sangat percaya dengan jalan hidup dan prinsip nya.
Namun kali ini ada yang sedikit berbeda dari tahun-tahun sebelum nya. Kebetulan aku akan pergi ke kota Padang Sumatera Barat. Bukan untuk merayakan ulang tahun, melainkan aku kesana hanya karena seorang teman.
***
Aku menutup pintu kamar berlahan, sekarang sudah pukul 07:00 sedangkan pesawat berangkat pukul setengah 8.
Aku tidak ingin terlambat dan mengecewakan sahabat ku yang telah memberikan fasilitas gratis agar aku bisa ikut bersama nya ke Padang.
"Bu aku berangkat," teriak ku.
Aku berjalan menuju pintu namun teriakan ibu dari dapur membuat ku terhenti.
"Tunggu sebentar, duduk sini dulu, ada yang ingin ibu bicarakan."
Aku melihat jam di tangan kiri ku, baiklah, aku punya waktu sedikit untuk mendengar kan ibu.
"Duduk," lanjut ibu tampak serius.
"Ada apa si bu, aku udah telat Lo ini."
Ibu menatap ku serius, aku pun merasa aneh dengan tatapan ibu.
"Kamu hari ini kan genap berumur 24 tahun, mulai sekarang jangan sering berkhayal dan berandai-andai, ibu takut nanti ada sesuatu yang terjadi jika kamu sering berkhayal"jelas ibu.
Aku tidak mengerti, kenapa aku tidak boleh berkhayal dan berandai, "Emang kenapa bu??"
Ibu tampak bingung menjawab pertanyaan ku "kalau kata ibu jangan ya jangan,"jawabannya asal.
Aku merasa ada yang aneh dengan sikap ibu, tapi yasudah lah, " ya udah aku berangkat."
"Iya hati-hati."
Aku bergegas menuju bendara, dan benar disana Vina sudah menunggu gelisah.
"Vin,,"panggil ku.
Ia melihat ke arah ku, "nah itu dia, cepat Ndu," teriak nya seraya melambai kearah ku.
Aku berlari-lari kecil mendekati vina, "maaf ya telat."
"Iya udah nggak usah di bahas , sebentar lagi pesawat kita mau berangkat"
***
Hampir saja kami telat, jika tadi kami telat, entah apa yang akan terjadi, ini adalah liburan impian nya. Aku tidak bisa membayangkan jika kami telat dan gagal pergi ke Padang.
Ngomong-ngomong tentang padang, Ini adalah kali pertama ku kesana. Karena Vina sangat ingin berwisata di sana, aku jadi di libat kan karena aku adalah satu-satu nya teman yang ia miliki.
Vina adalah anak pengusaha kaya dan karena kekayaan nya itu banyak mereka yang tak mau berteman dengan nya.
Ada yang mau berteman namun karena ada mau nya. aku adalah satu-satu teman Vina.
"Nanti kita jalan-jalan ke pantai air manis,"ucap vina penuh semangat.
"Pantai??..nggak ada tempat lain apa Vin, kalo pantai di Palembang juga ada, ngapain jauh-jauh."
"Kamu nggak tau kan, kamu pernah baca tentang legenda Malin kundang si anak durhaka?"
"Pernah, memang apa hubungan nya dengan pantai?"
"Di cerita nya kan si Malin di kutuk ibu nya menjadi batu, batu malin Kundang itu ada di pantai air manis."
"hah serius Vin, emang batu nya ada beneran?"
"tu kan penasaran, ada Lo batu nya, ni lihat, " Vina mengetik di Google Hp milik nya dan mencari foto batu Malin dan itu benar-benar ada.
Aku jadi penasaran, apa benar batu itu asli Malin atau hanya Gimik belaka. Aku pernah dengar tentang batu itu, namun aku tidak pernah menyangka batu itu benar-benar ada.
***
# Kota Padang, Sumatra Barat
Kami berjalan menuju pintu utama
bandara dan disana sudah ada mobil mewah terparkir.
