William tahu apa yang ia lakukan adalah sangat berbahaya, sekarang ia tidak dapat berhenti mengikuti pergerakan bola mata Rose yang bergerak gelisah.
Masih ada sisa air mata di sudut matanya, sepertinya Rose mengalami mimpi buruk yang sangat buruk. Ya mimpi itu pasti sangat buruk sehingga Rose menyatakan kebencian padanya bahkan dalam mimpi.
Kini William menjadi kesal kembali, awalnya ia hanya ingin menggoda Rose tapi sekarang ia malah menarik diri menjauh.
"Ayo kita makan, aku sudah sangat lapar." Ujar William yang langsung beranjak pergi meninggalkan Rose yang masih terdiam mematung.
Rose sedikit bingung dengan perubahan sikap William yang tiba-tiba tapi sekaligus merasa lega.
....
William terlihat menyeramkan, dia tidak berbicara sepatah katapun dan hanya makan dengan tenang tapi ekspresi William saat ini membuat Rose tidak dapat makan dengan nyaman.
Rose bertanya-tanya dalam hatinya tentang apa yang membuat William kembali bersikap dingin, apa ia menyinggung perasaan William saat menuduhnya tadi?
Rasanya aneh ketika William bersikap dingin padanya karena biasanya William bersikap menyebalkan sekaligus hangat.
"Kamu tidak suka menunya?" Tanya William karena Rose sejak tadi hanya memotong-motong steak diatas piringannya tanpa memakannya.
"Tidak, aku menyukainya." Jawab Rose tanpa menatap William dan memakan sepotong steak tenderloin itu.
Suasana kembali menjadi hening, aneh rasanya berada dalam situasi seperti ini yang menjadikan Rose merasa kikuk dan tidak tahu harus bersikap bagaimana selain hanya makan dengan cepat tanpa memperhatikan William.
"Helikopter atau Yacht?" Tanya William tiba-tiba.
"Apanya?" Tanya Rose balik bertanya karena tidak mengerti dengan apa yang William katakan, ia bahkan nyaris tersedak dan membuatnya meminum habis segelas air putih yang ada di dekatnya.
"Minumlah pelan-pelan, kamu akan tersedak jika minum dengan cara seperti tadi." Ucap William, ia dengan sigap menyeka sisa air di bibir Rose dengan ibu jarinya.
Sentuhan kecil itu membuat Rose tertegun dan kembali menunduk.
"Mengapa tidak mau menatapku? Apa aku menakutkan?" Tanya William, Rose dapat merasakan aura dingin perlahan menyelimutinya.
Tanpa perlu mengangkat wajahnya, Rose dapat merasakan jika William sudah meletakan garpu dan pisau makannya dan saat ini bersandar dikursi sambil menatapnya.
"Bila saja aku bukan William Alexander, apa aku akan tetap menakutkan dimatamu?"
Rose mengangkat wajahnya dan menatap William ketika William menanyakan hal yang membingungkan baginya.
"Jika kamu bukan William Alexander, apa kamu tidak akan melamarku?" Tanya Rose.
"Mungkin saja kisahnya akan berbeda."
Rose semakin tidak memahami percakapan ini sementara William masih menatapnya dengan tatapan yang sama, sangat tajam dan membawa rasa dingin menembus hatinya.
"Apa kamu akan tetap mencintaiku?" Tanya Rose lagi, "Atau kamu akan memperjuangkan cinta yang kamu simpan disudut hatimu yang lain?" Lanjutnya.
William tidak lantas menjawab, ia memperlihatkan kerlingan mata yang menyorotkan kesedihan yang Rose tidak dapat pahami.
"Bagaimana jika aku memilih mencintaimu?"
Nafas Rose tercekat, ia menjatuhkan pisau makan yang di pegangnya karena begitu terkejut dengan jawaban William.
Jawabnya William, apa itu artinya jika ia lebih memilihnya dari pada wanita yang telah lebih dulu menempati hatinya?
"Kenapa?" Tanya Rose.
"Karena aku menemukan kedamaian saat bersamamu." Jawab William dengan tenang.
"Tapi sayangnya, aku adalah William Alexander." Sambung William sebelum beranjak bangun dan melangkah meninggalkan Rose sendirian dengan perasaan gelisah penuh kebingungan.
....
Diam-diam Lucy mendengarkan pembicaraan antara Rose dna William dan merasa tidak senang dengan apa yang William katakan pada Rose.
