"Kamu tidak akan mengerti bagaimana perasaan kami saat ini yang harus berpisah karena situasi."
"Aku mengerti, tapi inilah takdirnya."
Takdir...
Hal seperti apa sebenarnya takdir itu?
Dua orang asing yang tiba-tiba bertemu lalu terikat dalam hubungan yang tidak dipahami, apakah itu disebut dengan takdir?
***
"Mungkin sudah takdirnya kalian tidak berjodoh." Ucap Sammy sambil membawa teh hangat untuk Rayhan yang sudah terlihat seperti mayat hidup.
Wajah pucat, mata sembab dan rambut yang kusut.
Suasana kamarnya yang biasanya rapih dan bersih kini lebih pantas disebut dengan tempat pembuangan sampah karena berantakan dengan banyak barang yang berserakan di lantai dan beberapa tempat.
"Minumlah, patah hati bukanlah akhir dari dunia." Ucap Sammy seraya memberikan cangkir teh yang dibawanya kepada Rayhan tapi Rayhan mengabaikannya.
"Orang-orang cenderung suka sekali meninggalkan ku. Apa aku seburuk itu?" Ucap Rayhan putus asa.
"Tidak ada yang buruk dari dirimu. Kamu terlalu berharga, mereka akan menyesal karena menyia-nyiakan mu."
Mendengar jawaban Sammy, Rayhan hanya dapat tersenyum kecut sambil menatap kearah Sammy "Haruskah aku membangun perusahaanku sendiri? Sepertinya uang yang aku miliki masih kurang banyak sehingga aku masih tidak dihargai."
Sammy hanya diam tidak menanggapi, Rayhan adalah harta karunnya, kartu Ace yang dimilikinya sehingga membuat perusahaannya sebesar sekarang dan jika Rayhan berhenti dari perusahaannya maka ia akan kehilangan besar.
"Cinta tidak diukur oleh banyaknya uang yang kamu miliki." Ucap Sammy, bagaimanapun ia tidak bisa kehilangan Rayhan.
Rayhan kemudian tertawa "Sepertinya hanya kamu satu-satunya orang yang takut kehilanganku."
Mendengar sindiran Rayhan, Sammy hanya dapat diam dan tidak membantah karena kenyataannya seperti itu dan kalimat samarnya ternyata dapat dibaca dengan mudah oleh Rayhan.
"Andai semua orang sepertimu. Aku tidak masalah jika di manfaatkan asalkan aku tidak ditinggalkan."
Rayhan menjadi semakin menyedihkan kini, apa yang dikatakan Rayhan memang benar jika Sammy memanfaatkannya tapi meskipun begitu, Sammy tetaplah menganggap Rayhan seperti keluarganya sendiri.
Melihat Rayhan kembali terpuruk membuat Sammy ikut merasa bersedih.
"Aku tidak akan meninggalkanmu... Tapi berhentilah menangis lagipula Rose akan menikah hari ini."
Tangis Rayhan seketika terhenti sementara Sammy segera menutup mulutnya rapat-rapat setelah tanpa sengaja membahas Rose dan pernikahannya.
"Katakan dimana?" Tanya Rayhan dengan suara lirihnya.
Sammy tidak berani menjawab, ia hanya diam karena takut jika Rayhan akan gegabah.
"KATAKAN DIMANA PERNIKAHANNYA BERLANGSUNG?" Bentak Rayhan membuat Sammy semakin merasa ketakutan.
"Di sebuah mansion di pulau pribadi milik keluarga Alexander." Jawab Sammy terbata, sebenarnya ia mendapat undangan pernikahan Rose dan William tepat kemarin setelah ia pulang mengantarkan Rayhan tapi ia tahu Rayhan dalam kondisi yang terpuruk jadi Sammy tidak pernah membahasnya, ia bahkan memilih tidak datang dan menemani Rayhan tapi bodohnya ia malah membuat Rayhan semakin hancur.
"Kirimkan aku alamatnya." Ucap Rayhan, ia segera meraih jaket serta kunci mobilnya dan bergegas pergi tapi sebelum itu ia menyempatkan diri meraih ponsel Rose yang ia bawa ketika acara konser kemarin.
"Kamu mau kemana? Tempatnya sangat jauh Ray. Mereka pasti telah menikah setelah kamu sampai jadi tidak perlu mengejar Rose." Bujuk Sammy mengikuti langkah cepat Rayhan tapi Rayhan tidak menghiraukannya dan terus melangkah cepat.
"Ray... Rayhan." Panggil Sammy sampai akhirnya Rayhan menghentikan langkahnya dan menunggu Sammy menyusul langkahnya.
"Jangan mengejarnya lagi. Jangan menderita lagi dan berhentilah mencintainya. Aku akan mencarikan mu wanita terbaik untuk mendampingimu! Tetaplah disini, jangan buat hatimu terluka lebih banyak lagi Ray." Ucap Sammy, ia sudah tidak tahan lagi melihat Rayhan dikuasai oleh perasaan cintanya kepada Rose yang telah mencampakkan Rayhan dengan mudah.
