Bel panjang telah berbunyi. Itu tandanya pelajaran terakhir telah usai dan sekarang waktunya anak - anak kelas 1C pulang ke rumah. Vina yang saat itu sedang berada di dalam ruang guru karena tidak memiliki jam mengajar bergegas bangkit dari tempat duduknya. Meninggalkan setumpuk lembar kerja siswa yang harus segera diperiksa olehnya. Dengan sedikit tergesa wanita itu melangkah meninggalkan ruang guru menuju ruang kelas 1C yang berada di lantai satu. Ia harus segera tiba di kelas 1C sebelum anak - anak bubar dan kembali ke rumah masing - masing.
Ibu guru cantik itu menghela nafas lega begitu manik hitam miliknya menangkap sosok yang sedari tadi ingin segera ia temui. Di salah satu sudut ruang kelas yang terdapat sebuah rak kecil berisi kumpulan buku - buku berdiri seorang anak laki - laki. Ia begitu asik memandangi tempelan - tempelan yang ada di dinding sudut ruangan yang dijadikan pojok baca itu. Sesekali dia terlihat mengambil buku lalu dengan lincah tangannya membolak balik lembar demi lembar buku tersebut. Entah apa yang ia cari sebenarnya sehingga terlihat begitu serius menekuri buku yang entah apa judulnya tersebut. Riuh anak - anak yang sedang bermain polisi maling pun sama sekali tidak mengusiknya. Seakan - akan ia berada di dunia yang berbeda dengan teman - temannya itu.
"Permisi." Sebelum masuk ke dalam kelas Vina terlebih dahulu mengetuk pintu kelas. Ia tersenyum ramah menyapa seorang guru dan bebarapa siswa yang masih ada di ruangan itu. Perlahan langkahkan tapi pasti kaki jenjangnya melangkah menuju meja guru yang terletak di sudut kanan ruang kelas.
''Miss Vina!!!''
Seruan itu berasal dari seorang siswa bertubuh tambun yang langsung membalikkan badannya begitu mendengar suara yang begitu familiar di telinganya. Dengan riang bocah laki - laki itu berlari menghampiri ibu guru favoritnya itu. Meninggalkan buku yang ia biarkan tergeletak begitu saja di dalam rak buku tanpa disusun kembali ke tempat semula.
"Hei Boy, gak usah lari!" Vina menatap khawatir bocah itu. Tubuhnya yang besar itu terlihat kesusahan saat berlari melewati lorong - lorong meja yang sempit. Bahkan sesekali tubuh bocah itu tak sengaja menyenggol pinggiran meja. Dan itu terlihat mengerikan di mata Vina. Takut kalau - kalau anak itu terluka karena tidak berhati - hati.
"Segirang itu Randy ketemu Miss Vina? Kayak gak ketemu setahun aja. Padahal tadi kan juga ketemu." Wanita yang tadi begitu asik dengan lembar - lembar kerja siswa itu berdiri. Menatap Randy dan Vina dengan tidak suka.
"Biasa aja kali Randy, gak usah sampai lari - larian segala! Kayak ketemu siapa aja." seru wanita yang bernama Tari itu dengan mata mendelik saat Randy melewati meja guru untuk menghampiri Vina.
"Namanya juga anak - anak Miss." Vina tersenyum kecil yang dibalas dengan tatapan tidak suka oleh wanita tersebut. Bukannya ingin membenarkan apa yang dilakukan oleh Randy, hanya saja menegur juga tidak perlu sampai biji mata nyaris keluar seperti itu. Belum lagi lengkingan suaranya saat menegur Randy tadi menurut Vina sedikit berlebihan karena bukan hanya Randy yang menciut takut tapi juga beberapa anak yang masih asyik bermain di dalam kelas sambil menunggu dijemput.
Lagi pula berdasarkan pengamatan Vina selama ini, Randy bukan tipikal anak yang susah diberi tahu karena ia termasuk anak yang peka. Cukup dinasehati dengan lembut anak itu sudah langsung menurut.
"Jangan terlalu lembek sama anak - anak Miss!" seru wanita itu sebelum akhirnya kembali duduk dan menekuni pekerjaannya mengoreksi tugas - tugas siswa. Ditegur seperti itu oleh rekan kerjanya Vina hanya tersenyum simpul tanpa berniat menjawabnya. Dijawab juga percuma kan? Toh belum tentu wanita itu sependapat dengan apa yang ada di pikiran Vina.
