Chereads / CAROLINE / Chapter 10 - Chapter 10

Chapter 10 - Chapter 10

Alex dan Jake menungguku di bawah, sementara aku mengambil tas di kamarku. Berada satu mobil bersama Alex dan Jake adalah hal terakhir yang kuinginkan, tapi karena hari ini adalah hari terakhir Alex di rumah aku tidak bisa menolaknya.

"Jadi kau akan pergi dengan siapa?" tanya Alex sambil menyalakan mesin mobilnya. Aku duduk di sebelah Alex, sedangkan Jake duduk di belakang.

"Apa?" tanyaku bingung.

"Prom." Tambahnya.

"Aku belum tahu." Jawabku sambil mengangkat bahu tidak peduli.

"Kenapa kau tidak mengajak Alex?" tanya Jake tiba-tiba dari belakang.

"Karena, Jake... Alex sudah terlalu tua." sahutku sambil memutar kedua bola mataku karena pertanyaan bodoh Jake.

"Hey, aku hanya 6 tahun lebih tua darimu!" Alex memasang wajah cemberutnya kepadaku.

"Tapi kau bukan anak SMA lagi, Alex." Aku tertawa bersama Jake. Alex mengulurkan tangannya untuk menarik rambutku. Aku memasang wajah kesal ke arahnya lalu mataku melirik Jake, ia sedang sibung mengetik sesuatu di handphonenya. Rambutnya yang hitam dipotong pendek, Jake memiliki mata berwarna coklat muda. Dan tentu saja seperti ras werewolf lainnya, ia tampan.

"Jake?" tanyaku.

"Yeah?" ia mendongak menatapku.

"Jadi... kau werewolf juga?" tanyaku dengan nada suara yang kupaksakan santai. Alex hanya melirik sekilas mendengar pertanyaanku.

"Yeah..." balas Jake sambil tertawa.

"Jadi kau bisa berubah menjadi... anjing juga?" Keningku berkerut, dengan wajah berpura-pura penasaran aku memandangnya dari pantulan kaca spion tengah. Alex terbatuk di sebelahku karena menahan tawa. Jake membalas pandanganku dengan ekspresi tidak percaya.

"Cara, aku bukan anjing. Tapi serigala." jawabnya, aku mendengar Alex tertawa kecil di sebelahku.

"Anjing dan serigala sama saja."

"Hey! Serigala berbeda! kami lebih... keren." Jake menunjukkan wajah sakit hatinya membuatku tertawa. Alex benar, Jake sangat sensitif jika menyangkut topik ini.  "Dan aku adalah Beta di pack." Tambahnya.

"Beta? Alpha-Beta?" sekarang aku menengok ke arahnya dengan tertarik.

"Yeah, Beta adalah kedudukan tertinggi kedua setelah Alpha. Dan kau, Cara, adalah Luna." Jake menunjukku dengan jari telunjuknya. Aku memandangnya dengan terkejut. Aku juga punya gelar?

"Hey, Jake!" Alex menegurnya.

"Kau belum menjelaskan padanya? Sorry, Lex."

Aku memandang mereka berdua bergantian, menunggu jawaban. "Apa maksudnya?"

"Luna adalah... mate Alpha. Kedudukan Luna di pack sejajar dengan Alpha. Aku akan menjelaskannya nanti, sekarang kau harus sekolah." Jawab Alex padaku, aku tidak menyadari mobil Alex yang sudah berhenti di parkiran sekolahku. Walaupun aku masih ingin bertanya tapi sepertinya Alex belum ingin menjelaskan semuanya padaku.

"Kau akan menjemputku nanti?" tanyaku sambil keluar dari mobilnya.

"Yeah." Jawab Alex sambil menelengkan kepalanya membuat sedikit rambutnya jatuh menutupi keningnya.

"Okay, Bye Lexie! Bye Jakie!" kataku sambil tersenyum lebar.

"Bye, baby." Jawab Alex sambil mengedipkan sebelah matanya, senyum lebarku langsung berganti dengan mulutku yang menganga. Aku menutup pintu mobil Alex dengan sedikit membantingnya lalu berbalik menuju sekolah, samar-samar kudengar suara tawa Jake dari dalam mobil. Sialan.

Jen menyeretku setelah aku menaruh tasku di loker. "Cara, kau harus menemaniku mencari sepatu! Hari ini."

"Hari ini? Aku tidak bisa, Alex akan menjemputku hari ini. Berbicara tentang Prom... Kurasa aku merubah pikiranku." kataku sambil melihat ekspresi wajah Jen yang berubah menjadi senyuman lebar, ia bahkan melompat seperti anak kecil.

"Kau ikut? Siapa yang membujukmu?" tanyanya dengan nada hampir histeris.

"Mum. Ia yang akan mengurus gaunku dan keperluan lainnya." Jawabku sebelum Jen sempat mengajakku untuk berburu gaun, lagi.

"Semua sudah disiapkan?" Wajahnya terlihat sedikit kecewa, "Kau sudah punya partner Prom?" tanyanya lagi. Aku menggeleng lemah, tahu apa yang akan dikatakan oleh Jen selanjutnya.

"Serahkan padaku." sahutnya sambil tersenyum lebar lagi membuatku mengerang saat mendengarnya.

"Kau akan terlihat konyol kalau pergi ke Prom sendirian, Cara… dan menyedihkan. Lagipula aku sudah tahu siapa yang akan dengan senang hati mengajakmu."

***

Kami menghabiskan waktu makan siang dengan mengobrol di halaman sekolah. Halaman belakang sekolah kami yang sangat luas bersinggungan langsung dengan hutan Black Hill. Kota ini sangat populer bagi para pecinta alam karena dikelilingi beberapa hutan kecil dan satu hutan besar yang sering digunakan untuk hiking atau camping. Anak-anak bermasalah di sekolahku bahkan sering masuk ke dalam hutan itu untuk merokok, teler, atau sekedar membolos.

