Andrew semakin kesal dengan perbuatan Ayahnya. Pagi hari setelah mengantar Clarissa ke kantor, Andrew mendatangi kantor Ferdinand. Dari lobby depan, Andrew langsung naik ke ruangan Ayahnya. Dilihatnya meja sekretaris sedang kosong. Tak ingin membuang waktu, tanpa permisi Andrew langsung memasuki ruangan Ferdinand. Dan apa yang dilihatnya, membuatnya ingin memukuli lelaki didepannya. Andai saja dia bukan seorang yang dipanggil 'Ayah' olehnya, dia sudah pasti akan menghabisinya saat itu juga.
"Ayah!" teriak Andrew ketika melihat Ferdinand sedang bercumbu dengan sekretarisnya.
Ferdinand terlihat terkejut dengan kedatangan anaknya. Dia pun melepaskan Nancy dari pangkuan. Sedangkan Nancy yang juga terkejut, langsung mengancingkan kemejanya yang tadi sempat terbuka. Tak ingin terlibat dalam kekacauan ayah dan anak, Nancy memilih keluar dari ruangan itu.
"Kenapa tak mengatakan kalau akan kesini?" tanya Ferdinand dengan ekspresi tidak enak.
"Agar Ayah bisa mempersiapkan diri dan tidak kepergok sedang mesum di kantor," jawab Andrew sedikit sarkasme.
"Sudahlah, jangan mencampuri urusanku," ucap Ferdinand dengan dingin.
"Apa Ayah bilang? Urusan Ibu adalah urusanku. Kenapa Ayah jadi seperti ini?" Andrew semakin geram terhadap Ferdinand.
"Kenapa? Tanya kepada dirimu sendiri." Ferdinand lalu terdiam dalam pandangan kosong.
Andrew tak dapat menahan emosinya. Tapi tak mungkin jika dia harus memukul Ayahnya. Akhirnya dalam kekesalan, Andrew menghantam meja kaca di hadapannya dengan tangannya. Darah mengalir dari sudut yang terkena pecahan kaca.
"Apa kamu sudah gila?" teriak Ferdinand pada anaknya.
"Aku memang gila. Memikirkan Ayah yang melakukan hal-hal menjijikkan membuatku gila." Andrew semakin berteriak tidak jelas.
"Semua ini gara-gara Clarissa," ucap Ferdinand dengan tatapan menyakitkan.
"Clarissa tidak bersalah apa-apa!" Andrew semakin besar amarahnya.
"Kalau saja Clarissa tidak menikah denganmu, aku tak akan segila ini. Clarissa membuatku tergila-gila kepadanya. Sekarang aku hanya butuh pelampiasan atas hasrat ku pada Clarissa. Semua ini salahmu, kau membuat Clarissa meninggalkan ku," ucap Ferdinand terdengar sangat menyedihkan.
"Apa maksud Ayah, akan menjadikan Clarissa simpanan selamanya?" tanya Andrew dengan emosi di puncak kepalanya.
"Setelah pulang dari Australia, aku berniat menjadikannya istri kedua. Dan kamu merusak semuanya," jawab Ferdinand.
"Lupakan Clarissa. Dia sekarang istriku." Andrew mengatakannya dengan sangat tegas.
"Aku tak mungkin bisa melupakannya, tubuh Clarissa seperti candu bagiku. Membuatku ingin terus dan terus menikmatinya," ucap Ferdinand.
Tak tahan dengan ucapan Ferdinand, Andrew meninggalkan ruangan Ayahnya sambil membanting pintu sangat keras. Ferdinand juga sangat frustasi dengan keadaannya sendiri. Dia hanya melampiaskan hasrat untuk Clarissa yang tertahan, kepada wanita-wanita yang mirip dengan Clarissa.
Andrew mengendarai mobil untuk kembali ke kantornya. Saat memasuki ruangan, Clarissa yang melihat kedatangannya segera menyusul masuk ruangan. Clarissa melihat tangan Suaminya terluka. Dia mengambil kotak P3K, dan membersihkan luka di tangan Andrew.
"Apa yang terjadi Mas?" tanya Clarissa dengan wajah yang terlihat sangat khawatir.
"Jangan khawatir Sayang, ini hanya luka kecil," jawab Andrew singkat.
Clarissa yang sedang membalut luka Andrew dengan kasa justru menangis. Bahkan air matanya menetes hingga ke tangan Andrew.
"Sayang, kenapa menangis?" tanya Andrew pada istrinya.
"Aku tahu, Mas Andrew menyembunyikan sesuatu dariku," jawab Clarissa sambil menangis karena melihat suaminya terluka.
Andrew memeluk Clarissa, mencium keningnya kemudian kembali memeluknya erat. Clarissa semakin terisak dengan tangisannya. Dia tak menangis karena luka di tangan Andrew. Namun Clarissa bisa merasakan, kalau Andrew menyimpan semua luka di dalam hatinya. Hanya untuk menjaga hati Clarissa.
