Chapter 12 - BUKAN ORANG YANG SIMPLE

Senja diam tidak bergerak, dia kehilangan suaranya karena terlalu takut. Senja takut pada pria di hadapannya yang terlihat seperti dia dapat membunuh Senja kapan saja.

Sebuah air mata bergulir dari matanya, mengalir di pipinya yang pucat dan dia mulai terisak tanpa suara.

"… aku tidak tahu… aku tidak tahu kenapa aku ada disini…" Senja mencoba untuk menjelaskan diantara isakannya.

Kapten Hua memicingkan matanya tapi tidak menarik kembali pedangnya.

"Apakah kamu orang Zodasian?"

Senja terlihat kebingungan dan bertanya kembali dengan suara yang rendah. "… itu apa?"

"Jangan pura- pura bodoh! Aku tidak punya waktu untuk itu!" Kapten Hua menekan pedangnya dan membuat darah kembali mengalir dari leher Senja.

"Sungguh. Aku tidak tahu apa yang kamu sedang katakan. Aku tidak tahu kenapa aku ada disini. Aku tidak tahu bagaimana aku bisa ada disini. Aku bersumpah!" Senja berbicara dengan cepat.

"Bagaimana kamu menemukan dia?"

"Kami tidak menemukan dia Kapten. Gadis ini menunjukkan dirinya sendiri pada kami, dia tadi berada di dalam sebuah barrel."

Sang Kapten seperti masih tidak percaya kalau Senja keluar sendiri dari dalam barrel. Kalau gadis muda ini adalah mata- mata, maka apa yang dia telah lakukan adalah kesalahan yang sangat bodoh, tapi kalau dia bukan seseorang yang dikirim dari kerajaan Zodasian, lalu siapa sebenarnya dia?

Bagaimana mungkin dia berada di dalam bentengnya? Bagaimana mungkin dia bisa berada disini sementara situasi yang mereka hadapi tidak memungkinkan seseorang untuk masuk dan keluar dengan mudah?

Pada kenyataannya, mereka sedang berada dalam situasi yang sangat berbahaya.

Karena benteng ini terletak di hutan timur dari kerajaan Azura, prajurit- prajurit dari Zodasian memblokir semua akses dari hutan ini.

Mereka tidak bisa untuk menghubungi dan meminta bantuan dari benteng utama.

Namun, kalau mereka menyerang dengan sembrono, tanpa mengetahui posisi lawan mereka dan berapa banyak kekuatan yang mereka miliki, maka hasilnya benar- benar akan di luar dugaan.

Kapten Hua tidak bisa membiarkan benteng ini diduduki oleh mereka. Oleh karena itu, dia telah memikirkan jalan keluar dari semua ini sejak enam hari lalu, sejak pertama kali mereka menyerang prajurit- prajurit jaga bagian depan.

Namun, sepertinya lawan mereka pun tidak mau bertindak sembrono juga. Mereka hanya mengulur waktu tanpa ada niat untuk menyerang lebih dulu lagi.

Tapi, kalau situasi seperti ini berlangsung dalam kurun waktu yang sangat lama, maka masalah lainnya akan muncul.

Sebagai dampak di isolasi dari luar, mereka tidak bisa memenuhi kebutuhan ransum mereka. Cepat atau lambat, masalah ini akan menjadi masalah utama.

"Lapor pada Kapten Hua." Pada saat itu, seorang prajurit berlari kedalam tenda dengan ekspressi panik. Dia terlihat seperti telah berlari untuk waktu yang sangat lama.

Akhirnya, Kapten Hua menarik kembali pedangnya dari leher Senja dan dia baru bisa bernafas dengan lega.

"Ada apa?"

Prajurit itu menarik nafas dalam sebelum memberikan laporannya.

"Melaporkan pada Kapten Hua, musuh telah memotong persediaan air kita. Mereka telah meletakkan pohon- pohon tumbang di atas aliran sungai untuk menghambatnya."

"Apa?!" Kapten Hua sangat marah dan segera berlari keluar tanpa memperhatikan Senja lagi.

Kepala prajurit juga langsung berlari keluar dari tenda. Tetapi, empat prajurit yang tadi menjaga Senja menuju tenda ini dan satu orang yang dari tadi tidak bebicara sama sekali sejak Senja berada di tenda, masih berada disana.

Pria itu hanya duduk dalam diam, mempelajari kejadian yang terjadi tepat di depan matanya.

Pria pendiam itu tidak mengenakan baju zirah atau memegang sebuah pedang, dia hanya mengenakan baju berwarna cokelat, tapi aura yang mengelilinginya memeberikan Senja firasat kalau dia bukanlah orang yang sesederhana seperti penampilannya.