Pria brengsek, umpatnya dalam hati. Gwen menyerahkan seluruh hati dan hidupnya hanya untuk William dan pria itu dengan mudah mengatakan jika ia ingin mencintai gadis yang baru bersamanya beberapa hari terakhir ini.
Sebagai sepupu Gwen yang diam-diam bekerja untuk William, Lucy merasa sangat tidak senang dengan sikap William untuk pertama kalinya ia merasa tidak setuju jika Gwen menjalin hubungan dengan William.
Persetan dengan pernikahan politik, William terlihat benar-benar tertarik dengan Rose dan jika Gwen mengetahuinya maka kondisi kesehatan Gwen akan semakin memburuk.
"Sepertinya menguping menjadi keahlian barumu?"
Lucy begitu terkejut mendengar suara William dan entah sejak kapan William sudah berada di sebelahnya.
"Maafkan saya." Ucap Lucy menyembunyikan kekesalannya.
"Kamu bekerja untukku atau Jackson? Mengapa kamu begitu sibuk mengurusi kehidupan pribadiku?" Tanya William geram, ia merasa Lucy terlalu ikut campur dengan kehidupan pribadinya padahal dia adalah satu-satunya sekretaris yang melamar secara langsung padanya tanpa melalui Jackson tapi sepertinya Lucy juga orang suruhan Jackson yang di suruh memantaunya.
"Aku peringatkan, jika kamu melewati batasmu lagi maka tidak akan sulit bagiku untuk melenyapkanmu!" Ancam William tanpa belas kasih sedikitpun, tidak perduli jika Lucy sudah bekerja menjadi sekretarisnya selama dua tahun terakhir, sekretaris yang paling lama bekerja bersamanya karena William mengira jika Lucy berbeda dengan sekretarisnya sebelumnya yang selalu berada dibawah kendali Jackson tapi ternyata sama saja.
Lucy hanya dapat menahan air matanya karena rasa takut pada ancaman William, ia bahkan tidak dapat mengatur nafasnya. Bukan tidak mungkin bagi William untuk melakukan apa yang baru saja dikatakannya.
***
Waktu terasa bergerak lambat, Rose tidak tahu sudah berapa lama ia berada didalam pesawat pesawat William bahkan ia sudah tiga klai makan dan tiga kali juga mengganti pakaiannya.
Mengapa begitu lama, Rose merasa sesak berada didalam pesawat yang ia sendiri tidak tahu kemana arah tujuannya sementara William tidak terlihat dari pandangannya setelah percakapan terakhir mereka di meja makan.
William terlihat tidak senang pada saat itu dan itu semua membuat Rose merasa gelisah tidak mengerti mengapa William menjadi dingin tanpa alasan yang jelas.
"Seharusnya ia merasa senang karena telah berhasil mengacaukan hubunganku dengan Rayhan tapi ia bersikap seolah dia yang patah hati disini, dasar pria bodoh!" Ucap Rose, ia membanting tubuhnya diatas tempat tidur sambil memejamkan matanya walaupun ia tidak ingin tertidur.
"Rayhan... Aku merindukanmu." Gumam Rose tanpa Rose ketahui jika William baru saja datang dengan membawa segelas jus jeruk.
"Apa hanya ada Rayhan yang ada di kepalamu?" Tanya William seraya meletakan segelas jus yang dibawanya diatas nakas lalu duduk di tepi tempat tidur sambil bersandar.
Mendengar suara William, Rose segera membuka matanya dan beranjak bangun.
"Mengapa kamu cemburu?" Tanya Rose ketus.
"Cemburu?"
"Benar! Apa namanya kalau bukan cemburu, seharian ini kamu bersikap sangat aneh seperti gunung es yang dingin membuatku setengah mati kebingungan dimana letak kesalahanku padamu!"
William hanya terkekeh pelan mendengar jawaban menggebu-gebu Rose. Sangat lucu ketika Rose kembali menemukan energi untuk memarahinya setelah sebelumnya ia hanya menangis dan mengatakan jika ia membencinya.
"Benar, katakan saja aku cemburu karena calon istriku terus menerus menangisi pria lain." Jawab William, karena mungkin memang itulah alasannya.
"Kami bersama selama lima tahun, kamu tidak akan mengerti bagaimana perasaan kami saat ini yang harus berpisah karena situasi." Jawab Rose dengan raut wajah yang kembali bersedih.
"Aku mengerti, tapi inilah takdirnya." Sahut William, Rose kembali melihat kerlingan itu lagi, kesedihan dibalik mata William.
Kesedihan apa yang William sembunyikan?
....