"Mas, apa kamu menyesal menikah denganku? Apa kamu menyesal telah mengenalku?" Pertanyaan Clarissa seolah menusuk jantungnya.
"Sayang, jangan berkata seperti itu. Aku tak pernah menyesal telah mencintaimu. Bahkan cintaku semakin dalam, hingga rasanya sesak ketika aku tak bisa melindungi mu. Percayalah, jangan pernah kamu meninggalkanku," ucap Andrew dengan tetesan air mata.
Clarissa merasakan kerinduan yang teramat besar terhadap suaminya, walaupun Andrew selalu bersamanya. Untuk melepaskan kerinduannya, Clarissa memeluk suaminya lalu menciumnya tanpa henti. Andrew yang mengerti hasrat istrinya, menariknya ke sofa panjang di ruangannya. Lalu menarik underwear Clarissa hingga terlepas. Tinggallah Clarissa dengan rok pendek di atas lutut. Di dudukannya Clarissa menghadap wajahnya. Dalam posisi duduk, mereka berdua larut dalam permainan panas yang menggairahkan. Clarissa menahan desahannya, karena tak ingin ada yang mendengar suara percintaan mereka. Hingga tiba di saat penyatuan dua tubuh itu, menggetarkan puncak kenikmatan keduanya. Andrew dan Clarissa mengakhiri permainannya dengan saling berpelukan.
"Sayang, apa kamu selalu tak bisa menahannya?" tanya Andrew yang membuat wajah Clarissa memerah.
"Itu hanya saat bersamamu Mas. Setiap kali aku melihatmu, rasanya aku ingin secepatnya bercumbu denganmu," jawab Clarissa dengan wajah yang malu-malu.
"Aku harap kamu tak bisa menahannya hanya ketika denganku. Jangan pernah ada orang lain." Andrew menatap Clarissa seolah memberi peringatan.
"Ayo kita pulang Mas, bisakah kita melanjutkan di rumah?" tanya Clarissa dengan penuh harap.
"Apa! Apa kamu belum puas denganku?" tanya Andrew.
"Bersamamu aku tak akan pernah puas Mas," jawab Clarissa dengan senyuman menggoda.
Akhirnya Andrew dan Clarissa benar-benar pulang ke apartemennya. Andrew beralasan pada Nindy sekretarisnya, jika ada meeting dengan klien. Nindy pun langsung percaya pada atasannya itu. Sedangkan untuk Clarissa, dia merupakan asisten Andrew. Jadi tidak aneh jika Clarissa mengikuti kemana pun Andrew pergi.
Saat di mobil, berulang kali Clarissa menggoda Andrew.
"Mas, mana tangan kiri mu," ucap Clarissa sambil memegang tangan Andrew.
Andrew memberikan tangan kirinya dan tangan kanannya memegang kemudi. Clarissa memasukan tangan Andrew ke dalam rok pendeknya.
"Apa-apaan Sayang." Andrew yang syok menyentuh daerah sensitif Clarissa tanpa underwear, langsung menginjak rem mobilnya.
Clarissa hanya tersenyum melihat ekspresi kaget Suaminya. Untung saja jalanan sangat sepi, sehingga tidak tertabrak dari belakang.
"Sayang, ini bisa bahaya," ucap Andrew sangat khawatir.
Clarissa tak menjawab, namun wajahnya terlihat kecewa. Andrew yang mulai mengerti dengan keinginan Clarissa, langsung menggendongnya ala bridal style menuju apartemennya.
"Sayang, jangan marah. Aku hanya memastikan keamanan mu," ucap Andrew pada istrinya.
"Aku tidak marah, hanya sedikit kecewa. Tapi aku tahu, itu juga untuk kebaikanku." Clarissa akhirnya tersenyum memeluk suaminya.
Clarissa pun memasuki kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Sedangkan Andrew menyiapkan makan malam untuk mereka berdua. Saat Andrew sedang memasak di dapur, Clarissa keluar dan melihat suaminya sedang sibuk dengan bahan makanan.
"Ada yang bisa aku bantu, Suamiku?" tanya Clarissa sambil memeluknya dari belakang.
"Duduklah, Tuan Putri. Sebentar lagi selesai," jawab Andrew diiringi sebuah senyuman hangat yang begitu tulus.
"Mana bisa aku biarkan suamiku berdiri dan aku hanya duduk saja," ucap Clarissa manja.
Andrew memalingkan wajahnya, dan mengecup bibirnya singkat.
"Sudah selesai, ayo bantu membawanya." Andrew membawa makanan ke meja dan Clarissa mengikuti di belakangnya.
"Terima kasih, Suamiku. Telah menjadi lelaki terhebat dalam hidupku. Aku mencintaimu." Clarissa mencium bibir Andrew. "Ini makanan pembukanya, Sayang," kata Clarissa lagi sambil mengulas senyuman manja yang cukup menggoda.
Andrew hanya bisa tersenyum menatap tingkah menggemaskan istrinya itu.
Happy Reading