Awal nya aku tidak berfikir jika mobil itu menjemput kami, namun setelah vina melambaikan tangan nya kepada pemilik mobil, barulah aku mengerti jika mobil mewah itu memang menjemput kami.
"Mewah sekali hidup ku," kata ku dalam hati.
Vina berlari dan memeluk pemilik mobil, "maaf ngerepotin ya Paman, " ucap Vina manja.
Ternyata pemilik mobil mewah ini adalah Paman nya Vina. Aku tidak heran, keluarga Vina memang keluarga kaya raya.
Kami kemudian masuk kedalam mobil, aku duduk di belakang sedangkan vina duduk di depan bersama paman nya.
"Kita mau kemana??" tanya si paman.
Vina menoleh ke arah ku, "kita langsung ke pantai air manis ya, nanti aja kita beres-beres barang nya, kita ke pantai dulu."
Sebenar nya aku capek banget, tapi apa daya, fungsi ku hanya menemani Vina yang terlihat begitu bersemangat.
"Iya kita ke pantai," jawab ku.
"kalian mau melihat batu malin kundang??"
"Iya paman, selama ini aku hanya baca dongeng, aku sangat penasaran dengan batu malin kundang"jelas Vina.
"Kalian harus tahu, batu malin kundang ini sangat unik, masyarakat minang percaya jika kisah Malin Kundang adalah kisah nyata," jelas si paman.
Aku tidak percaya dengan apa yang di katakan paman. Sekarang bukan zaman nya lagi kita harus percaya kepada dongeng dan mitos.
***
dilain sisi ibu Rindu dirumah tampak gelisah, entah apa yang ia pikirkan, namun raut wajah nya seperti mengatakan jika ia sangat khawatir.
Ia kemudian mengambil Hp dan menelpon Rindu.
***
# HP berdering.
Siapa yang menelpon di saat seperti ini. Aku mengambil HP dari tas kecil milik ku dan mendapati ibu yang menelpon.
"Hallo assalamualaikum bu," jawab ku.
"Ndu kamu nggak kenapa-napa kan, ada kejadian aneh nggak?"kata ibu terdengar khawatir.
Ada apa dengan ibu ku, kenapa dia jadi seperti ini, sumpah aku tidak mengerti dengan sikap nya, "iya bu aku baik-baik aja, jangan khawatir aku save kok disini sama Vina?"
"Alhamdulillah...ibu takut ada sesuatu yang aneh terjadi padamu, ingat pesan ibu jangan berkhayal dan ber andai-andai."
Aku semakin tak mengerti, "iya iya bu, udah ya ini sebentar lagi sampai kok."
"Iya hati-hati."
Ibu menutup telpon nya dan berselang beberapa detik sebuah pesan dari ibu mengejut kan ku.
"Rindu, kamu adalah keturunan Si pahit lidah, dan di umur 24 tahun ini ibu takut Sihir nya akan aktif."
Aku syok membaca pesan ini, ada apa dengan ibu ku, kenapa ia tiba-tiba menjadi tidak masuk akal.
"Vin Si pahit lidah itu siapa??"tanya ku.
"emmm kalau aku nggak salah ya Ndu si pahit lidah itu tokoh dari cerita rakyat sumatera selatan Ndu, kata nya si pahit lidah bisa mengutuk orang dengan kata-kata nya."
Kenapa ibu berkata aku keturunan si pahit lidah, aku semakin tidak mengerti.
***
# pantai air manis
Aku menutup pintu mobil dan di sambut oleh angin pantai yang membuat jilbab dan gamis ku sedikit berkibar.
Hamparan laut biru dan pulau batu di tengahnya menyambut pandangan mata kami di pantai ini.
Pantai air manis, tempat yang cukup indah untuk berwisata, aku tidak menyesal pergi ke sini.
Vina menarik tangan ku dan mengajak ku berlari menuju bibir pantai "ayo sini Ndu,"ajak Vina.
Di bibir pantai kami dapat melihat dengan jelas pulau batu yang berdiri kokoh dan bermahkotakan pohon-pohon hujau menjulang tinggi.
