Letnan Utara terbatuk perlahan untuk meringankan situasi yang canggung ini.
"Biarkan aku yang melakukannya." Letnan Utara mengulurkan tangannya untuk menerima busur dari Senja, yang kemudian dia berikan dengan ekspresi wajah cemberut dan mundur beberapa langkah.
Seorang prajurit lalu memberikan panah dengan api.
Utara kemudian menarik busur tersebut dan menegakkan tubuhnya, siap untuk menembak. "Bagian mana yang menjadi sasaranku?" ada nada menggoda di balik kata- kata Utara.
"Kainnya," Senja menggerutu dengan sebal.
Utara tersenyum simpul sebelum dia melepaskan panahnya.
DARR!
Dengan suara yang keras botol tersebut meledak pada saat kepala panah yang berapi mengenainya. Semua orang dapat melihat bongkahan kayu yang besar telah menjadi pecahan berkeping- keping karena ledakan tersebut dan tanah tempat ledakan terjadi meninggalkan lubang hitam yang cukup dalam.
Semua prajurit disana menunjukkan ekspresi terkejut termasuk dua orang pemimpin mereka. Mereka tidak percaya dengan apa yang mereka lihat.
Sangat jelas bahwa ini adalah kali pertama mereka menyaksikan sesuatu seperti ini. Mereka tidak akan pernah menduga kalau hal sepele di sekitar mereka bisa digunakan sebagai senjata rahasia.
"Ini hanya ledakan kecil, karena aku takut suara dari ledakan ini akan menarik perhatian para musuh," Senja berkata dengan santai.
Letnan Utara menyeringai. "Tidak buruk, ungu!" dia berbalik dan tersenyum pada Senja dengan sangat tampan.
Ungu? Apa itu? Nama panggilan? Senja tidak begitu suka panggilan itu.
"Dengan ini, kita bisa menghemat tenaga. Alih- alih mengirimkan banyak orang, kita hanya harus mengirimkan tiga pemanah untuk menghancurkan balok- balok yang menyumbat aliran air di sungai." Kapten Hua tampak senang.
"Untuk menghindari penyergapan, kita bisa menyebar orang- orang kita dan membuat beberapa ledakan di beberapa area untuk mengalihkan perhatian mereka."
"Ya, sementara mereka teralihkan perhatiannya kita akan menyelinapkan seseorang untuk meminta bantuan."
Mereka berdua berbagi pemikiran dengan suara yang rendah dan ekspressi yang khidmat.
"Semua ketua tim, ikut aku!" Kapten Hua menginstruksikan. Setelahnya, sepuluh orang mengikuti dirinya dengan patuh sementara prajurit- prajurit lainnya mengamati sisa dari balok kayu yang telah hancur sambil berdiskusi kepada sesama mereka.
"Bisakah aku mandi dan mendapatkan makanan?" Senja menguap dengan malas sambil meregangkan otot- ototnya yang kaku.
Letnan Utara tidak langsung menjawabnya, dia malah menatap Senja dengan cukup intens.
Karena Senja tidak mendapatkan jawaban untuk beberapa waktu, dia menaikkan alisnya seolah dia bertanya; "Ada apa?"
"Ikuti aku. Ada beberapa hal yang ingin aku tanyakan padamu." Letnan Utara berkata sambil berjalan melewati Senja.
Sebenarnya, Senja sama sekali tidak suka diperintah seperti ini tapi, dia tidak bisa menolak.
"Kau akan memberikan aku makanan setelah ini, kan?" matanya berbinar penuh harap.
Senja tidak dapat berpikir rasional kalau dia sedang lapar. Tapi, satu hal yang pasti, dia harus selamat dari situasi ini kalau dirinya mau kembali ke era- nya lagi.
***
Di tempat yang terpisah dari keramaian, Letnan Utra berhenti berjalan dan kemudian membalikkan badannya untuk menghadapi Senja. Tiba- tiba dia mempertanyakan pertanyaan yang selama ini telah mengganggunya sejak pertama kali dia melihat Senja.
"Apakah kau benar- benar tidak bisa mengingat apapun?"
Senja menganggukkan kepalanya, rambutnya yang ungu bersinar terang di bawah cahaya matahari.
"Pernah mendengar mengenai Klan Pedang Hitam?"
Senja menggelengkan kepalanya.
"Bagaimana dengan Tetua Dam?"
"Siapa dia?"
"Kau tidak tahu itu?"
Senja menggelengkan kepalanya sekali lagi, sebenernya apa yang ingin dia tanyakan?
"Dia adalah ketua dari Klan Pedang Hitam! Bahkan namanya saja sudah terkenal hingga ke kerajaan lain!" Letnan Utara berkata dengan tidak percaya.
"Dengar. Aku tidak tahu Tetua Dam atau pun… Klan Hitam apapun itu atau kerajaan yang tengah kamu katakan sekarang! Aku bahkan tidak tahu dimana diriku kini!" Senja bersikeras dengan ceritanya yang mengatakan kalau dirinya terkena amnesia.
Biar bagaimanapun semua yang dia katakan saat ini adalah benar, bahwa dia tidak tahu apapun mengenai dunia ini.
Letnan Utara melihat langsung ke dalam mata Senja, masih tidak percaya. "Apa kau yakin?"