"Hey Boy, ngapain berdiri di situ?" Vina mengernyitkan dahinya. Menatap heran Randy yang terpaku di tempat. Sepertinya ia begitu syok dengan teguran keras yang diberikan oleh Miss Tari kepadanya.
"Sini sama Miss!"
Meski takut - takut, Randy mulai menghampiri Vina sembari sesekali melirik Miss Tari yang sepertinya sudah tidak memperdulikan bocah itu. Hal itu terbukti karena tak sekalipun wanita itu mengalihkan pandangannya dari kertas yang merupakan lembar kerja siswa tersebut.
"Miss..."
Randy tersenyum lebar. Mengahamburkan tubuhnya memeluk tubuh ibu guru kesayangannya itu. Rasanya ia begitu senang bisa bertemu kembali dengan Vina sebelum ia dijemput. Entah kenapa ia merasa ingin selalu berada di dekat wanita itu. Mungkin karena bersama wanita itulah ia bisa merasakan apa yang selama ini begitu ingin ia rasakan. Apalagi kalau bukan disayangi oleh seorang ibu. Ya, meskipun bukan ibu kandungnya tapi bagi Randy, Miss Vina sudah cukup. Perhatian dan kasih sayang yang diberikannya sudah seperti seorang ibu kandung. Oleh karena itu wanita itu lebih dari seorang guru bagi seorang Randy.
"Pelan - pelan, Sayang! Miss Vina bisa ambruk kalau begini." Vina terkikik geli sambil menstabilkan tubuhnya yang sempat terguncang saat Randy menubruk tubuhnya. Andai ia tidak sigap bisa dipastikan Vina jatuh saat itu juga. Hal itu wajar terjadi mengingat bobot tubuh Randy yang melebihi kapasitas anak seusia enam tahun. Mungkin bobot tubuh Randy dan Vina hanya selisih beberapa kilogram saja.
"Lebay."
Meski tak mengatakannya secara langsung kepada Randy ataupun Vina tapi entah mengapa Vina begitu yakin kata tersebut tertuju kepada keduanya. Entah apa gerangan yang salah dengan hari ini sehingga Vina merasa bahwa Miss Tari sedikit berbeda. Ia begitu terlihat tidak menyukai kedekatannya dengan Randy. Padahal selama ini wanita itu terlihat biasa - biasa saja.
Sejujurnya Vina ingin sekali membalas wanita itu. Membalas setiap perkataan wanita itu dengan kalimat yang tak kalah pedas karena Vina cukup ahli melakukan itu. Setiap hari diperlakukan seperti oleh ayahnya membuatnya sedikit banyak belajar. Tak jarang juga ia menggunakan kemampuannya itu dikala terdesak ataupun kala ada orang yang dengan sengaja menyakitinya. Namun, kondisinya saat ini berbeda. Meski ia mampu melakukannya akan tetapi ia harus bisa mengontrol diri. Sebagai seorang guru ia harus menjaga image di hadapan murid - muridnya. Lagian kan gak lucu jika seorang guru yang harusnya digugu dan ditiru justru memberikan contoh yang tidak baik kepada murid - muridnya.
"Kurang sajen kali tuh orang."
Kalimat itu tentu saja hanya bisa ia ucapkan dalam hati karena jika ia mengucapkannya langsung di depan Miss Tari saat ini juga mungkin pertikaian tidak akan bisa dielakkan lagi. Bisa ia pastikan wanita yang sepertinya sedang PMS itu pasti akan membalasnya.
"Lain kali gak usah lari - larian ya Ran! Bahaya! Kalau kamu jatuh Miss Tari sama Miss Vina juga yang disalahin sama..."
"Permisi. Selamat siang."
Baru saja ingin disebut orangnya sudah muncul di depan pintu.
"Papi..."
Vina segera mengurai dekapannya membiarkan Randy menghampiri sang ayah yang saat ini berdiri di depan pintu dengan senyumnya yang begitu lebar. Senyum yang sama sekali tidak ingin dilihat oleh Vina saat ini meski terlihat begitu menawan hati.
"Selamat siang." jawab Vina yang juga diikuti oleh Miss Tari. Namun, dengan nada yang tak sama.