"Bila sudah terluka maka apa artinya luka lain yang timbul semuanya tetaplah terasa menyakitkan. Aku tidak bisa berhenti mencintai Rose. Dalam hidup ini aku hanya memilikinya, bahkan jika aku harus merebutnya kembali, aku tidak perduli." Jawab Rayhan dengan tegas sebelum kembali melangkah menuju mobilnya yang terparkir.
"Lantas bagaimana dengan orangtuanya? Mereka tetap tidak akan menerimamu!" Ucap Sammy dengan lantang.
"Apa kamu tidak lelah di hina oleh mereka? Hiduplah dengan damai Ray, jangan menambah penderitaanmu!" Lanjut Sammy.
"Penderitaan dan aku sudah bersahabat baik. Aku hanya perlu mendapatkan cintaku kembali!" Sahut Rayhan sebelum memasuki mobilnya dan melakukan mobilnya dengan kecepatan penuh.
Sammy hanya dapat menghela nafas berat, ia tidak dapat mencegah Rayhan bila pria itu telah bertekad, Sammy hanya bisa mendukungnya sekarang jika nasehatnya di buang mentah-mentah oleh Rayhan.
****
Rose menyeka kedua matanya yang terasa gatal setelah terbangun dari tidurnya.
Ia tidak tahu sejak kapan ia tertidur tapi melihat kearah sekeliling sepertinya ia sudah tidak lagi berada di dalam pesawat pribadi milik William.
Lantas dimana ia sekarang? Rose segera beranjak bangun dari tempat tidur yang sangat nyaman baginya, sambil merenggangkan kedua tangannya dan menguap. Rasanya tidak pernah ia tertidur senyaman ini.
Masih dengan wajah sayu, Rose segera beranjak turun dari tempat tidur untuk mencari keberadaan William.
Tepat ketika ia keluar dari balik pintu yang terlihat adalah hamparan laut yang luas sejauh matanya memandang dan terpaan angin yang cukup kencang.
"Apakah aku masih berada dalam dunia mimpi sekarang?" Gumam Rose tidak percaya dengan apa yang di lihatnya, ia bahkan mencubit sendiri lengannya dan terasa menyakitkan hingga ia meringis kesakitan.
"Kamu sudah bangun... Kamu tidur seperti mayat hidup." Sindir William yang entah datang dari mana.
Rose segera menoleh kearah suara William dan menatapnya galak.
"Mau kamu bawa kemana lagi aku sekarang?" Pekik Rose geram.
"Kenapa?" Tanya William santai
"Kenapa?"
Oh Tuhan, demi angin dan lautan wajah polos William sungguh terlihat sangat menyebalkan baginya. Rose menarik nafas dalam-dalam sebelum akhirnya ia merasa mual.
"Aku mabuk laut bodoh!" Ucap Rose menahan rasa mual yang semakin terasa.
"Mengapa kamu tidak bilang?" Tanya William panik sementara Rose mulai bertingkah seakan-akan ia siap memuntahkan apapun di hadapannya.
"Kamu tidak bertanya!" jawab Rose buru-buru sebelum berlari kesudut pagar pembatas Yacht dan akhirnya tidak kuasa menahan rasa mualnya.
Melihat Rose memuntahkan isi perutnya, William ikut merasa mual seketika tapi ia menahannya.
"Mengapa kamu tidak bertanya padaku? Kamu senang melihatku muntah-muntah seperti ini heuh?" Pekik Rose memaki sebelum kembali memuntahkan isi perutnya.
"Aku bertanya ketika di dalam pesawat, aku bertanya helikopter atau Yacht bukan?" Jawab William tidak mau kalah sambil menepuk-nepuk punggung Rose walaupun ia sendiri merasa mual.
"Aku tidak pernah menjawab!" Jawab Rose setelah berhasi mengendalikan rasa mualnya.
"Aku pikir kamu bosan karena terlalu lama di pesawat makanya aku mengajakmu menaiki Yacht daripada Helikopter."
Sekarang Rose tidak tahu bagaimana caranya lagi untuk memarahi William karena William terus saja membantah ucapannya.
Tapi rasa mual kembali ia rasakan hingga akhirnya Rose kembali muntah tapi kali ini ia muntah tepat di tubuh William dan membuat baju yang dikenakan William terkena muntahan Rose.
William hanya dapat pasrah dan menahan rasa mual serta pusingnya, oh ia bisa pingsan saat ini juga.
Dan...
Mata Rose bergerak mengikuti arah tubuh William yang jatuh terhuyung.
"William!" Pekik Rose yang sangat terkejut karena William tiba-tiba terjatuh pingsan sementara sepertinya mereka hanya berada berdua didalam Yacht berwarna putih ini.
.....