Di sekitar kami ada banyak orang-orang yang bermain air. Aku mencoba melihat sekeliling dan mencari batu malin kundang seperti yang di ceritakan Vina. Namun aku tidak menemukan batu itu.
"Vin kata nya ada batu malin kundang disini?"tanya ku.
"O iya, tunggu dulu, dimana tempat nya??"
Si paman datang menghampiri kami "kalian mencari batu malin, batu malin ada di bagian pantai sana," paman menunjuk ke rah kiri nya.
Aku melihat ke arah itu, disana banyak orang yang berkumpul, disanalah letak batu malin kundang.
Vina menatap ku, "Tunggu apa lagi??"
Kami berlari menuju arah batu Malin, aku benci mengatakan nya, namun aku benar-benar penasaran tentang ini.
Kami menerobos kerumunan untuk melihat batu malin. Setelah beberapa saat berjibaku untuk berada di barisan terdepan akhirnya kami melihat nya. itu dia batu malin kundang si anak durhaka.
Ia bersujud karena menyesal telah berprilaku buruk kepada ibu nya. Selain itu di sekitar batu malin ada batu yang tampak seperti kapal karam di hembas ombak.
Sayang aku tidak bisa mendekati batu malin dan menyentuh nya. Area batu malin sudah di pagar oleh pemerintah setempat agar tidak terjadi kerusakan pada batu. Kami hanya bisa melihat dari jauh dan mengambil gambar dengan kamera Handphone.
Aku mengambil handphone dan mencoba mengambil beberapa gambar tapi... "Tunggu tunggu Ndu, kita photo berdua"cegah vina.
Kami mengambil beberapa gambar selfi bersama batu malin kundang.
Beberapa menit kemudian kami pergi menjauh dari batu malin. Sumpah sesak, hari ini banyak yang berwisata ke pantai ini. Kami harus menahan panas dan berhimpit dengan tubuh-tubuh yang tak di kenal untuk melihat batu malin.
"Ndu aku pengen."
ada dengan Vina?, "pengen apa?"
"pengen pegang batu Malin."
sama, aku juga pengen pegang batu itu, sumpah aku excited banget.
"Gimana kalo kita kembali kesana?"
"Nggak mau, panas Vin."
"Bukan sekarang, tapi nanti saat semua sudah pulang kita bisa kesana tanpa halangan."
"Maksud mu nanti malam?"
"Tepat sekali"
"Bukan nya kita mau ke rumah si pa man, mau beres-beres barang."
"Biar aku yang urus."
Vina berdiri dan menghampiri paman nya. entah apa yang ia bicarakan namun setelah itu si paman pergi meninggal kan kami.
"Kamu ngomong apa??"tanya ku.
"Aku bilang kita mau lihat sunset, jadi paman pulang."
"Lo nanti kita pulang pakai apa?"
Vina memamerkan kunci mobil, "aku minta mobil paman di tinggal disini, jadi aku yang nyetir kalau mau pulang."
"paman pulang pakai apa?"
"Grab."
"keponakan durhaka."
Itu dia Vina, ia memang selalu bisa di andalkan saat-saat seperti ini.
Kalau begitu mari kita tunggu sampai malam tiba.
***
Aku tidak mengira sunset di pantai ini sangat indah. Aku bahkan tak merasa bosan melihat sunset yang bersanding dengan pulau batu dan pohon-pohon yang indah.
Semakin lama matahari tenggelam itu kemudian berganti dengan gemerlap bintang dan gelap nya malam.
Karena keindahan itu hampir saja kami lupa tujuan kami yang sebenar nya.
Vina menyalakan senter dari handphone nya. Kami kemudian berjalan menuju lokasi batu malin kundang.
Beberapa saat kami menyusuri pantai dengan cahaya dari Handphone milik Vina.
Betuh beberapa saat dan kami akhir nya tiba di lokasi batu malin.
Vina menaiki pagar pembatas dan mendekati batu.
Sesaat aku hanya diam melihat keberanian Vina, aku belum pernah melihat ia seberani ini.
"Ndu...sstt hei jangan bengong, ambil hp dan photo aku."