Jika Vina membalasnya dengan malas dan memilih mengalihkan pandangannya ke mana saja agar tak menatap mata ayah dari muridnya itu, Miss Tari justru sebaliknya. Wanita itu terlihat begitu antusias dengan senyum ramahnya yang terlihat begitu manis menghiasi paras cantiknya. Wanita itu bahkan langsung berdiri dan meninggalkan pekerjaannya begitu saja lalu menghampiri pria bernama Dean tersebut.
"Mau jemput Randy ya, Pak?"
"Iya Miss." balas pria itu dengan senyum tak kalah ramah.
Menyaksikan apa yang baru saja dilihatnya membuat Vina mendengus kesal. Sikap sok manis yang ditujukan keduanya membuat Vina muak dan ingin segera meninggalkan tempat itu saat ini juga. Apalagi saat wajah Miss Tari yang langsung berseri - seri dan matanya yang berbinar menatap pria yang terlihat tampan dengan kemeja biru yang membalut tubuhnya. Seakan - akan pria di depannya itu adalah seseorang yang begitu ia idolakan.
Beruntung acara sapa menyapa itu tak berlangsung lama karena setelahnya si pria langsung menghampiri puteranya. Kalau tidak, Vina pastikan jika ia akan melupakan niatnya datang ke kelas ini tadi dan memilih kembali ke ruangan guru.
"Hey Boy, gimana pelajarannya hari ini?"
Dean mengacak rambut sang putera yang baru saja tiba di depannya.
"Papi lihat deh, hari ini Randy dikasih bintang sama Miss Vina lho." Dengan bersemangat anak itu mengambil stiker berbentuk bintang dari dalam saku baju seragamnya lalu menunjukkannya kepada sang ayah.
"Dia dapat nilai seratus saat pelajaran matematika Pak jadi saya kasih bintang sebagai reward." Vina menjawab dengan malas karena pria itu menatapnya seakan menuntut jawaban.
"Wah, anak Papi hebat. Pasti ini karena diajarin Miss Vina kan?" Dengan cepat Randy mengangguk untuk menjawab.
"Iya Pi, tadi Miss Vina ajarin Randy tambah - tambah lho."
"Tambah - tambah?"
"Penjumlahan maksudnya Pak." seru Vina cepat. Melihat dahi pria itu yang berkerut sepertinya ia sedikit bingung dengan materi yang dimaksud sang putra.
"Ooh. Udah bilang makasih belum sama Miss Vina?"
"Udah dong Pi. Udah kan Miss?" Randy menoleh meminta jawaban pada ibu guru kesayangannya itu yang dibalas dengan kedipan mata oleh Vina.
"Eh, di pelajaran saya juga Randy hebat lho Pak." seru Miss Tari terkesan tak mau kalah.
"Oh ya?"
"Iya Pak. Randy udah jelasin kegunaan bold sama underline lho. Padahal saya belum pernah ngasih materi itu sebelumnya."
"Anak pintar. Dia emang suka mainin laptop saya Miss, jadi gak usah heran kenapa bisa Randy hapal." ujar Dean mencoba menjelaskan.
"Maaf Miss Tari, saya bisa ngobrol sama Bapak Dean sebentar? Ada hal penting yang harus saya bicarakan."
Sebelum perbincangan ini melebar kemana - mana, Vina pun menyela. Dapat ia lihat Miss Tari mendengus kecil sementara pria yang bernama Dean itu tersenyum lebar dengan mata yang berbinar senang. Entah apa yang ada di kepala pria itu hingga terlihat begitu senang.
"Randy, rapikan barang - barangnya, Nak! Miss mau bicara sama Papi di luar sebentar."
"Iya Miss." Tanpa banyak kata Randy langsung menghampiri tempat duduknya. Merapikan barang - barangnya sesuai yang diperintahkan kepadanya. Sudah dibilang kan kalau anak itu penurut. Jadi tanpa harus membentak pun ia langsung melakukannya.
"Mari Pak!"
"Sekarang Miss?" pria itu tersenyum jahil. Menatap Vina dengan tatapan menggoda.
Vina menghela nafas kasar. Menatap pria itu tajam. Lalu tanpa kata ia keluar dari kelas. Meninggalkan Dean dan Tari yang saling berpandangan. Seakan saling bertanya apa gerangan masalah yang hendak dibicarakan oleh Vina sehingga tidak bisa dibicarakan di depan orang lain.
***