Chereads / PROMISE (a way to find a love) / Chapter 35 - Pernikahan, Luka dan Kebencian

Chapter 35 - Pernikahan, Luka dan Kebencian

William telah menunggu bersama dengan Jackson, Adam serta Nisa di tengah altar bersama dengan seorang penghulu.

Para kerabat dekat yang menjadi tamu serta saksi pernikahan antara William dan Rose sudah terlihat tidak sabar karena waktu pernikahan terundur beberpa jam karena keterlambatan William dan Rose yang tiba pada sore hari di luar perkiraan.

Tidak lama kemudian Jane berdiri diatas tangga dengan menggandeng Rose dan perlahan menuruni tangga bersama.

Rose tidak tahu perasaan aneh apa yang menghinggapinya, tapi ia merasa jantungnya berdebar kencang. Sangat gugup itulah yang ia rasakan ketika langkahnya semakin dekat menuju altar yang terhias indah bagaikan sebuah gazebo yang berada di tengah surga dengan bunga-bunga yang menghiasi indah.

Gazebo itu terletak di taman belakang melewati ballroom.

Hal yang pertama William sadari adalah kecantikan Rose, kecantikannya mengalahkan keindahan bunga-bunga segar yang menghiasi dekorasi pesta pernikahannya.

"Rose kami sangat cantik." Tendengar suara Nisa memuji. William hanya melirik sebentar lalu kembali menatap Rose yang semakin mendekat kearahnya.

Akhirnya Rose berada tepat di hadapan William, Jane dengan lembut menyerahkan tangan Rose kepada William dan mempersatukan tangan mereka.

"Gandeng lah mempelaimu." Ujar Jane tersenyum menggoda, ia menyadari jika William tidak berkedip menatap Rose saat ini.

Tertegun, itulah kalimat yang tepat untuk menggambarkan William saat ini.

William kemudian menuntun Rose menuju gajebo diatas kolam.

"Kamu cantik tapi sangat tegang, apa karena melihatku begitu tampan malam ini?" Goda William berbisik. Ia tidak menyukai situasi gugup saat ini jadi ia mengalihkannya dengan menghoda Rose dan Rose memakan umpannya dengan cepat.

Rose melirik sinis sambil membalas William "Jangan memutar balikan fakta. Siapa yang terpesona disini? Semua orang dapat melihat dengan jelas jika kamu tidak berhenti menatapku."

"Benar, kamu sangat cantik dan juga provokatif." Bisik William lagi tapi tangannya kali ini bergerak nakal di balik jaring di kepala Rose yang menutupi punggung mulus Rose dan membelainya pelan membuat Rose merasa geli sekaligus menegang seketika.

Deheman Jane membuat William tersadar dan akhirnya mengeluarkan tangannya.

Nisa dan Adam tentu saja senang melihat William yang terlihat sangat mencintai putri mereka sementara Jackson menatap penuh makna.

Ketika penghulu mengulurkan tangannya untuk memulai ijab kabul.

Perasaan William dan Rose kembali membiru.

Rayhan berada didalam pikiran Rose sementara Gwen berada di dalam pikiran William.

Bergerak menghantui serta mengacaukan perasaan mereka yang semula mulai santai kini kembali merasa tegang.

Ketika penghulu mulai memulai ijab kabul, Gwen tiba-tiba menghilang dari pikiran William, rasa bersalah itu juga sirna dan terganti pada fokusnya William mengucap ijab kabul untuk Rose.

Begitu juga dengan Rose, bukan kesedihan tapi rasa haru yang entah mengapa ia merasa terharu mendengar William mengucapkan ijab kabul untuknya.

Dan ketika kata "Sah." Terdengar dan doa di panjatkan baik William dan Rose tidak dapat menahan air mata mereka.

Cincin pernikahan telah tersematkan di jari manis mereka berdua. Sekarang William dan Rose telah resmi menjadi sepasang suami istri.

Sekarang pestapun di mulai, tapi bukan berdampingan mereka berada di tempat yang berbeda. William sibuk dengan kerabatnya sementara Rose duduk melamun diatas pelaminan memikirkan seharusnya hati ini tidak pernah terjadi jika saja ia tidak menolah lamaran Rayhan.

"Tersenyumlah, kamu terlihat seperti wanita yang tidak bahagia di hari pernikahannya." Bisik Nisa pada Rose yang datang menghampiri Rose bersama dengan Adam.

"Aku memang tidak bahagia." Sahut Rose tidak perduli.

Rose merasa kesal, Jane begitu perhatian padanya sementara Nisa, ibu kandungnya sendiri sibuk berkenalan dengan semua kerabat dekat William yang menghadiri pesta pernikahan ini.

Dan setelah pesta berlangsung selama kurang lebih sejam barulah mereka berdua menghampirinya.

Tidak ada tangis haru layaknya orangtua kepada anaknya yang akan menikah, tidak ada kata nasehat, Rose sungguh muak dengan sikap kedua orangtuanya yang masih mementingkan diri mereka dan reputasi mereka.

"Jangan mempermalukan kami, sekarang kalian berdua telah resmi menikah." Tegur Adam menggeram pelan.

"Aku akan membuatnya menceraikanku bagaimanapun caranya." Ucap Rose tanpa sungkan dan segera melangkah meninggalkan kedua orangtuanya yang terlihat sangat kesal dengan ucapan Rose.