Aku mengambil gambar Vina bersama batu malin, ia berpose dengan baik bersama batu malin.
Vina kemudian duduk dan mencoba menyentuh bagian tubuh batu malin.
"Vin, jangan sentuh pantat nya, pamali,"cegah ku.
"Memang kenapa, ini kan cuman batu, nih aku pegang."
Dasar anak mesum.
Aku semakin penasaran, aku pun kemudian menaiki pagar dan mendekati batu malin.
Aku mencoba menyentuh bagian bahu batu malin.
Saat menyentuh nya, entah mengapa aku merasakan kesedihan dan penderitaan yang amat mendalam.
"Vin, jika memang benar batu ini dahulu nya manusia, jika ia dapat kembali menjadi manusia pasti ia akan sangat bersyukur. Malin kundang yang malang, andai saja dia kembali menjadi manusia,"ucap ku spontan.
"Kamu benar Ndu, aku rasa ia sangat ingin kembali menjadi manusia."
"Udah selesai penasaran nya, ayo kita pulang"
Vina mengangguk, kami berjalan menjauh, dan lagi-lagi menaiki pagar pembatas.
dan ketika kami di atas pagar aku mendengar suara aneh yang membuat ku berhenti.
Aku menatap Vina dan Vina pun juga mendengar hal yang sama.
Aku mulai merinding, suara apa yang seakan-akan berbisik ke telinga ku.
Aku merasa suara itu berasal dari arah belakang, arah batu malin kundang berada.
Aku memberanikan diri menoleh dan...
"Ndu...kemana batu malin kundang,"teriak vina.
Sumpah aku syok, batu malin kundang tiba-tiba hilang. Ada apa dengan suasana ini, ini suasana mistis yang belum pernah aku rasakan.
Aku menatap Vina, "sekarang apa??" tanya vina mulai panik.
"Laaariiii...." teriak ku.
Kami lari sekencang- kencangnya namun kami terhenti oleh sesosok laki-laki yang menghadang jalan kami.
"Siapa, siapa kamu," teriak Vina ketakutan.
Aku menjelit, sumpah aku benar-benar takut, tidak pernah aku merasakan rasa takut sebesar ini sebelum nya.
Laki-laki itu berjalan mendekat dan seketika barulah nampak wujud nya yang sebenar nya.
"Kamu manusia?" teriak ku kesal.
Laki-laki itu tersenyum kepada ku, "oo jangan-jangan kamu yang mencuri batu malin kundang."
Vina mengarah kan cahaya ke arah puda itu. Pemuda itu mengenakan pakaian aneh, pakaian nya seperti pakaian traditional melayu namun sudah sedikit lusuh.
Ia tersenyum kepada ku, "bukan aku yang mencuri nya."
"Lalu kenapa batu itu tiba-tiba hilang, oh aku tahu kamu berniat membunuh kami karena kami sudah tahu tentang perbuatan mu." tuduh Vina.
"kalian salah sangka, aku tak berniat jahat pada kalian."
pemuda itu berjalan berlahan mendekati ku, melihat nya aku ingin lari namun kaki ku tak mampu untuk melangkah, lutut ku gemeter, aku terlalu takut.
Vina mencoba menghentikan dia namun tiba-tiba saja tubuh Vina kaku dan tak bisa bergerak.
"Berhenti, apa yang akan kau lalukan, berhenti, "teriak Vina penuh amarah.
Aku pasrah jika harus mati di tangan laki-laki ini.
Namun ternyata aku salah. Ia bukan ingin membunuh ku, namun ia berlutut dan bersimpuh kepada ku.
"Terimakasih putri sudah menghilangkan kutukan ku," kata nya sambil bersimpuh di kaki ku
Aku tidak mengerti dengan apa yang aku alami. Kenapa laki-laki ini bersimpuh kepadaku.
"apa maksud semua ini?"
"Aku Malin Kundang, aku sudah ratusan tahun menjadi batu dan Putri telah membebaskan kutukan ku dengan kekuatan Putri, untuk itu aku berterimakasih kepada putri."