Chereads / PROMISE (a way to find a love) / Chapter 40 - Pria Bodoh Yang Hanya Mengenal Cinta

Chapter 40 - Pria Bodoh Yang Hanya Mengenal Cinta

"Aku kemari untuk merebutmu darinya. Bersiaplah, aku akan kembali memilikimu, Rose kekasihku."

Badai sepertinya telah tiba, rasa dinginnya terasa menusuk bahkan tembus ke jantung William. Rayhan berhasil membuatnya merasa tidak senang dan semakin tidak senang lagi sehingga rasanya ia ingin melenyapkan Rayhan saat ini juga.

Belajar banyak dari Jackson, sisi gelapnya seolah berbisik untuk segera menghabisi pria yang tersenyum lembut kearah istrinya saat ini, kearah Rose, miliknya.

Tapi William tetaplah bukan Jackson, dia berhati dingin tapi dia bukanlah seorang kriminal. William hanya tersenyum menanggapi ucapan Rayhan berbeda dengan Rose yang merasa semakin khawatir kepada Rayhan karena William terlihat jelas tengah menyembunyikan amarahnya.

"Jadi akan ada perselingkuhan setelah ini sayang?" Tanya William pada Rose yang membuat Rose terasa tercekik oleh kalimat pertanyaan William.

"Tidak perlu merasa tegang seperti itu sayang, aku percaya jika kamu bukanlah seorang pengkhianat." Ucap William lagi, tangannya bergerak terulur membelai puncak kepala Rose.

Dan sialnya, seperti memberikan sugesti secara tidak langsung kepada Rose, William dapat membuat Rose kembali tidak berkutik dan hanya dapat diam seolah ia mengiyakan ucapan William.

Kemana perginya jiwa cerewetnya sekarang?

.....

Acara sarapan yang lebih pantas di sebut dengan perang dingin itu akhirnya berakhir.

Badai masih terlihat jelas bergerak dari tengah laut semakin mendekati mansion-nya.

Rose saat ini tengah duduk di bangku taman dan menatap lurus kearah laut, angin kencang yang berhembus sama sekali tidak mengusiknya.

Sambil memutar-mutar cincin pernikahannya yang melingkar di jari manisnya, Rose tidak dapat melupakan apa yang Rayhan katakan padanya saat sarapan tadi.

"Apa yang kamu lamunkan?" Tanya Rayhan yang datang lalu duduk tepat di sebelah Rose.

Rose segera menggeser posisi duduknya agar sedikit menjauh dari Rayhan.

Rose merasa tidak nyaman karena takut William akan mengawasi mereka, sementara Rayhan merasa Rose telah berubah dalam waktu sekejap.

Apakah cinta dapat di lupakan semudah itu?

"Kamu takut padaku?" Tanya Rayhan tanpa menoleh.

"Kenapa kamu datang?" Tanya Rose.

"Kenapa kamu pergi?" Jawab Rayhan balik bertanya, ia kemudian menoleh kearah Rose dan menatapnya dalam.

"Kenapa kamu meninggalkan ku?" Tanya Rayhan lagi.

"Aku..." Lidah Rose terasa keluh hanya untuk menjelaskan jika ia salah mengira pada malam konser itu bahwa Rayhan adalah William.

"Aku tidak perduli bagaimana perasaanmu kepadaku sekarang." Ucap Rayhan seraya mengalihkan pandangannya kearah langit yang mulai menggelap tertutup awan mendung.

"Tapi aku tidak bisa berhenti mencintaimu. Seperti pria bodoh yang hanya mengenal cinta, aku hanya melihatmu."

Hati Rose terasa tercambuk, begitu sakit karena kebodohannya membuat Rayhan tersakiti.

"Aku ingin sekali membencimu. Tapi alih-alih membencimu aku malah datang ke sini dan berharap aku datang sebelum pernikahan kalian tapi ternyata aku terlambat." Jelas Rayhan raut wajahnya semakin menggelap menahan kesedihan yang menyeruak dari dalam hatinya dengan semakin kuat.

"Aku sudah terlambat." Lanjut Rayhan, ia menoleh sambil tersenyum tapi air matanya menetes melewati pelupuk matanya.

"Aku tidak bisa menerimanya, seberapa banyakpun luka di dalam hatiku yang disebabkan oleh mu, aku tetap mencintaimu seperti pria bodoh."

Air mata Rose tidak kuasa menetes, ia telah membuat Rayhan menderita sebanyak ini.

"Maafkan aku..." Ucap Rose lirih, ia ingin sekali memeluk Rayhan dan menyeka air mata Rayhan tapi cincin pernikahannya mengingatkannya kembali akan ancaman William sehingga Rose kembali menurunkan tangannya.

"Aku akan mendapatkanmu kembali, aku akan membuatmu kembali mencintaiku."

Aku bahkan tidak pernah berhenti mencintaimu~

Rose hanya dapat menangis dalam hati, hujan yang tiba-tiba saja turun menjadikan alasan baginya untuk berlari meninggalkan Rayhan yang masih menangis di bangku taman dan membiarkan tubuhnya basah terguyur hujan.