Kami memilih duduk di meja piknik yang berada di dekat pohon pinus besar, sinar matahari yang cerah menyinari hutan Black Hill dan memberikan pemandangan yang indah dari tempat kami duduk.

"Jadi, bagaimana Alex?" Tanya Jen sambil menguncir rambut keemasannya dengan asal-asalan.

"Apa?"

"Alex? Kakakmu yang super... tampan, Cara." sahutnya dengan tidak sabar.

"Well, ia pindah ke apartemennya yang baru hari ini." Jawabku.

"Alex pindah lagi ke kota ini?" Jen terlihat mulai tertarik.

"Ia sudah menyelesaikan magangnya. Kau sudah mempersiapkan semuanya untuk Prom?" Tanyaku untuk mengalihkan perhatiannya dari Alex.

"Aku belum menemukan sepatu yang pas!" Suara Jen meninggi karena sebal, "Kurasa aku akan mengajak Dane kalau kau tidak bisa menemaniku."

"Sorry, Jen." kataku dengan tulus, sebenarnya aku lebih merasa kasihan pada Dane yang akan terjebak dengan Jen dan obsesinya menemukan sepatu yang sempurna.

"No problem, Cara-baby." Balasnya sambil menyengir. Pandangan kami tertuju pada beberapa anak yang sedang bermain bola di ujung lapangan, beberapa saat kemudian aku menyadari Dane adalah salah satunya. Aku menoleh ke arah Jen untuk memberitahunya tapi rupanya ia sedang menatap ke arah Dane juga, kedua matanya abu-abunya terpaku pada pacarnya yang tertawa saat bola mengenai kepalanya. Sebuah senyuman lembut muncul di wajah Jen, sedangkan beberapa helai rambut keemasan yang menjuntai tersapu angin di sekitar wajahnya.

Jen benar-benar sedang jatuh cinta, pikirku sambil tersenyum sendiri lalu kembali menonton. Seakan-akan sadar sedang ditonton, Dane menoleh ke arah kami lalu melambai dengan senyuman lebar. Ia berbicara pada teman di sebelahnya sejenak lalu mulai berjalan ke arah kami. Dalam setiap langkahnya senyuman di wajahnya menjadi semakin lebar juga.

"Hai, babe." sapanya sambil tertawa kecil lalu mencium kepala Jen. Dane satu tahun lebih muda dari kami. Aku tidak tahu bagaimana cerita yang sebenarnya, tapi sebelum mereka berpacaran Jenna dan Dane adalah musuh bebuyutan. Walaupun bertetangga sejak kecil mereka selalu bertengkar setiap saat, hingga tahun lalu saat Jen putus dari mantan terakhirnya.

Jen tidak pernah menceritakan yang sebenarnya padaku, dan aku tidak ingin memaksanya hanya untuk meredakan rasa penasaranku. Pasti ada sesuatu yang terjadi di antara mereka, karena setelah Jen putus ia menangis semalaman di kamarku. Saat aku bertanya apa ia menangis karena mantan pacarnya Jen hanya menggeleng dan menyebutkan nama Dane. Lalu beberapa hari kemudian mereka resmi pacaran. Bahkan Eric yang biasanya memiliki insting yang tepat tidak dapat menyembunyikan rasa terkejutnya saat tahu.

"Hai, Cara." Setelah 5 menit penuh Dane baru menyapaku, seolah dia baru sadar aku duduk di meja yang sama pacarnya. Kulemparkan senyumku padanya lalu melambai sekilas.

"Ah! Kudengar Alex akan kembali tinggal di kota ini?" tanyanya sambil duduk di sebelah Jen dan merangkulnya. Tidak seperti pacar Jen yang sebelumnya, Dane terlihat sangat… intens. Selama satu tahun berpacaran aku tidak pernah tidak melihat mereka bersentuhan saat bertemu. Dane selalu melingkarkan tangannya ke bahu Jen, menggenggam tangannya, atau mencium puncak kepalanya. Dan Jen juga sama intensnya. Rasanya aneh mengingat mereka berdua pernah bermusuhan sebelumnya. Mungkin memang benar, garis yang memisahkan rasa benci dan cinta itu sangat tipis.

Aku mengangguk pada Dane, "Masa magangnya sudah selesai."

"Yah, memang sudah waktunya Alex kembali." gumam Dane yang membuat keningku berkerut. "Sudah waktunya?" ulangku padanya.

"Errr, maksudku…"

"Maksudnya sudah waktunya Alex mengambil alih bisnis properti ayahmu, Cara." sela Jen sambil tersenyum.

"Oh… kau benar, memang itu rencananya." balasku pada keduanya. Dari sudut mataku aku melihat seseorang berjalan ke arah kami, Eric dan dibelakangnya ada Julian—partner Promnya.

"Ohhh… apa akhirnya Eric akan mengenalkan pacar barunya pada kita?" bisik Jen yang dibalas dengan tawa kecil Dane. Tapi harapan kami buyar begitu saja saat keduanya berhenti tiba-tiba, Eric terlihat berbicara sebelum Julian mengangguk lalu berjalan menjauh. Jen mengerang kecewa saat melihat Eric berjalan sendiri ke meja kami, membuatku tertawa kecil.

"Ada apa?" tanya Eric dengan kesal pada Jen sebelum mengambil tempat di sebelahku.

"Jadi kapan kau akan mengenalkan Julian, Eric?" balas Jen dengan suara merajuk.

"Mengenalkannya padamu? Ha! Tidak akan."