William yang sedang mengobrol dengan beberapa kerabatnya melihat Rose keluar dari ballroom menuju taman belakang yang cukup sepi karena semua tamu memilih berada didalam mengingat angin berhembus cukup kencang di luar.

Tanpa berpikir panjang, William kemudian menghampiri Rose dan duduk tepat disebelahnya tapi sebelum itu ia menyempatkan diri membuka jasnya untuk menutupi punggung Rose.

"Tidak ada bintang malam ini. Biasanya bintang terlihat sangat indah dari sini." Ucap William membuka pembicaraan.

"Luka apa?" Tanya Rose mengabaikan ucapan William sebelumnya..

"Luka yang mana? Yang ada di hatimu atau dihatiku?"

"Tentu saja di hatimu. Untuk apa aku menanyakan luka ku pada mu."

William kembali terdiam, ia tidak menjawab sementara Rose menunggu jawaban William.

"Kenapa kamu penasaran dengan luka di hatiku? Kamu ingin menyembuhkannya?" Tanya William seraya mendekatkan wajahnya pada Rose.

Rose menoleh tanpa sungkan, sedikit canggung ketika ia menyadari jarak mereka ternyata snagat dekat hingga Rose dapat merasakan hembusan hangat nafas William menerpa wajahnya.

"Jika bisa, aku tidak ingin menambahkan lukanya." Jawab Rose.

"Kamu mengkhawatirkan ku kedengarannya seperti kamu mulai jatuh cinta padaku." Ucap William tersenyum sebelum kembali menarik wajahnya dan mengarahkan pandangannya ke langit yang terlihat mendung. Ia merasa sedikit kesal karena Rose tiba-tiba saja menyinggung tentang luka dihatinya.

"Apa perduli selalu diartikan dengan cinta?"

"Jika cinta tanpa keperdulian maka bukanlah cinta." Sergah William seraya kembali menatap Rose dari dekat, memberikannya tatapan tajam penuh rasa tidak senang.

"Jangan mengurusi luka ku jika kamu tidak ingin ikut terluka. Urusi saja hatimu, aku bisa saja menghancurkannya kapan saja." Ucap William sebelum beranjak bangun meninggalkan Rose.

"Maka aku akan terus membencimu!" Pekik Rose yang juga beranjak bangun dan membuat langkah William terhenti.

William kemudian tersenyum tapi tatapan matanya sangat tajam memancarkan amarah membuat tubuh Rose bergetar takut.

"Bencilah aku sebanyak yang kamu inginkan!" Tukasnya sebelumnya melangkah pergi meninggalkan Rose sendiri.

Rose hanya dpaat mendesh kesal, jika William begitu senang mendapatkan kebencian darinya lantas mengapa pernikahan ini harus terjadi?

....

"Pertengkaran di malam pertama. Kedengarannya sangat menarik, aku menyukai ketika kamu terluka lebih banyak." Ucap Jackson tepat ketika William melangkah melewatinya tentunya Jackson sedang berada sendirian karena itu ia berani mengatakan hal menyakiti William karena mereka berdua terkenal harmonis di depan publik

Langkah William tentunya terhenti, kemudian William dapat merasakan Jackson berdiri di sebelahnya dan merangkulnya dengan membawa segelas Wine di tangannya.

"Aku mengira seluruh gadis di dunia ini akan jatuh cinta pada putraku yang tampan dan sempurna ini tapi ternyata ada juga wanita yang bisa membencimu. Aku menyukainya, dia menantu idamanku." Ucap Jackson tertawa senang.

"Kamu melupakan Gwen dengan mudah, aku mengira kamu sangat mencintai gadis penyakitan itu." Sambung Jackson.

"Jangan berbicara seolah kamu mengenalku dengan sangat baik. Ingatlah jika aku bukanlah putramu."

"Memang benar, lantas kamu mau apa? Mengatakan kepada semua orang jika kamu hanyalah seorang anak angkat?"

"Lalu aku hanya perlu mengatakan jika putraku yang sempurna ini membuang ku yang sudah tua dan tidak mau mengakui ku. Kamu sangat kejam sekali nak!"

William mengeratkan giginya, menahan kekesalannya yang terus Jackson pancing keluar.

"Kamu menghancurkan panti asuhan ku. Aku akan membunuhmu jika ternyata kamu menelantarkan adikku selama ini." Ucap William, empat hari ia menghilang saat itu hanya untuk mencari tahu kepindahan panti asuhan dimana ia bernaung dulu yang ternyata sudah berubah menjadi pusat perbelanjaan milik Alexander co. Tentu saja semua itu adalah ulah Jackson.

Mendengar ancaman William, Jackson kembali tertawa "Kamu masih belum bertemu dengan adikmu? Ternyata penilaian ku terlalu tinggi padamu. Dengan apa yang kamu miliki aku mengira kalian sudah berjumpa." Ucapnya meremehkan.

"Aku beri satu petunjuk padamu, dia sangat membencimu dan sekarang dia dua kali lebih membencimu." Tukas Jackson berbisik sebelum meninggalkan William sendiri yang hanya dapat mengepalkan tangannya dan menggeram kesal.

.....