"Dimana kita sekarang?" Sonja mencoba untuk bertanya pada prajurit- prajurit yang mendampinginya, tapi sayangnya tidak ada satupun yang memberikan jawaban. Sonja akhirnya menyerah setelah mencoba beberapa kali.
Prajurit yang tadi memberikan perintah berjalan tepat di depan Sonja, jadi dia bisa membuat evaluasi singkat mengenai dia.
Sepertinya, prajurit itu adalah orang yang bertanggung jawab di dalam kelompok prajurit- prajurit muda yang berada disekitar sini, karena dia mengenakan baju zirah yang lebih rumit daripada yang lainnya.
Semakin bagus baju zirah tersebut, maka semakin tinggi rank mereka. Paling tidak, itulah detail yang sedikit Sonja pelajari karena dia sangat menikmati menonton sebuah film dengan zaman kuno sebagai background nya.
Setelah lima menit berjalan dalam diam, mereka akhirnya mencapai sebuah tenda berwarna biru. Kepala kelompok tersebut berhenti di depan pintu dan memberikan sinyal pada yang lainnya untuk berhenti juga sementara dirinya berjalan masuk ke dalam tenda.
Dan tidak membutuhkan waktu yang lama baginya untuk kembali dan memberikan arahan pada prajurit lain untuk membawa Sonja masuk kedalam.
Satu orang prajurit mendorong pundak Sonja untuk membuatnya berjalan kedepan. Sonja sebenarnya ingin protes tapi, keberaniannya hilang ketika dia melihat pedang prajurit tersebut.
Ugh! Sangat tidak perlu untuk menodongkan pedangmu bukan?
Di dalam tenda, ada dua orang yang tengah berdiri, menghadapi sebuah meja besar bulat, sepertinya mereka ada rapat darurat.
Dalam sekali lihat saja, Sonja tahu yang mana yang Kapten Hua. Dia adalah yang tengah mengenakan baju zirah berwarna hitam mengilap. Baju zirah yang lebih rumit daripada orang satunya lagi. Jadi, Sonja pikir, kapten Hua adalah pemegang rank tertinggi di barak ini.
Badannya terbentuk seperti selayaknya seorang tentara. Tinggi dan kokoh, bahkan dengan tinggi yang Sonja miliki, di hanya mencapai pundaknya saja.
"Kapten, Hua. Kami telah menemukan gadis ini di dalam sebuah barrel di dekat gudang senjata."
Kapten Hua mengerutkan keningnya dan melangkah maju untuk memeriksa Sonja sebelum dia mengajukan sebuah pertanyaan.
"Siapa kamu?" Dia menilai Sonja dan menatapnya dengan sangat tegas. "Apa yang terjadi dengan rambutnya?"
Kepala prajurit menggelengkan kepalanya, "Kami tidak tahu. Rambut gadis ini sudah seperti ini ketika kami menemukan dia. Dan dia tidak mengenakan apapun."
Ada sebuah rasa malu ketika kepala prajurit itu mengatakan bagian akhir kata- katanya.
"Aku mengenakan baju!" Sonja membantah. Dimana dia harus meletakkan wajahnya kalau dia mengatakan hal seperti itu? Bagaimana mungkin dia mengatakan kalau Sonja tidak mengenakan apapun?
"Siapa kamu?" Kapten Hua mengajukan pertanyaan yang sama. Matanya tidak pernah meninggalkan rambut Sonja karena warnanya yang sangat terang dan menyakitkan mata.
"Sonja."
"Dan kamu adalah…?"
"…" apa yang harus kukatakan padanya? Penjelajah waktu?
"Jawab aku!" Kapten Hua menaikkan nada suaranya dengan penuh otoritas.
Saat yang bersamaan juga, ada seseorang yang menendang belakang kaki Sonja, sehingga memaksa gadis itu untuk berlutut.
Tidak ada seorangpun yang pernah tidak menghormati Sonja sebelumnya, jadi dia melotot dengan marah pada prajurit di belakangnya.
"Sialan! Kamu mau mati!?" Sonja berteriak dengan sangat keras tanpa berpikir akan konsekuensinya.
Kapten Hua mencabut pedangnya dengan sangat cepat dan membuat Sonja tidak bisa menghindari hal tersebut tepat waktu dan sebelum dia menyadari apa yang telah terjadi, ujung tajam pedang tersebut telah menyentuh lehernya.
Darah jatuh ke tanah dari luka kecil sayatan tersebut.
Sonja langsung menutup mulutnya.
Rasa ingin membunuh dari Kapten Hua merasuki alam bawah sadarnya dan membuat Sonja gemetar dengan tidak sadar.
Sonja ingin menyingkirkan pedang tersebut dari lehernya dan protes kalau hal tersebut telah menyakitinya, tapi dia tidak berani melakukan hal tersebut.
"Katakan padaku siapa kamu atau kalau tidak, aku tidak akan segan- segan untuk memenggal kepalamu sekarang juga." Kapten Hua menekankan setiap kata- katanya dan memberikan aura yang menakutkan.