Dari balik jendela kamarnya, William yang sedari tadi mengawasi Rose dan Rayhan hanya dapat mengeratkan giginya menahan kesal.

Awalnya alasan William bersikap dingin kepada Rayhan hanya karena ia tidak ingin jika kedua orangtua Rose melakukan hal buruk kepada Rayhan mengingat apa yang dikatakan kedua orangtua Rose semalam ketika pesta pernikahannya dan Rose masih berlangsung.

"Bagaimana dengan anak berandalan itu?" Tanya Adam kepada Nisa yang sengaja berbicara sedikit menjauh dari kerumunan tamu.

"Dia tidak akan berani mendekati Rose lagi. Aku sudah membuat kesalah pahaman diantara mereka." Sahut Nisa mengingat kejadian di saat ia menemukan Rayhan berlutut di depan gerbang rumahnya dan dengan sengaja mengatakan jika Rose menginap dengan William lalu setelah itu Rayhan pergi dengan keadaan yang sangat marah.

"Baguslah, aku tidak perlu repot-repot menyuruh seseorang menyingkirkannya. Kita tidak boleh kehilangan menantu berharga kita hanya karena anak yang tidak jelas asal-usulnya itu."

"Aku tidak akan segan untuk menghabisinya jika ia berani mengusik hubungan pernikahan Rose dan William." Lanjut Adam.

William mendengarnya dengan sangat jelas, mengingat ia berdiri membelakangi pilar dimana Adam dan Nisa berbicara.

William tidak ingin menyebabkan penderitaan lain tapi semua berubah ketika Rayhan benar-benar mendatangi mereka di pagi ini dan tanpa merasa gentar sedikitpun, Rayhan mengatakan jika ia akan merebut Rose.

William tidak suka dikalahkan, ia tidak suka orang lain mengunggulinya apalagi merebut apa yang sudah menjadi miliknya.

Jadi sekarang alasannya telah berubah, bukan karena ia tidak ingin Rayhan celaka tapi karena ia tidak akan membiarkan Rose berpisah dengannya karena pria lain.

Bila hubungan diantara dirinya dan Rose harus berakhir maka harus dia sendirilah yang mengakhirinya, William tidak mungkin di campakkan. Keegoisannya tidak dapat dikalahkan.

Suara pintu yang terbuka mengalihkan pandangan William yang sebelumnya masih memandangi Rayhan yang duduk sendiri diatas bangku taman meski hujan lebat turun.

Langkah kaki Rose terhenti begitu melihat William menatapnya dingin, dengan baju yang sedikit basah, Rose melangkah melewati William sambil menunduk dan menyembunyikan wajah sedihnya tapi William mencekal pergelangan tangannya dan membuat langkah Rose terhenti.

"Lepaskan aku." Pinta Rose lirih, ia sudah tidak memiliki tenaga untuk sekedar berdebat dengan William. Hatinya terlalu sakit karena harus berhadapan dengan Rayhan dan ia ingin cepat-cepat lari ke kamar mandi lalu menangis sepuasnya.

Tapi William tidak melepaskannya, ia malah menarik tangan Rose dan membawanya kedalam pelukannya.

"Lepaskan aku." Ronta Rose tapi tubuhnya begitu lemas, ia tidak sanggup meronta dan hanya dapat menangis di dalam pelukan William.

"Aku mencintaimu... Aku sangat mencintaimu..." Rose menangis tersedu dalam pelukan William sambil memukul-mukul dada William pelan.

"Aku tidak ingin menyakitimu, aku hanya mencintaimu..."

Tangisan Rose terdengar begitu Rayhan melewati kamar mereka, ia mendengar bagaimana Rose terdengar menangis dan sambil menyatakan perasaannya.

Perasaannya kepada William.

Rayhan tidak dapat mendengarnya lagi, ia melangkah cepat melewati kamar Rose dan memasuki kamarnya.

Membiarkan rasa sakit hati menguasainya karena ia terlalu mencintai Rose.

"Aku mencintaimu..." Ucap Rose sekali lagi sambil terus menangis.

"Aku membencimu William." Ucap Rose pada akhirnya, dari setiap rasa sakit hati yang ia rasakan saat ini ada kebencian yang mendalam kepada William.

"Aku membencimu William, aku ingin sekali mengatakan jika aku masih sangat mencintainya... Aku mencintainya, dan hatiku hancur karena telah menyakitinya dan semua itu karena dirimu!"

"Mengapa kamu menyakitiku seperti ini William? Aku tidak pernah berbuat kesalahan apapun padamu, tapi mengapa kamu menyeret ku pada rasa sakit yang terasa membunuhku perlahan? Katakan bagaimana caranya agar aku terlepas dari rasa sakit ini?"

"Katakan padaku William, katakan bagaimana caranya?" Tanya Rose, ia mengangkat kepalanya dan menatap William dengan air mata yang masih menetes sementara William tidak sedikitpun merenggangkan pelukannya.

"Bagaimana caranya aku melepaskan rasa sakit hati ini William? Hatiku sakit sekali."

"Sakit sekali William..."

.....